Thursday 31 March 2011

Hukum Adat Batak Yang Bertentangan Dengan Gender Harus Ditinggalkan

Kedudukan perempuan dalam hukum adat Batak berbeda dengan ketentuan dalam hukum nasional, terutama soal warisan. Anak perempuan bukan sebagai ahli waris tetapi dapat menerima bagian harta warisan sebagai pemberian.

“Hukum adat Batak yang tidak menunjang, mendorong kesetaraan dan keadilan gender perlu ditinggalkan karena bertentangan dengan hak azasi manusia. Kedudukan perempuan sangat lemah dibanding laki-laki. Ini suatu indikasi adat Batak diskriminatif terhadap perempuan. Sementara dalam hukum nasional kedudukan seimbang baik dalam hak mau pun kewajiban.”

Demikian Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tarutung, Saur Sitindaon, SH,MH pada seminar sehari kedudukan dan peranan perempuan Batak, Selasa (26/9), di Balai Data Kantor Bupati Taput diikuti tokoh-tokoh adat berbagai marga.

Saur Sitindaon dalam makalahnya bertajuk, ‘Kedudukan dan Peranan perempuan Batak dalam hukum adat dikaitkan dengan hukum nasional’, lebih memfokuskan perlunya para tokoh adat menyikapi kedudukan perempuan dalam hukum adat batak. Apalagi dalam masalah pembagian harta warisan.

Ungkapan pepatah Batak ‘Dompak marmeme anak, dompak marmeme boru” (Kedudukan anak dan perempuan sama) hanya teori. Omong kosong pepatah itu. Buktinya, banyak kasus yang muncul di pengadilan bahwa pihak laki-laki merupakan pewaris harta nenek moyangnya.

Bahkan di Taput, sebut Sitindaon, masalah diskriminasi itu terlihat jelas. Dari 30 anggota DPRD Taput, hanya dua perempuan yang duduk. Sementara menurut UU No. 12 tahun 2003, perempuan yang duduk 30 persen. Ini tidak tercapai di Taput karena para pimpinan Parpol tidak memberi kesempatan kepada perempuan. “Ini juga pelecehan terhadap perempuan. Mereka hanya memberi nomor urut tidak jadi. Kalau kita konsis maka berikan nomor urut pertama. Jadi bukan hanya omongan saja soal gender tapi pelaksanaannya.”

Maