Saturday 30 July 2011

Sejarah Silahisabungan versi Abdullah Silalahi SH

KEBERADAAN MARGA

 “SILALAHI”

DALAM

SILSILAH SILASABUNGAN

OLEH ABDULLAH SILALAHI, SH

===================================================================
PRAKATA PENULIS

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat bimbingan-Nya Buku Keberadaan Marga Silalahi ini dapat kami persembahkan kepada warga Silalahi terutama para generasi mudanya.
Disadari buku ini masih jauh dari kesempurnaan baik menyangkut redaksi, tata bahasa, isi dan lain-lain, namun untuk membantu mempertahankan harkat dan martabat Silalahi sebagai marga anak Silahisabungan dianggap sudah memadai.
Penulis menyadari masih banyak bahan cerita yang belum tertuangkan dalam buku ini, karena itu dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran demi perbaikan dan kesempurnaannya.
Buku ini kami tulis sebagai persembahan terhadap pengorbanan para pendekar-pendekar marga Silalahi seperti S. Silalahi alias A. Jumagor (Medan), Guru T Silalahi (Tomok), Prof. Ir. Abel Silalahi (Surabaya), Bonifasius Silalahi (Pematang Siantar), Tuan Abal Silalahi (Ambarita), A. Usman Silalahi, A. Bob Silalahi (Medan), Kol. G. Silalahi, Kol. B. Silalahi, SH (Jakarta), DA. Silalahi (Medan), NL. Silalahi Jakarta, G. Silalahi serta Wongso Silalahi (Pematang Siantar) dan lain-lain.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Muller Silalahi M.M. Ketua Umum Punguan Silalahi DKI Jakarta yang terus mendorong dan memberi semangat demi tersusunnya buku ini.
Tidak kurang penghargaan kepada isteri tercinta M Ida Malau beserta seluruh anak-anak yang turut ambil bagian menyumbang keperluan bahan sehingga naskah buku ini terselesaikan
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                   Jakarta, 5 Maret 2003
                                                                                                       Abdul Silalahi, SH



 

 

 

 

 


DAFTAR ISI

Hal
PRAKATA PENULIS....................................................................................            1
DAFTAR ISI..................................................................................................            2
Sajak Prof. Ir. Abel Silalahi..............................................................................            4
Ende Silahisabungan Gr. F. Silalahi...................................................................            5
Keberadaan Marga Silalahi dalam Silsilah Silahisabungan...................................            6
I.                   Legenda Perjalanan Silahisabungan...............................................         16
1.       Perjalanan ke Tolping dan Perkawinannya...........................................          16
2.       Perjalanan ke Silalahi Nabolak............................................................          17
3.       Perjalanan ke Sibisa dan Perkawinannya.............................................          19
II.                Hubungan Pintu Haomasan Dengan Si Raja Tambun....................         21
1.       Berairnya air susu Pintu Haomasan
dan pemberian nama si Raja Tambun..................................................          21
2.       Perawatan atas cidera si Raja Tambun................................................          22
3.       Padan Dengke Nilaean.......................................................................          25
III.             Pengalaman Pribadi Sebagai Pemilik Marga Silalahi....................         28
1.       Kenangan di bangku Sekolah..............................................................          28
2.       Istreri menumpang becak...................................................................          29
3.       Undangan perkawinan keluarga Tambunan..........................................          30
4.       Pembicaraan di Kapal Kambuna.........................................................          31
IV.     Raja Parmahan....................................................................................         34
V.        Kematian Silahisabungan.....................................................................         36


VI.               Kesimpulan dan Bagan Silsilah Silahisabungan.............................         38
Lampiran-lampiran.........................................................................................          44
1.       Janji urat ni Eme Bius
Tolping dan Bius Sibisa.............................................................................          44
2.       Pernyataan Pomparan Datu Gottam Tambunan Lumban Pea
Kodya Medan..........................................................................................          46
3.       Punguan Raja Tambun Boru-Bere Bandung dan Sekitarnya........................          49





SAJAK PROF. IR. ABEL SILALAHI
S U R A B A Y A


1.      Raja Silahisabungan dengan Ibu Sari Pinta Haomasan yang cantik jelita, melahirkan putra sulung bernama Silalahi ratusan tahun yang lalu, peristiwa itu di Samosir Danau Toba. Kami keturunan Silalahi merenung penuh pesona.

2.      Kini kami berada dan tersebar di seluruh Nusantara. Kami hidup tenang melakukan profesi penuh sejahtera.
Tiba-tiba datanglah topan memutar balikkan sejarah
Kami berjuang mempertahankan keberadaan Silalahi dengan perkasa

3.      Selama satu generasi kami diguncang oleh derita
Mempertahankan eksistensi adanya marga Silalahi
Kami maju menyusun buku keberadaan marga Silalahi
Mengabdikan peristiwa tonggak sejarah sepanjang masa.

Surabaya, 1985

 

 

“ENDE SILAHISABUNGAN”

Guru Ferdinan Silalahi, Tomok
BE. No. 247

1.      Ompunta na parjolo parsadaanta i
Raja na marnoho, na marsahala i
So dung be humolso so dung marmara i
Ai boi do diboto pardalananna i

2.      Ompu na marsahala Silahisabungan i
Ai so hea marmara manang hunortik i
Ai so adong barani mangganggu ompu i
Patar do dibohina hasantianna i

3.      Adong na jolo raja na tarbarita i
Ima raja nabolon ompu ni Parna i
Sude anakna lima, sada boruna i
Si Pinta Haomasan i ma goarna i

4.      Ompunta Tamba Tua Raja na burju i
Na pasauthon ibotona si Pinta Haomasan i
Tu ompunta Silahisabungan na hasaktian i
Ima na manubuhan marga Silalahi i

5.       Siboru Meleng-eleng boru oroan i
Tangkas boru ni ompunta Raja Mangarerak i
Ima na manubuhan si Raja Tambun i
Alai na patarusson si Pinta Haomasan i

I
KEBERADAAN MARGA SILALAHI SEBAGAI ANAK DALAM SILSILAH SILAHISABUNGAN

Topik ini sangat penting. Mengapa ? Permasalahan silsilah Silahisabungan sampai sekarang ini yang bersumber dan dibangun dari pendapat para penulis adalah ketidak bersamaan persepsi tentang Silalahi sebagai marga anak Silahisabungan.
Para penulis silsilah mengakui bahwa sejarah, silsilah maupun legenda yang diperoleh/diteliti dari pemilik marga selalu tidak sama karena ceritra yang diwariskan dari mulut ke mulut oleh leluhur, daya tangkap turunannya berbeda-beda dan sudah barang tentu akan menghasilkan tulisan yang berbeda pula.
Keberanian para penulis itu patut dihargai setinggi-tingginya karena dengan terobosan itulah marga-marga Batak pada umumnya dan Silahisabungan pada khususnya mempunyai bagan silsilah yang tertulis walaupun belum diterima sama oleh keturunan-keturunannya.
Harapan para penulis adalah untuk mendorong pemilik marga untuk menyatukan cerita leluhur yang berbeda itu dimusyawarahkan secara bersama-sama untuk menghasilkan silsilah yang benar dan diterima oleh seluruh turunan-turunannya.
Nyatanya khusus untuk turunan Silahisabungan bukan musyawarah untuk mufakat uang menjadi tujuan akan tetapi pemutar balikan fakta, data, peristiwa, kefaksian serta pernyataan untuk menghilangkan harkat dan martabat Silalahi  sebagai marga anak Silahisabungan, sehingga ada turunan Silahisabungan yang tidak punya marga dan ada pula yang kelebihan marga.
Jelasnya setiap orang yang berasal dan masuk rumpun  Batak harus ada marganya dan ada silsilahnya yang diterima secara turun-temurun dari leluhurnya.
Marilah kita lihat bagan silsilah Silahisabungan yang disusun para penulis atau pendapat pribadi dari turunan  Silahisabungan mengenai keberadaan Silalahi  sabungan  marga turunan (sundut) yang keberapa dia dari nenek moyangnya sebagai berikut :




1.      W.N. Hutagalung dalam Pustaka Batak tahun 1926 menyusun bagan silsilah Silahisabungan seperti dibawah ini :
Silahisabungan


 

































Istri II
 


Istri III
 

 







Ompu Sinabang anak Sinabang pergi ke Balige menjumpai Raja Parmahan (sigiro) tinggal di Pagarbatu turunannya bermarga Silalahi, di Hinalang turunannya Silalahi, tetapi dalam bagan turunan Raja Parmahan adalah Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Naiborhu tidak jelas dari anaknya yang mana.
Sinabang maupun Sigiro sudah marga turunannya menjadi Silalahi, tidak logis Silahisabungaan sebelum pergi ke Silalahi nabolak pernah tinggal di Tolping Ambarita, akan tetapi tidak ada penjelasan lebih lanjut pernah kawin dan ada anaknya disana. Selama tinggal di Tolping yang tidak berlanjut inilah yang luput  sehingga keberadaan Silalahi sebagai anak menjadi tidak tertulis dalam bagan silsilah.

2.      Drs. Nalom Siahaan dalam Adat Dalihan na Tolu membuat bagan silsilah Silahisabungan tahun 1982 sebagai berikut :








 









Catatan tambahan :
Turunan Silahisabungan juga marga-marga Naiborhu, Rumasingap, Sigiro, Sipayung, Sipangkar, Doloksaribu, Sinurat Nadapdap dan Sembiring di Tanah Karo intinya masuk Silahisabungan.
Untuk 7 (tujuh) anak Silahisabungan diakulade Silalahi tetapi Si Raja Tambun tidak ikut.
Penjelasan tidak ada dan marga-marga yang masuk Silahisabungan dalam catatan tambahan tidak jelas turunan siapa.

3.       RT. Tambunan SH, seperti dalam Poda Sagu-sagu Marlangan tahun 1990 menulis silsilah  Silahisabungan sebagai berikut :
Silahisabungan :
Sponte I Pinggan Matio br. Padang batanghari
 Tons          1.    Laho Raja ( Sihaloho)
2.         Nungkir Raja (Situngkir)
3.         Sondiraja (Sirumasondi) Deang Namora
Deang na mora (boru)
4.         Butar Raja (Sinabutar)
5.         Dabariba Raja (Sidabariba)
6.         Debang Raja (Sidebang)
7.         Batu Raja (Pintubatu)
Sponte II Siboru Mailing Narasaon
8.         Tambun Raja (Tambun)

Silsilah ini lebih lengkap karena nama putrinya pun ikut ditulus, jarang silsilah marga lain  ditulis dengan putrinya.
Dari nama-nama putra-putri Silahisabungan ini tidak tertera adanya Silalahi sebagai marga maupun marga persatuan. Nama / marga-marga inilah yang terekam pada relief Tugu Silahisabungan di Silalahi Nabolak

4.      Panitia Pusat Tugu / Tarombo Silahisabungan tahun 1968


T a r o m b o
A.     Istri Omp. Silahisabungan
  1. Pinggan Matio boru Padang Batanghari
  2. Meleng-eleng boru Mangarerak

B.     Putra-putra Omp. Silahisabungan
  1. Sihaloho Raja
  2. Situngkir Raja
  3. Sondiraja
  4. Sidabutar Raja
  5. Sidabariba Raja
  6. Sidebang Raja
  7. Pintubatu Raja
  8. Tambunan raja.

C.     Putri Omp. Silahisabungan boru Deang Namora

Anjuran :

1)      Untuk menghindarkan salah paham dan untuk menjaga kemurnian Sagu-sagu Marlangan maka dianjurkan kepada seluruh marga Silahisabungan agar memakai istilah Silalahi dimuka marganya masing-masing.
2)      Untuk menghindarkan kekeliruan pengertian marga yang sama antara turunan Sondi Raja / Raja Parmahan dan turunan Tambun Raja maka dianjurkan memakai Silalahi atau Tambun dimuka marganya masing-masing
Umpamanya :
  1. Silalahi Doloksaribu
Silalahi Sinurat
Silalahi Nadapdap
  1. Tambun Doloksaribu
Tambun Sinurat
Tambun Nadapdap.

Menurut Panitia tarombo ini karena Silalahi hanya istilah, digunakan seluruh marga Silahisabungan sampai generasi keberapapun dan si Tambun Raja tidak terkecuali.
Penulis belum pernah mendengar atau mengetahui Doloksaribu, Sinurat dan Nadapdap berasal dari 2 (dua) marga yaitu Sondi Raja dan Tambun Raja, sedangkan Naiborhu dari marga yang mana tidak jelas.
Kalau namanya Panitia Tarombo dasar hukum sudah kuat dan putusan-putusannya mengikat akan tetapi Tarombo yang dihasilkan Mubes tahun 1968 ini hanya mampu membuat anjuran tentunya kapabilitas Panitia Tarombo ini  kurang mendapat dukungan dari marga .
Penggunaan istilah dalam silsilah marga hanya dijumpai pada turunan Silahisabungan versi Panitia Tarombo Mubes 1968 sehingga sulit membandingkannya dengan marga lain apa fungsi Silalahi sebagai istilah itu dipakai didepan marga.
5.       Drs. Richard Sinaga, leluhur marga-marga Batak dalam sejarah, silsilah dan legenda tahun 1997 membuat bagan silsilah Silahisabungan  sebagai berikut :

1.         Loho Raja               Sinabarno … Haloho
       Sihaloho                  Tinapuran ….Depari

2.         Tungkir Raja            Sibagason ….Pandia
       Situngkir                  Sipakpalan … Sipayung
                                      Sipangkar

Doloksaribu
Sinurat
Nadapdap
Naiborhu
                                        SinuraNadapdap
 
3.     Sondiraja                 Rumasondi  
                                      
Text Box: S I L A H I S A B U N G A N                                      
Rumasingap …Depari
 
                                      

Rumabolon
Rumalantiak : Kordan
 
                                        
4.         Butarraja
       Sinabutar


Lumban Tonga
Lumban Balok
Lumban Toruan
 
 

5.         Sidabariba Raja
       Sidabariba



 

6.         Debang Raja



Hutabalian
Lumban Pea
Sigiro
 
 

7.         Baturaja
       Pintubatu

8.        
Tambun Saribu
Tambun Marbun
Tambunan Mulia
 
Tambun Raja
       Tambunan

A.     Istri Silahisabungan sudah ditulis 3 (tiga) orang.
  1. Pinggan matio boru padang batangkari dipermasalahkan dari induk marga mana
  2. Pinta Haomasan  (boru Baso Nabolon) putri  sorbadijulu
  3. Boru meleng-eleng anak ni Raja Mangarerak




B.     Raja  Parmahan, ada 3 (tiga) versi.






Tolping Raja
Bursok Raja
Raja Bunga-bunga
 


 

  1. Silalahi Raja (Silalahi )


Raja bunga-bunga inilah, karena dari Parmahanan oleh Tuan Sihubil dinamai Raja Parmahan.







 


2.    Sondiraja



3.    Pintubatu : Sigiro

C.     Marga Silalahi  ada beberapa pendapat :

1)      Marga Silalahi adalah marga untuk semua keturunan Silahisabungan di luar keturunan Tambun Raja
2)      Marga Silalahi adalah marga untuk keturunan Silalahi Raja anak Silahisabungan yang lahir dari si Pinta Haomason
3)      Marga Silalahi adalah marga yang digunakan keturunan Laho Raja yang bermukim di Toba.

D.     Marga Silalahi dan Marga Tampubolon :
Si Giro (Raja Parmahan) anak Pintubatu diangkat anak kedua Tuan Sihubil antara Sapalatua (Tampubolon) dan sigiro (Raja Parmahan) terjalin hubungan persaudaraan melebihi persaudaraan hubungan darah yaitu sisada lulu anak sisada lulu boru. Ikrar ini mencakup antara marga Tampubolon dengan Saudara Sigiro yang menggunakan marga silalahi.
Pada tahun 1932 pada waktu peresmian Tugu Tuan Sihubil, marga Silalahi yang membawa sulang-sulang kepada hahadoli Tampubolon.

E.     Marga Tampubolon.
Menurut sejarah Batak tulisan Batara Sakti, Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, dan Nadapdap adalah marga yang tumbuh dari Tambun
Demikian juga tulisan KK Immanuel Tambunan dalam sejarah Silahisabungan dengan Omp. Baruara.
WM. Hutagalung dalam Pustaka Batak mencantumkan Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap tanpa ikut Naiborhu tumbuh dari Sigiro (Raja Parmahan) menurut tokoh Sondiraja di Jakarta, Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Naiborhu adalah keturunan Sondiraja.
Isi buku ini sudah mengungkap semua permasalahan dalam silsilah Silahisabungan hanya kemauan turunannya yang ditambah menyamakan titik pandang yang sama mengenai :
1)      Silalahi jelas adalah marga anak Silahisabungan dan tidak ada marga persatuan hanya mencakup satu ibu harus bersumber dari Bapak yaitu Silahisabungan
2)      Laho Raja turunannya hanya 2 (dua) yaitu Sinaborno dan Sinapuran, turunan yang mana pindah ke Toba dan berobah menjadi Silalahi ! Apakah marga bisa dirobah-robah ?
3)      Pada pesta Tugu Tuan Sihubil tahun 1932 marga Silalahi yang datang memberi Sulang-sulang kepada hahadoli Tampubolon, kenapa bukan Sigiro atau Pintubatu ?
Sepanjang diketahui marga Silalahi dari Pagarbatu / Hinalang Balige tidak pernah mengaku marganya selain Silalahi berarti mereka bukan turunan Sigiro (Pintubatu), apa keengganan kita memakai marga asli sesuai warisan leluhur.
4)      Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu dan Nadapdap tidak mungkin dari Sondiraja karena adat ikrar tidak boleh kawin mengawini sampai turunannya antara Silalahi dengan Tambupolon, sedang Tampubolon sudah banyak yang kawin mengawini dengan Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu dan Nadapdap, dapat dipastikan keturunan marga itu tumbuh dari turunan Si Raja Tambun sesuai tulisan Batara Sakti KK Immanuel Tambunan.

F.      Mengenai Tugu Silahisabungan tidak kita ulas disini  karena :
1)      Turunan Raja Tambun bonapasogit tidak setuju meresmikan sebelum jelas Tarombo karena, Tugu / makam akarnya terletak pada Tarombo jangan terulang situasi tahun 1964 dan 1968 dimana ada Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap, Silalahi dan ada si Raja Tambun.
2)      Disarankan agar diseminarkan lebih dahulu sebelum peresmian Tugu / Makam, permintaan ini belum terjawab sudah diresmikan pada tangal 23 sampai dengan 27 Nopember 1981 (?!..)
3)      Seorang Tokoh Tambunan di Jakarta berpendapat secara pribadi tidak setuju membuat Pesta Tugu setiap tahun karena bertentangan dengan keadaan umum dan bertentangan dengan agama






II

LEGENDA:  PERJALANAN SILAHISABUNGAN


1.       Perjalanan ke Tolping dan perkawinannya
W.M. Hutagalung dalam Pustaka Batak menulis, “Na lao do Silahisabungan tu luat Silalahi alai jolo maringanan do ibana di Tolping Ambarita”.
Penelitian ini sesuai dengan pesan leluhur, karena untuk keberangkatan 3 (tiga) orang abang beradik Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan mencari pemukiman baru sebagai tempat tinggal, Sipaettua tinggal di Laguboti, Silahisabungan dan Siraja Oloan harus ke Samosir.
Setelah di Lontung SiRaja Oloan dan Silahisabungan berpisah dimana Silahisabungan harus kearah Utara dan tinggal di Tolping sedangkan Siraja Oloan harus ke Pangururan.
Huta Tolping dan pulau Tolping dikukuhkan Silahisabungan sebagai tempatnya yang pertama dan selama tinggal di Tolping kawin dengan  Pinta Haomasan anak Raja Nabolon (Sorbadijulu) dari Pangururan sebagai upahnya membantu Sorbadijulu mengusir musuhnya marga Lontung.
Perkawinan ini melahirkan seorang anak yang diberi nama Silalahi, dan sesudah kelahiran anak ini Pinta Haomasan tidak pernah mengandung lagi.
Silalahi setelah dewasa dikawinkan dengan boru Simbolon dan dari perkawinan ini lahir 3 (tiga) orang anak yang diberi nama :
1.       Tolping Raja
2.       Borsuk Raja
3.       Raja Bunga-bunga
Raja Bunga-bunga inilah yang diculik Tuan Sihubil yang gagal membujuk Silahisabungan untuk rujuk dalam doa bersama karena musim kemarau panjang di Balige.
Setelah diangkat anak kedua dari Tuan Sihubil karena diculik dari parmahanan namanya diganti menjadi Raja Parmahan akan tetapi marganya tetap Silalahi
Untuk memperkokoh kekerabatan kedua anaknya kemudian dibuat ikrar sisada lulu anak sisada lulu boru antara Tampubolon dengan Silalahi dan sesudah dikawinkan diberi pauseang di Hinalang Balige dan kampungnya dinamai Silalahi Hinalang. Ikrar terjadi antara dua marga dan tidak mungkin perjanjian terjadi antara Raja Parmahan Sigiro dan hasilnya menjadi Silalahi. Sigiro adalah marga cabang dari Pintubatu dan ikrar terjadi antara marga Tampubolon dengan marga Silalahi, dan bila benar Raja Parmahan adalah Sigiro. Ikrar pun harus dengan Sigiro itulah logikanya.
Tolping raja, Bursak Raja maupun Raja Bunga-bunga tidak menjadi marga hanya nama, jadi marganya tetap Silalahi.


2.      Perjanalan ke Silalahi Nabolak dan Perkawinannya.
Silahisabungan adalah seorang tokoh yang sakti, sanggup mengusir bala atau penyakit, pintar dan sabungan di hata.
Didorong oleh kesaksiannya Silahisabungan selalu ingin pergi ketempat lain manandangkon kedatuon (menguji kepintaran / ketangkasan).
Dari Parbaba yang sekarang dilihatnya diseberang danau ada tanah datar dan perbukitan yang indah lalu timbul niatnya untuk pergi kesana.
Sebelum kepergiannya sudah dipersiapkan membawa sedikit tanah dan air dalam kendi kecil.
Sesampai di daerah itu, dipinggiran danau didirikan panca-panca sebagai tempat tinggal sekaligus tempat menangkap ikan.
Suatu ketika Raja Pakpak datang dan heran didaerah hutan dipinggir danau yang sepi itu ada orang, lalu didekatinya. Pada awalnya Raja Pakpak ingin berdebat mengenai keberadaan Silahisabungan di daerah kekuasaannya itu, akan tetapi setelah memperhatikan ketangkasannya berbicara akhirnya mengalihkan pembicaraan mengenai teman hidupnya dan menawarkan putri-putrinya menjadi istrinya.
Silahisabungan menyambut tawaran itu dan dipilihnyalah Pinggan Matio boru Padang Batanghari menjadi isterinya.
Perkawinan ini melahirkan 7 orang putra dan seorang putri masing-masing diberi nama Laho Raja, Tungkir Raja, Sondiraja, Baturaja, Dabariba Raja, Debang Raja dan Baturaja, sedang putrinya bernama Deang Namora yang kemudian menjadi marganya kecuali Tungkir Raja masih melahirkan marga cabang yaitu Sipangkar dan Sipayung, dari Sondiraja Romasondi dan Rumasingap, dari Pintubatu adalah Sigiro.
Dj Jhon R Sidebang dalam Bonani Pinasa Agustus 1991 menulis bahwa nama huta Silalahi diambil dari nama Silahisabungan yang menurunkan marga Silalahi.
Nama  anak laki-laki yang menjadi pewaris keturunan marga-marga Silalahi adalah marga-marga tersebut diatas.
Menurut RT Tambunan SH dalam poda Sagu-sagu Marlangan, Silalahi  Nabolak itu bukan huta tetapi desa (wilayah) karena daerah lingkupnya tidak hanya tanah perkampungan yang dikelilingi bambu akan tetapi tanah diluarnya yang masih kosong, tanah hutan serta gunung kalau ada didekatnya.
Warga desa diikat oleh hubungan darah dan merupakan turunan dari satu leluhur dan pada umumnya mempunyai marga yang sama (artinya beberapa marga)
Huta adalah deretan rumah yang dikelilingi pohon bambu yang lebat dan digerbang kampung biasanya ada pohon ara / hariara. Adat dalihan natolu ialah penghuni setiap huta adalah turunan dari satu leluhur pria artinya satu.
Dari pengertian huta dan desa ini dapat dikatakan bahwa didesa Silalahi Nabolak masih ada huta milik marga lain, misalnya huta Sihaloho, huta Situngkir dan lain-lain sedangkan nama huta Silalahi sudah pasti tidak ditemukan disana karena marga Silalahi anak Silahisabungan terdapat di Silalahi nabolak.
Pada zamannya Silahisabungan belum menjadi marga akan tetapi nama baru menjadi marga pada generasi turunan-turunannya, dan bila sudah menjadi marga tidak berubah lagi, artinya marga kakek, nenek, Bapak diri sendiri dan anak harus sama.


3.      Perjalanan ke Sibisa dan perkawinannya.
Setelah beberapa lama di Silalahi Nabolak Silahisabungan pamit kepada istrinya untuk pergi ketempat lain.
Kepergian kali ini adalah menuju Sibisa karena kerinduannya melihat daerah yang pernah dilaluinya bersama adeknya Siraja Oloan sewaktu meraka akan mencari tempat tinggal yang baru.
Raja Mangarerak setelah mendengar Silahisabungan sedang berada didaerah itu berusaha menghubunginya karena sudah lama diketahui kepiawaiannya dalam mengobati berbagai penyakit, karena  seorang putrinya menderita penyakit yang parah yang walaupun sudah dibawa berobat kemana-mana tidak sembuh-sembuh.
Mengenai upah apa saja booleh diminta asalkan putrinya dapat sembuh, dan ternyata Silahisabungan berhasil menyembuhkannya.
Silahisabungan menagih janji Raja  Mangarerak mengenai upahnya yakni suatu kisah yang sulit dibayangkan sebelumnya karena Silahisabungan meminta putrinya yang diobati itu dikukuhkan menjadi istrinya.
Raja Mangarerak menjadi bingung karena sudah dijanjikan namun ditawarkan untuk memilih putrinya yang lain karena boru Meleng-eleng ini sudah bertunangan dengan pemuda lain.
Silahisabungan bersikukuh dengan pendiriannya dengan berkata : Marpudung do palia, mar jaya ia pinamalo ho ditunangan mulak tu nampunasa.
Pernyataan Silahisabungan ini membuat Raja Mangarerak mau tidak mau harus menyetujui, kemudian disyahkanlah perkawinan putrinya itu dengan Silahisabungan.
Tidak berapa lama setela pengesahan perkawinan itu, tanda-tanda kehamilan boru meleng-eleng mulai kelihatan dan Silahisabungan walaupun gembira menerimanya namun tumbuh kekhwatiran kalau tunangan baru pulang sedang anak dalam kandungan belum lahir.
Saya bapaknya, orang lain yang memelihara dan membesarkannya bagaimana nantinya nasib anak itu, demikian terngiang dalam pikiran Silahisabungan.
Apa yang diramalkan benar terjadi satu minggu setelah kelahiran sianak itu. Berita kepulangan tunangannya  sudah menyebar dari mulut ke mulut untuk membuat perhitungan dengan Raja Mangarerak atas persetujuannya meresmikan tungangannya kawin dengan pria lain.
Mendengar beritu itu Silahisabungan berkata kepada boru meleng-eleng bahwa sesuai janji saya kepada Bapak Raja Mangarerak, saya dan bayi ini harus pergi, untuk itu siapkan keberangkatan.
Meleng-eleng menangis, saya tidak rela melepas anak ini, menetekpun belum bisa dan lagipula air susu siapakah yang mungkin ada untuk menghidupinya sambil bersinandung. (bernyanyi)
Ale Ompung mulajadi nabolon, panongosmi di au leang-leang mandi. Pangalu-aluhon tua ahu ale  Ompung molo ingkon mate anakkon ala so minum.
Sebagai yang baru lahir itu dimasukkan kedalam gajut,  susu kerbau sebagai bekal dijalan dan diberi tanda sebuah TAGAN tempat sirih, tanda mana kalau kelak anak ini bisa pulang dan saya masih hidup, lalu dilepaslah keberangkatan itu dengan deraian air mata.







III

HUBUNGAN PINTA HAOMASON DENGAN RAJA TAMBUN

1.       Berairnya air susu Pinta Haomason dan pemberian nama si Raja Tambun.
Walaupun tekad Silahisabungan tidak bisa dirobah sesuai ikrarnya kepada mertuanya Raja Mangarerak, dalam perjalanan timbul pertanyaan dalam hatinya apakah istrinya memperlakukan dan menerima anak ini seperti anak kandungnya.
Karena kekwatiran itu sesampai Silahisabungan di Tolping gajut yang berisi bayi tadi, digantungkan disendal Sopo sebelum bertemu Pinta Haomason istrinya itu.
Melihat Silahisabungan datang istrinya menyambut dengan riang gembira, akan tetapi air mata Silahisabungan seperti ada permasalahan yang mengganjal pikirannya lalu ditanya.
Kedatangan Bapak kali ini berbeda dengan yang sudah-sudah, ada masalah apa yang dihadapi mari kita pecahkan secara bersama. Mendengar pernyataan Pinta Haomason ini Silahisabungan mulai lega lalu berkata : Lihatlah Gajut, di Sendal Sopo itu, itulah yang mengganjal dalam pikiran saya lalu Pinta Haomason pergi ingin cepat-cepat mengetahui permasalahan suaminya.
Astaga, teganya Bapak mempelakukan bayi seperti ini, kenapa tidak lagsung dibawa kerumah, kalau sempat meninggal karena tidak minum bagaimana !.
Sibayi dikeluarkan dari gajut itu dipangkunya dan Silahisabungan disuruh menyalakan api ditungku, dikembangkan tikar dan diapun duduk bersama bayi itu layaknya seperti yang baru melahirkan.
Ambil dan masaklah bangun-bangun itu biar saya minum lalu berdoa :
-          Sintong do ahu nahurangan dijolma ale Ompung Debata, ai holan sada do anak hutubuhon.
-          Sai unang ma tampuk sahali manang nibagot tinunggoman
-          Sintong mai langu, maraek ma bahen bagottu asa unang mahiang tolonan ni anakkon.
Tidak berapa lama sehabis berdoa dirasakan buah dadanya membesar lalu puting susunya dimasukkan kedalam mulut sibayi dihisap dengan sangat lahap dan dengan kegembiraan yang meluap-luap kegirangan dia berkata :
Nunga tambun anakku si sada-sada si Raja Tambun ma bahenon goarna. Sore harinya anaknya Silalahi pulang dari ladang, Dia heran kapan mama hamil sekarang sudah bersalin !.
Silahisabungan terus mengerti melihat sikap anaknya itu lalu bertiga ikrar tidak boleh keadaan ini diberitahu kepada siapapun, termasuk kepada si Raja Tambun apabila ia sudah besar, cukup kita bertiga yang mengetahui rahasia ini.
Jadi di Tolping tidak dikenal Tambun Raja nama si Raja Tambun karena Pinta Haomasanlah yang menyusui, memelihara dan membesarkan dan memberi namanya.
Pinta Haomason dan Silahisabungan sangat sayang terhadap si Raja Tambun ini dan setelah dia mulai meningkat menjadi remaja, kemana saja Silahisabungan pergi anak ini harus ikut dan makan pun harus satu piring (sapa).

2.      Perawatan atas cidranya tangan si Raja Tambun.
Setelah si Raja Tambun menjadi remaja Silahisabungan pamit kepada istrinya untuk pergi ke Silalahi Nabolak akan tetapi si Raja Tambun ikut serta.
Pinta Haomason keberatan atas keikut sertaan anak kesayangannya si Raja Tambun akan tetapi Silahisabungan pun bersikeras untuk membawanya akhirnya disetujui dengan pesan, jagalah anak kita ini baik-baik termasuk misteri kelahirannya.
Sesampai di Silalahi Nabolak istrinya Pinggan Matio boru Padang Batanghari bertanya inikah anak kita yang Bapak ceritakan yang di Tolping, kenapa masih kecil, seharusnya sudah harus lebih besar dari anak-anak kita disini.
Sewaktu menjawab pertanyaan inilah Silahisabungan tidak bisa menguasai dirinya dia lupa akan ikrarnya di Tolping mengenai misteri si Raja Tambun semuanya terungkap diberitakan kepada isterinya Pinggan Matio boru Padang Batanghari.
Dimuka telah dijelaskan bahwa kasih sayang Silahisabungan memang melebihi terhadap anaknya yang lain dan kebiasaan si Tolping itu terbawa-bawa sampai ke Silalahi Nabolak sehingga mengundang kecemuburuan dan kurang senang atas sikap ayahnya.
Suatu ketika si Raja Tambun ingin mengikuti abang-abangnya ke ladang lalu permisi kepada Silahisabungan.
Abang-abangnya sangat senang atas permintaan itu karena menurut mereka merupakan kesempatan yang baik untuk melampiaskan kecemburuan mereka kepada si Raja Tambun.
Setelah diladang, dipertanyakanlah kepada si Raja Tambun siapa ibunya, lahirnya dimana dan lain-lain pertanyaan untuk memancing emosinya dan akhirnya mereka berkelahi tangan si Raja Tambun cedera dan malah ada keinginan untuk membunuhnya.
Rupanya Pinggan Matio boru Padang Batangharipun memberitakan mengenai misteri kelahiran si Raja Tambun kepada anak-anaknya, hanya saja tidak disebut nama mamaknya atau tempat kelahirannya.
Si Raja Tambun dengan cedera yang dideritanya menjumpai Bapaknya Silahisabungan dan memberitakan bahwa ibu yang di Tolping bukan itu yang melahirkan dan tempat kelahiranku bukan di Tolping serta kemanapun kucari pamanku tidak akan ketemu.
Silahisabungan sangat marah kepada anak-anaknya atas perlakuan terhadap anak kesayangannya si Raja Tambun dan berkata, kalau anak-anakku tidak bisa rukun saya tidak akan kalian lihat meninggal (ndang tauluttonon muna au mate).
Walaupun cidera tangan si Raja Tambun diobati disana pikirannya sudah tidak senang lagi, ingin cepat-cepat menanyakan  informasi yang didengarnya kepada ibunya Pinta Haomason dan sejak itu mendesak Silahisabungan untuk segera pulang.
Melihat keadaan si Raja Tambun serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya Silahisabungan akhirnya memutuskan untuk segera membawa si Raja Tambun pulang ke Tolping namun sebelumnya dibuat perdamaian diantara anak-anaknya disuatu tempat di Simarampang yang disebut Poda Sagu-sagu Marlangan
Usainya pelaksanaan pada sagu-sagu marlangan ini Silahisabungan dan si Raja Tambun kembali ke Tolping.
Setelah di Tolping ibunya Pinta Haomason berusaha keras memulihkan cidera tangan anaknya itu namun dibalik itu si Raja Tambun sudah mulai mempertanyakan mengenai dirinya, ibu yang melahirkannya dan lain-lain karena menurut abang-abangnya di Silalahi Nabolak saya tidak lahir di Tolping dan ibu yang melahirkan bukan ibu dan kemanapun pamanku tidak akan ketemu.
Semua pertanyaan itu dijawab dengan senyum dan disebut jangan pikirkan itu tidak benar apa yang disebut di Silalahi Nabolak, sayalah ibumu dan pamanmu adalah Simbolon di Pangururan.
Kasih sayang Pinta Haomason kepada si Raja Tambun tidak membuatnya berkenti mencari kebenaran informasi yang didengarnya, tidak ada asap kalau api tidak ada dan tidak mungkin kata-kata itu timbul di Silalahi Nabolak bilamana ibu yang  melahirkanku adalah ibu Pinta Haomason ini.
Si Raja Tambun adalah seorang anak yang cerdik dia menyadari kasih sayang Silahisabungan, Pinta Haomasan maupun abangnya Silalahi kepadanya, tidak mungkin saya memperoleh jawaban yang memuaskan kalau pertanyaannya tidak saya robah pikirnya.
Abangnya Silalahi didekatinya untuk mengkorek rahasia kesaktian Silahisabungan dan Silalahi dengan kepolosan dan menurutnya tidak ada hubungannya dengan misteri si Raja Tambun memberi tahu bahwa :         “Kalau pakaiannya tidak lengket kepada badannya apapun kita tanya pasti dijawabnya dengan benar”.

Pengetahuan yang baru ini disimpan dalam hatinya, lalu pada suatu ketika sewaktu Silahisabungan akan pergi mandi si Raja Tambun minta ikut, inilah kesempatan mengambil pakaiannya pikirnya.
Sewaktu Silahisabungan sedang asyik mandi seluruh pakaiannya dipakai si Raja Tambun dan pedangnya dipegang dalam tangannya, lalu mengancam Bapaknya.
Bapak jangan selalu bohong, ceritakan secara jelas siapa ibu yang melahirkan dimana saya lahir dan siapa pula pamanku, apabila tidak diceritakan akan saya bunuh.
Silahisabungan dengan terpaksa karena tidak bisa keluar dari air itu memberitahu informasi yang sebenarnya  lalu si Raja Tambun pun menyerahkan pakaian itu dan sesudah sampai di rumah kejadian itu diceritakan kepada istrinya Pinta Haomasan.
Ibunya meratapi akan perpisahannya dengan anak kesayangannya itu dan bersinandung :
-            Mangintubu ahu sungkot padna ralihon so mangkutti pagar
-            Mainundun ahu sungkot padna ralihon so maraek papan.
-            Hape maraek do bagottu diporo mulajadi asa unang mahiang tolonan sai anakku na hupatarus-tarusi, na husihon-sihon i hasian ni inana.
Si Raja Tambun kalaupun akan pergi mencari ibu yang melahirkannya  sebelumnya harus dibuat padan dengan abangnya Silalahi agar mereka berdua tetap marsitogu-toguan, tondina masigonggoman dan tanggal pelaksanaanpun ditentukan.

3.      Padan Dengke Nilaean.
Pada hari yang ditentukan dan sajian berupa:
-          Ikan Batak ( ihan )
-          Sagu-sagu sitompion
-          Padang na jagar telah tersedia
Dimulailah acara pemberian Padan kepada kedua anaknya lalu Pinta Haomasan mar tonggo
-          On ma da Ompung Mulajadi Nabolon dengke nilaean, sai lae ma roham mengalehon parhorason, penggabean tu anakhon
-          On ma na mang-gugut-gugut di limut na liot-liot di batu, sai dapotan gagaton dapotan jilaton ma anakhon
-          Sagu-sagu sitompion na godang ma on asa manompi mas manompi pangomoan anakhon
-          Lanjang-lanjang purun-purun jonggi hais sai hais ma nipi na sambor hais na to marlabu sian anakhon
-          Jonggi manaek ma anakhon naek-naek tu surgo, marganda padi siganda sigandua sipusuk ni podom-podom na sada gabe dua ma on na tolu gabe onom
-          Manarsar ma on songon mange mangararat songon singator
Padan ma na huhatahon tu anakhon asa sisada lulu anak sisada lulu boru, naso tupa masi paetek-etehan, tampuk ni ate-ate ma hamu amang uratni pusu-pusu
Asa ho amang si Raja Tambun :
“… Ingkon aek ni unte ma haham Silalahi on diho dipadoit-doiton bunga ni sira dipagugut-guguton….”

Nang ho amang Silalahi :
“…Molo holong roham tu anak ni hinaholongmu songonima holong ni roham dianggim si Raja Tambun on…”
Ho pe amang Silahisabungan bahen ma pasu-pasum tu anakta on asa horas ibana mangalului inangna, horas hita dison.
Nungga gok be nian dibahen ho pasu-pasu alai hutambai ma saotik nari :
Amang si Raja Tambun :
“…Sai torop mabue ma pinomparmu gabe maho jala mamora tumpahon ni mulajadi, masuak tangke ma ho rahut-rahutan tarida tutur tambah-tambusan sai ingot ma ho ditona dompak haham Silalahi on…”

Nang ho amang Silalahi :
“…Sai gabe ma ho jala mamora sai dilehon mulajadi ma diho boto-boto  biti-biti, sai unang ho lupa ditona balos do hata dompak anggim si Raja Tambunan…”

Setelah selesai pemberian Padan itu diserahkanlah TAGAN yang diterima Silahisabungan dahulu sewaktu membawa dia semasa bayi dengan berkata :
Bawalah TAGAN ini, tunjukkan kepada Ibu yang melahirkanmu kalau masih hidup agar anakku cepat dikenal karena dia dulunya memberi kepada bapakmu sewaktu membawa kamu dari sibisa
Berangkatlah anakku, dirangkul dan menangis diantar oleh Silahisabungan.







IV
PENGALAMAN PRIBADI SEBAGAI PEMILIK MARGA SILALAHI

Ada kalanya suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup seseorang sangat mengesankan dan membuat orang itu berobah sikap atau pendirian.
Pengalaman seperti itulah yang menyentuh hati penulis dan mempengaruhi pemikiran untuk mencatat dan mencari bahan-bahan yang berkaitan dengan Silalahi apakah sudah menjadi marga dari turunan Silahisabungan.
Sebenarnya penulis sadar sulit untuk menyusun buku kalau hanya untuk satu marga dari begitu banyak marga-marga turunan Silahisabungan ditambah pula sulitnya mencari buku-buku sebagai acuan, karena umumnya pada marga-marga suku Batak pewarisan silsilah hanya dari mulut ke mulut.

Peristiwa-peristiwa yang dialami penulis adalah sebagai berikut :
1.      Kenangan dibangku sekolah.
Pada tahun 1995 s/d 1958 penulis duduk dibangku salah satu SMP di Pangururan Samosir dan mempunyai teman sekelas bermarga Sigiro, Situngkir, Sidabariba, dan Sihaloho dari Bukit, Parbaba, Lumban Suhi-suhi dan Simarmata.
Dalam pergaulan sehari-hari hubungan kami sangat akrab selain karena satu keluarga juga masing-masing kami mengetahui dari leluhur yaitu Silahisabungan.
Untuk mempererat kekerabatan itu bukan hanya terlihat dalam lingkungan sekolah akan tetapi diperluas sampai ke orang tua setiap minggu harus bergilir.
Dalam kunjungan-kunjungan itu orang-orang tua kami seluruhnya mengetahui silsilah Silahisabungan serta Silalahi itu adalah anak istri pertama dan tinggal di Tolping maupun Pangururan.
Orang-orang tua disana konsekwen menulis marganya sesuai warisan dari leluhurnya yaitu Sigiro, Situngkir, Sidabariba dan Sihaloho.
Akan tetapi teman-teman tadi setelah tamat dari SMP melanjutkan pendidikannya ke Pematang Siantar dan Kota Medan dan setelah ketemu kembali, sesudah selesai sekolah lanjutan atas mereka pada umumnya telah merobah marganya menjadi Silalahi.
Pada waktu itu kami tanyakan teman-teman itu kenapa marganya dirobah menjadi Silalahi baik yang sudah mencari kerja maupun yang melanjut ke Perguruan Tinggi jawabannya marga itu tidak populer terutama turunan si Raja Tambun bahwa marga-marga itu termasuk tidak diketahui termasuk  hahadolinya.
Bilamana marga itu turunan Silahisabungan gunakan Silalahi saja biar hubungan kita lebih akrab karena marga-marga lain diluar Silalahi tidak pernah kami ketahui kata turunan si Raja Tambun.
Masalah itu tidak dipersoalkan pada waktu itu pertama karena pengetahuan terhadap silsilah sangat minim atau boleh disebut kurang sama sekali dan selanjutnya tidak ada yang dirugikan karenanya.
Nyatanya, setelah silsilah Silahisabungan akan disusun dalam rangka pendirian Tugu Silahisabungan baru timbul persatuan dan kesatuan turunan-turunannya, teman-teman tadi sengaja berada di barisan depan yang menyatakan Silalahi itu adalah persatuan dan tidak ada yang bermarga Silalahi saja.

2.      Isteri menumpang becak.
Istri penulis adalah seorang guru dan setiap hari bila akan pergi ke sekolah selalu menumpang becak.
Pada sekitar bulan Juli 1970 becak yang ditumpangi sewaktu pergi ke sekolah secara kebetulan penariknya mengaku bermarga Silalahi Sihaloho.
Mendengar marga Silalahi ini istri penulis pun memberi tahu bahwa dia adalah istri bermarga Silalahi akan tetapi tidak pernah disebut Silalahi Sihaloho atau Silalahi lain cukup silalahi saja.
Sipenarik becak kembali bicara bahwa turunan Silahisabungan tidak ada yang bermarga Silalahi saja, harus ditambah Silalahi Sigiro, Silalahi Situngkir dan lain-lain, karena Silalahi hanyalah marga persatuan diantara marga-marga turunan Silahisabungan.
Istri penulis tidak mengomentari lagi pembicaraan itu hanya disebut bahwa Amangborunya nomor satu adalah bermarga Sihaloho tetapi tidak pernah disebut Silalahi Sihaloho hanya Sihaloho saja, nanti akan saya tanyakan suami maupun Amangboru ini agar jelas, maklum saya tidak bisa lepas lagi dari Parsonduk bolon dari salah seorang turunan Silahisabungan.
Sore harinya setelah pulang kantor istri saya bercerita tentang pembicaraannya dengan Silalahi Sihaloho tadi dan kemudian dijelaskan bahwa hal itulah yang membuat kabut dalam silsilah Silahisabungan saat ini.
Informasi ini saya sampaikan kepada pengurus marga Silalahi Kodya Medan jawabannya gunakan saja turunan Silalahi Raja sebagai pembeda dengan marga mereka-mereka itu, namun kita adalah anak Silahisabungan dari istri pertama bernama Pinta Haomasan berasal dari Tolping atau Pangururan jadi kita tidak ikut kepada silsilah mereka itu.

3.      Undangan Perkawinan Kel. Tambunan.
Pada tahun 1971, penulis diundang keluarga Tambunan Lumban Pea sektor Sukarame Medan untuk menghadiri pesta perkawinan anaknya.
Pesta ini kecil sehingga tidak melibatkan banyak undangan, oleh karena didaerah ini kami ketahui hanya abang yang benar-benar hahadoli, undangan kami sampaikan dengan harapan hahadoli sekaligus sebagai  parsinabul.
Kami mengerti hahadoli yang masih muda belia ini belum waktunya sebagai parsinabul dalam pesta-pesta kita, namun tujuan kami yang utama adalah agar hahadoli mau belajar dan melibatkan diri dalam pesta-pesta dan untuk pelaksanaan undangan ini tidak usah ragu  orang tua dari Keluarga Tambunan Lumban Pea ada yang hadir, nantinya hahadoli akan dituntunnya dalam fungsinya sebagai parsinabul itu.
Kami sangat senang menerima undangan itu, akan tetapi bila teringat kata-kata parsinabul itu sudah ada rencana untuk tidak menghadirinya dengan berbagai alasan.
Pada waktu pesta itu, istri sudah siap-siap akan pergi dan melihat kami sudah ada, untuk tidak hadir lalu berkata, ayolah Pak, undangan seperti ini adalah penghormatan kenapa tidak dilayani, akhirnya kami pun pergi.
Kehadiran kami disambut hangat penatua-penatua Tambunan dan sebelum kami bicara mereka telah mendahului pembicaraan agar jangan gentar atau takut, keluarga Tambunan akan menuntunnya dan pesta walaupun  kecil tetap berpedoman kepada amanat leluhur yang mengatakan : Bilamana ada pesta pada keluarga Tambunan yang menjadi parsinabul adalah hahadoli Silalahi dan sebaliknya.
Kami mengetahui didaerah ini banyak yang menyebut marganya Silalahi namun keluarga Tambunan Lumbanpea mengenal hahadolinya yang sebenarnya.
Dalam pelaksanaan pesta benar-benar kami dituntun dan pada hakekatnya keadaan kami hanya simbol dan pesta berjalan dengan baik.
Sebelum pulang pengetua-pengetua Tambunan menjelaskan ibu yang melahirkan Silalahi yang bernama Sibaso na Bolon adalah yang menyusui, memelihara, merawat dan membesarkan si Raja Tambun inilah amanat leluhur kami.
Oleh karena itu belajarlah hahadoli karena pesta-pesta akan terus ada baik dukacita terutama sukacita, dan sejak saat itulah penulis rajin menghadiri undangan dan mengikuti / mendalami masalah-masalah silsilah.

4.       Pembicaraan di Kapal Kambuna.
Pada bulan Juni 1987, penulis pulang dari Jakarta ke Medan dengan menumpang Kapal Kambuna dan menempati kelas IV ruang VIII.
Ruang itu dihuni oleh 8 orang penumpang diantaranya kebetulan ada 3 orang suku Batak dan setelah berkenalan masing-masing bermarga Siagian, Sinambela dan penulis sendiri Silalahi.
Pada waktu itu masih hangat-hangatnya dibicarakan tentang Tugu Silahisabungan dan permasalahan-permasalahan silsilah yang sering terbaca di Surat Kabar.
Siagian yang rupanya seorang tokoh agama usia 61 tahun dan ibunya adalah boru Tambunan Lumbanpea memulai pembicaraan mengatakan bahwa silsilah Silahisabungan yang dimuat di lembaran Budaya Harian Indonesia Baru terbitan 25 Mei 1987 yang menyebut istri Silahisabungan hanya 2 orang dan anaknya 8 orang tidak sesuai dengan ceritra mertua saya.
Menurut mertua, amanat leluhurnya Silahisabungan beristri 3 dan anaknya 9 orang dengna rincian istri pertama melahirkan satu orang anak, istri kedua 7 orang anak dan istri ketiga seorang anak ialah si Raja Tambun.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Siagian sering diperdebatkan dikalangan Tambunan bahwa sebutan hahadoli itu ada bilamana pemilik marga Silalahi itu ada dan kata-kata itu timbul biasanya karena ada perjanjian pada marga bersangkutan.
Perjanjian marga sering kita dengar ada terjadi pada marga-marga orang Batak hanya terbatas antara satu marga dengan satu marga yang lain.
Lalu dibantah oleh Sinambela yang kebetulan beristrikan boru Silalahi dari Hinalang Balige, bahwa menurut hula-hulanya Silalahi Hinalang istri Silahisabungan hanya 2 orang dan anaknya 8 orang dan Silalahi itu adalah persatuan marga-marga pewaris Silahisabungan sampai turunan-turunannya.
Menurut pengetahuannya Silalahi Hinalang adalah turunan Sirumasondi dan anaknya Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Naiborhu jadi tidak anak Raja Parmahan Sigiro.
Kemudian kami ambil bagian dalam pembicaraan itu dengan mengatakan :
a.       Apa yang dijelaskan Bapak Siagian itulah yang diperjuangkan marga Silalahi karena pesan-pesan leluhur memang 3 (tiga) isteri dan 9 (sembilan) orang anak Silahisabungan
b.       Marga harus jelas, dan menyebut marga saja urutan dalam tarombo sudah diketahui, abang atau adek dan seterusnya seperti kata pepatah :
Tinittip sanggar bahen huru-huruan
Sinungkun marga asa binoto partuturan.

Akan tetapi yang terjadi saat ini semua Silalahi sulit mengetahui urutan dalam silsilah dalam waktu yang relatif singkat.
Bilamana kita bandingkan dengan marga lain diantara seluruh marga suku-suku Batak hanya pada turunan Silahisabungan marga induk marga cabang maupun ranting-rantingya semua mengaku satu marga yaitu Silalahi. Biasanya bila sudah menjadi marga sama itulah marganya
Kemudian Siagian mengomentari kembali, kita ambil contoh Simanjuntak asalkan sudah diketahui mereka sama belakang cukup bertanya nomor berapa urutan sudah jelas.
Karena kapal sudah akan sampai di Pelabuhan Belawan akhirnya pembicaraan pun terhenti dan sebelumnya saya titip pesan agar hula-hulanya Sinambela dari Hinalang Balige jangan segan menggunakan Sigiro atau Sondiraja marganya kalau memang itu marga yang diwariskan leluhurnya.
Kemipun bersalaman kemudian menenteng barang masing-masing setelah turun menuju tempat masing-masing.



V
RAJA PARMAHAN

“…Kegagalan utusan Sibagot Nipohan membujuk Silahisabungan untuk dapat hadir dalam pesta bersama yang akan diadakan, memaksa mereka untuk tinggal dipantai Tolping karena diketahui sebelum Silahisabungan pindah ke Silalahi Nabolak tinggal di Tolping.
Sesampai dipinggir pantai banyak anak-anak mengerumuni mereka lalu ditanya apakah diantara anak-anak itu ada turunan Silahisabungan dan ternyata benar ada, bernama Raja – Bunga-bunga.
Kesempatan itu tidak disia-siakan lagi, anak itu dibujuk lalu dibawa lari karena menurut pemikiran mereka Sipaettua maupun si Raja Oloan pasti setuju karena Silahisabungan sudah mengirim utusannya.
Raja Parmahan adalah nama pengganti Raja Bunga-bunga yang dinobatkan Sibagot Nipohan karna diculik dari parmahanan pada waktu pengangkatannya sebagai anak kedua dari Tuan Sihubil dan menjadi adek Tampubolon dan marganya tetap Silalahi sesuai leluhurnya.
Untuk mempererat persaudaraan kedua anaknya itu dibuat ikrar yang berarti turunan Tampubolon maupun turunan Silalahi tidak boleh kawin mengawini dan ikrar ini dilaksanakan sampai sekarang.
Setelah Raja Parmahan Silalahi sudah dewasa Tuan Sihubil mengawinkan dengan boru Pasaribu dan diberi tanah pauseang di Hinalang dan diberi nama Silalahi Hinalang. Dan marga turunannya tetap Silalahi…”

Pada tahun 1932 sewaktu pesta Tugu Tuan Sihubil marga Silalahilah yang memberi sulang-sulang se-ekor kerbau kepada hahadolinya Tampubolon.

Adanya pendapat bahwa Raja Parmahan adalah Sigiro anak dari Pintubatu yang diculik dari Tolping tidak logis, karena tidak mungkin Tuan Sihubil membuat ikrar dengan Silalahi kalau anak itu bermarga Sigiro.
Pada zamannya leluhur ruhut-ruhut parmargaon itu jelas dan sebelum pelaksanaan ikrar atau sebelum diangkat anak, marganya sudah ditanya kebenarannya seperti kata pepatah :
1.       Tinittip sanggar bahen huru-huruan
Jolo sinungkun marga asa binoto partuturan.
2.       Sigat sisigat hutu sigatan sisigat hata.
Pendapat lain yang disarikan dari buku leluhur marga-marga Batak dalam sejarah, silsilah dan legenda oleh Drs. Richard Sinaga menyebut ada tokoh Sondiraja mengakui bahwa  Raja Parmahan adalah turunan Sondiraja.
Karena pendapat ini sulit diterima kebenarannya karena Sigiro maupun Sondiraja itu sudah menjadi marga turunan Silahisabungan. Dan apabila sudah menjadi marga tidak boleh lagi diubah-ubah terus kepada turunan-turunannya. Marganya sudah tetap Sigiro atau Sondiraja.
Kaitannya lagi kalau benar Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Naiborhu merupakan marga cabang/ranting dari marga Sigiro atau Sondiraja memperkuat keyakinan bahwa Raja Parmahan bukan Sigiro dan bukan pula turunan Sondiraja.
Seorang tokoh Tambubolon, Jakarta mengatakan bahwa ikrar yang ada dengan Silalahi tidak mencakup Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Naiborhu karena Tampubolon dengan keempat marga itu sudah banyak yang kawin mengawini.


VI
KEMATIAN SILAHISABUNGAN

“… Silahisabungan setelah mengantarkan anak kesayangan si Raja Tambun ke sibisa kembali ke Tolping, namun rasa sedih dalam pikirannya karena harus berpisah sulit dihilangkan begitu saja.
Rasa penyesalan mengapa misteri si Raja tambun terungkap dari mulutnya di Silalahi Nabolak merupakan pertanyaan yang tidak ada jawabannya karena cerita itu bersumber dari dirinya.
Si Raja Tambun pun tidak akan merambah pikirannya mencari rahasia kesaktianku apabila di Tolping mendapat jawaban yang bisa menyenangkan hatinya.
Masa depan si Raja Tambun pun tidak luput dari perhatiannya, bagaimana perlakuan ayah tirinya, apakah ibu yang melahirkannya mampu berbagi kasih sayangnya dengan anaknya dari suaminya yang sekarang ? Pertanyaan yang terus menyelimuti pikirannya. Oleh karena semua pertanyaan-pertanyaan itu bertanya pada dirinya, diputuskanlah dalam hatinya untuk pamit dengan istrinya Pinta Haomason untuk pergi ke tempat lain.
Ingin kembali ke Silalahi Nabolak sulit dibayangkan karena disanalah sumber terbongkarnya misteri si Raja Tambun dan bertahan di Tolping, anaknya Silalahi pun terlanjur memberitahu rahasia kesaktiannya yang merupakan jurus akhir memaksanya harus mengaku secara terus terang.
Mungkin Ompu Silahisabungan yang sakti itu mempunyai firasat usianya tidak akan lama lagi, ia pergi kerumah cucunya nomor 2 (dua) Bursak Raja di Pangururan sekaligus melepas rasa rindunya dengan kelompok hula-hula turunan Raja na bolon.
Sesampainya di Pangururan dia berpesan kepada cucunya, mungkin umurku tidak akan lama lagi, kalau saya nanti meninggal jangan dibawa kemana-mana, kuburkan di Dolok Parmasan berdekatan dengan kuburan mertua saya dan dikubur dalam papan berdiri menghadap Silalahi Nabolak…”
Tidak berapa lama sesudah pemberian pesan-pesan itu Ompu Silahisabungan jatuh sakit dan meninggal dan dalam acara penguburannya seluruh pesan-pesannya dilaksanakan.
Cerita dan berita Silahisabungan dimakamkan di Dolok Parmasan Pangururan telah diresmikan GT. Richard Tambunan tahun 1978, sesuai catatan Raja Tuderik Tambunan yang bertugas sebagai ………. Di Pangururan tahun 1898.
Catatan Raja Puderik itu sudah beredar kepada turunan si Raja Tambun di Tambunan sehingga pada tahun 1928 dan 1936 rombongan musik tiup yang terdiri dari Tambunan Lumbanpea, Tambunan Batuara dan Tambunan Pagaraji sudah datang ziarah ke makam Silahisabungan di Dolok Parmasan Pangururan.
Pada tahun 1947 diketuai Abdul Malik Tambunan telah dibentuk Panitia Pamagaran akan tetapi kegiatan Panitia ini terhenti karena masuknya Belanda tahun 1948.














VI
KESIMPULAN
1.      Komentar Penulis Silsilah.
Bagan silsilah yang disusun hanyalah panduan bukan patokan karena dipahami bahwa cerita dari mulut ke mulut oleh leluhur belum dapat mengungkap berita marga demi marga dan selalu ada saja yang tertinggal.
Disisi lain karena nenek moyang sering bepergian ketempat lain dalam misi hadatuon dan kawin disana menambah sulitnya mencari bahan yang akurat kemudian mereka sarankan agar diluruskan sendiri oleh pemilik marga yang bersangkutan.
Pendapat itu sesuai benar terhadap marga Silalahi anak Silahisabungan, walaupun W.H Hutagalung dalam Pustaka Batak telah menulis bahwa Silahisabungan pernah tinggal di Tolping Ambarita sebelum kepindahannya ke Silalahi Nabolak. Penelitiannya tidak berlanjut apakah selain di Tolping pernah kawin dan punya anak  disana. Penelitian yang hanya bertolak dari wawancara atau dokumen yang belum akurat tidak jarang terjadi hanya memberi informasi maksimal tentang dirinya dan menekan informasi tentang pihak lain.

2.       Mengenai Marga Silalahi.
Silalahi adalah marga anak Silahisabungan lahir dari isterinya Pinta Haomasan putri Sorbadijulu (Raja Nabolon) dari Pangururan di Tolping. Jadi Silalahi itu bukan istilah dan bukan nama huta diambil dari nama Silahisabungan yang menurunkan marga Silalahi dan bukan pula Silalahi itu merupakan kumpulan dari marga-marga (marga persatuan).
Tidak logis ada persatuan marga hanya berlaku pada turunan 1 (satu) anak dari satu istri dan persatuan biasanya ditarik dari garis Bapak dan berlaku untuk seluruh turunan-turunannya.

3.      Perjanjian Marga.
Untuk suku Batak dikenal dengan adanya perjanjian marga akan tetapi terjadi antara satu marga dengan satu marga yang lain. dalam silsilah Silahisabungan ada perjanjian marga antara Silalahi dengan si Raja Tambun yang dikenal Padan Dengke Nilaean si Raja Tambun dengan si Pitu Turpuk yang dikenal dengan poda sagu-sagu marlangan dan ikrar sisada lulu anak sisada lulu boru antara Silalahi dengan Tampubolon.
HB. Situmorang dalam ruhut-ruhut ni adat Batak menulis : Saluhut do ulaon Batak maradat maraturan, martording dipangkataion dohot dipambahenan, jala nungnga dihangoluhon jala nungga diparsibukkon.
Ndang holan dimarga na saama masa sisongoni, di na marparjanjian marga tu marga pe tongtong do diihuthon sahat tu sadarion diparadatan.
Bukti bahwa perjanjian marga ini telah mendarah daging dapat kita saksikan pada pesta-pesta adat dan khusus dengan Tampubolon kawin mangawini dengan Silalahi belum dibenarkan dan tidak ada pula yang melanggarnya.
Berbeda dengan Poda sagu-sagu marlangan yang pelaksanaannya bukan dirumah dan tujuan utamanya perdamaian karena adanya perselisihan, pemahaman patoguhon parhaha maranggion tetap juga ada akan tetapi tidak seperti kentalnya dua perjanjian lainnya, poda adalah nasihat bukan ikrar / perjanjian.

4.       Raja Tambunan.
Raja Tambun secara logika tidak mungkin sejak bayi sudah berada di Silalahi Nabolak karena kalau sudah bergaul lama kecemburuan pasti tidak ada apalagi mencederai dan rencana pembunuhannya.
Turunan siRaja Tambun hanya mengenal Silalahi hahadolinya, diluar itu tidak diketahui dan namanya bukan Tambun Raja.
5.      Raja Parmahan.
Membicarakan Raja Parmahan harus terkait dengan ikrar antara Tampubolon dengan Silalahi, dan tidak mungkin ada ikrar dengan Silalahi bilamana Raja Parmahan itu tidak bermarga Silalahi, dan dikuatkan lagi bahwa turunan-turunan Raja Parmahan Silalahi tidak ada yang mengaku marganya selain Silalahi.
6.      Disiplin Memakai Marga.
Keberdisiplinan turunan Silahisabungan mengguankan marga yang diwariskan oleh leluhur dan tidak ada perbedaan marga anak, Bapak, nenek dan leluhur terdekat adalah kunci utama pelurusan silsilah Silahisabungan.
Perlu kiranya diingat bahwa menentukan silsilah bukan karena banyaknya pendapat atau jumlah suara akan tetapi fakta dan kebenaran harus ditegakkan dan untuk itu marilah kita renungkan umpasa di bawah ini. :
Asa sisinggor ni ruma, sitingkos ni ari
Unang adong be siuba  siose pati-pati
Sahat ma hita martua Debata do na asi
Sai dao pamola-mola ingkon domu do na marhaha maranggi.
Asa dao ma ia bada jonok ma pardamean
 Molo pe adong pilit hata unang ma dihata
Pinatingkos ma na sala ai ido na dumenggan
Tung denggan ma marsahata, masipaunean
Asa saut hita marsahala, gomgomon ma parsaulian.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAGAN SILSILAH SILAHISABUNGAN












Silalahi

 




Istri I
Pinta Haomason

 








Sibagasan
Sipakpahan
Sipangkar
 


Text Box: S I L A H I  S A B U N G A N





Rumasondi
Rumasingap
 





Rumabolon
Rumalambiak
Rumatungkup
 





Lumban Tonga-tonga
Lumban Balok
Lumban Toruan
 





Si Ari
Si Taon
Si Sidong
 


 





























 






 






































DAFTAR PUSTAKA



1.       Silalahi Tuan Asal, Legenda Silalahi Raja, tahun 1967
2.       Siahaan Nalom Drs. Adat Dalihan Nataolu, tahun 1982
3.       Situmorang H.B. Ruhut-ruhut ni Adat Batak, tahun 1983
4.       T. Habalang, Silsilah Batak, Majallah Budaya Batak dan Pariwisata
Tahun 1984
5.       Tambunan RT. SH. Poda Sagu-sagu Marlangan, tahun 1990
6.       Hutagalung W.H. Pustaka Batak Tarombo dohot Tulisan ni Bangso Batak
Tulus Jaya 1991
7.       Sidebang DJ. Jhon R, Silahisabungan Majallah Bona ni Pinasa
Agustus tahun 1991
8.       Situmorang Sitor, Tata na sae Pustaka Sinar Harapan, tahun 1993
9.       Sinaga Richard Drs. Leluhur Marga-marga Batak dalam Sejarah, Silsilah dan  legenda, tahun 1997

Lampiran I
Janji Urat ni Eme Antara Bius
Tolping dan Bius Sibisa.

Molo tumanggar eme di Tolping manang ro logo ni ari di na so tingkina, manang dia pe sega ni na niula (partaonan) tu bius sibisa do tutu ro bius Tolping mangalap bosur-bosur.
Mangalap bosur-bosur lapatanna : “ i ma ro manang piga halak mardongan Raja Parbaringin sian Bius Tolping tu Bius Sibisa, jala lehonon ni Bius Sibisa ma na ro i mangan bosur (butong), jala lehonon eme tu ampang boanon nasida mulak tu huta na “.

Terjadinya Janji Urat ni Eme :

1.      Ala Silalahi na sian Tolping do na patupa ingkon berenami si Raja Tambun di na mulak ibana tu Sibisa

2.      Sewaktu margondang Manurung, Silalahi na sian Tolping pertama diulosi baru sesudah itu si Raja Tambun.

3.      Silalahi yang mangadathon si Raja Tambun sewaktu perkawinannya dengan boru Manurung, kepada keluarga Manurung

Hamu gelleng nami pinompar ni Silahisabungan.
Hata nahinan do tu amangboru
Martondi do namangolu, marbegu naung mate,
sirungguk do sitata ia disi hita hundul disi do Debata
Hatanta nuaeng amangboru
Ndang adong na so niida dohot binoto ni Amanta Debata, biar do hami hula-hula muna ditondi ni hamu angka gelleng nami.

Ianggo taringot tu partording ni partubu ni pinompar ni amangboru nami Silahisabungan ndang tarantoan hami hamu, lumobi ndang adong parbinotoan nami na tangkas taringot tusi, nda holan na huboto hami, dioli Silahisabungan namboru nami najolo jala tubuna ima si Raja Tambun.
Hubahen hami pe panindangion on nuaeng nda holan na menghatindangkon na sintong do, ndang terbahen hami pangidoan ni hamu gelleng nami Silalahi na sian Tolping.
Ai songon naung hudok hami na diginjang i, ndang mardia imbar hamu dihami, jala pangidoan muna I na sintong do i.
Songon ima hubahen hami panindangion nami on, anggiat boi marguna di na mangalului parbue na uli hamu gelleng nami di musyawarah muna on.

Matung tahun 1967
Pomparan ni Toga Manurung

ttd.

(B. gelar A. Maruhum Manurung)
LR. Kepala Negeri Matung.





Lampiran II
Pernyataan Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea dan Punguan Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna di kota besar Medan.

Menimbang :

1.      Ala tingki on gabe tutu sada nari pandapot na mandok 2 (dua) halak do hape silahisabungan jala 8 (walu) halak anaknya, gabe mangkorhon perpecahan dipomparan ni Silahisabungan, alani i, Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna di Kota besar Medan porlu manontuhon sikap / pendirian.
2.      Ala adong tahi ni sepihak laho pajongjonghon Tugu / makam ni Ompu Silahisabungan di Paropo, mangkorhon perpecahan alani on :
Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna se kota besar Medan porlu manontuhon sikap / pendirian.
3.      Ala naung adong hian TAMBAK ni Omputta Silahisabungan di Dolok Parmasan Pangururan, jala adong tahi naeng mamagar manang padengganton Tambak i Punguan Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boru se kota besar Medan MANOLOPI ULAON NA DENGGAN I.

Mengingat :

1.      Tona ni ompunta sijolo-jolo tubu naung taparmudarhon sian na jolo sahat tu sadarion na mandok : 3 (tolu) halak na nialap ni (Ompunta boru) Silahisabungan jala 9 (sia) halak do anakna.
2.      Poda ni Ompunta tu sude pinomparna mandok : ingkon parmudarhonon jala ingkon ulahonon do sude isi ni Padan Sagu-sagu Marlangan dohot Dengke  hilaean binahen ni ompunta Silahisabungan tu sude anakhonna i ma :
Manontuhon / manolophon  :

Parjolo :
Punguan pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna sekota besar Medan ndang parsidohot jala ndang panolopi tu na pajongjong / paojakhon TUGU / MAKAM Silahisabungan di Paropo ala menimbulkan perpecahan.
Paduahon :
Punguan pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna sekota besar Medan manolopi jala parsidohot tu pemagaran / padenggan Tambak ni Ompunta Silahisabungan naung adong di Dolok Parmasan Pangururan.
Patoluhon :
Nasa na dohot sian pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea na hundul di Panitia tugu / makam Silahisabungan di Paropo, dang utusan jala ndang na mamboan goar ni punguan Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna.
Paopathon :
3 (tolu) halak do na tangkas binoto ripe / nialap ni Ompunta Silahisabungan ima :
1.       Boru Sibaso Nabolon (boru Simbolon)
2.       Pinggan Matio boru Padang Batanghari
3.       Sanggul meleng-eleng boru ni Raja Mangarerak (br. Manurung)
Palimahon :
9 (sia) halak do anak ni Ompunta Silahisabungan ima :
-          Tubu ni Ompunta Sibaso Nabolon : 1 (sada) Silalahi (Silalahi Raja)
-          Tubu ni Ompunta Pinggan Matio ima :
1.       Sihaloho
2.       Situngkir
3.       Romasondi
4.       Sidebang
5.       Sinabutar
6.       Sinabarita
7.       Pintubatu
-          Tubu ni Ompunta sanggul Meleng-eleng boru ni Raja Mangarerak (boru Manurung) 1 (sada) ima si Raja Tambun.
Medan 18 Juni 1978
An : Punguan Pomparan ni Datu Gontan
Tambunan Lumbanpea anak dohot
Boruna sekota besar Medan

            ttd.                                                                  ttd.

   Op. Tambunan                                           RSH Tambunan BA
   (Ketua Umum)                                              Sekretaris Umum
Tembusan :
Sude Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea.


Lampiran III
Punguan Raja Tambun Boru-Bere Bandung dan Sekitarnya

No     :      001/PT/05/2001                                           Kepada Yth
Hal    :      Status Punguan Silahisabungan                  Ketua Silahisabungan
                                                                                     Di – Tempat


Dohot hormat,
Marhite surat on, hami Pengurus Pomparan Raja Tambun ro mandapothon hamu Pengurus dohot Penasehat ni Punguan Silahisabungan na ni bentuk ni hamu hahadoli na pitu turpuk hatiha bulan Februari 2001 na salpu di gedung PDI, Pabotohon ia hami pomparan ni Raja Tambun ndang parsidohot di punguan na ni bentuk muna i

Songon ipe pandohan nami na marala do ima :
1.      Na saleleng on nungga adong punguan Silahisabungan di Kota Madya Bandung dan sekitarnya. Ditingki pembentukan ni punguan Silahisabungan piga-piga taon na salpu, ima na terpillit satingki ia amanta Rapatan Tambunan SH na gabe songon Ketua, tangkas do disi na rap satolop hita basa punguan Silahisabungan ingkon do niadopan ni sude pomparan ni Ompunta Silahisabungan ima :
-          Pomparan ni Silalahi Raja
-          Pomparan ni Sipitu turpuk
-          Pomparan ni Raja Tambun

2.      Sahat tu sadarion hot jala ojak dope punguan Silahisabungan i. Asa molo adong sangkap ni manang ise sian hita on na laho mambentuk / mangganti pengurus na baru punguan Silahisabungan ingkon ma taringotan on di tonga ni jabu na marsahala jala na martua na ni dohotan ni angka pengetuai sian pomparan ni Ompunta Silahisabungan na tolu i.

3.      Jala sian na jolo rade do hami anggidoli muna Raja Tambun manjabui molo adong sihataon na manaringoti angka sangkap na uli laho pasangap Ompunta Silahisabungan alai lopus sadarion ndang hea adong alus sian hamu hahadoli na pitu turpuk.

Molo pe adong dibahen hamu sian surat ni punguan Raja Tambun na songon pengurus ni punguan na baru nibentuk muna i, dohot on tangkas ma pabotohonon nami ia angka nasida be ndang resmi jala ndang sah i  songon mewakili pomparan ni Ompu nami Raja Tambun.
Songoni ma jolo sahat ni surat nami on tu hamuna songon sikap nami pomparan ni Raja tambun, botima mauliate.

                                                                      Bandung, Mei 2001
      Menyetujui                                            Punguan Raja Tambun
Penasehat Punguan                                                 Ketua
    Raja Tambun
                                                                                   dto
                                                                          (B.H. Tambun)
            dto
Ketua Tambun Uluan                                 Ketua Tambun Baruara
            dto                                                                  dto
Ketua Tambun Pagaraji                              Ketua Tambun L. Gaol
            dto                                                                  dto
Ketua Tambun Lbn. Pea                                 Ketua Tambun Sunge

Tembusan : Hahadoli Silalahi Raja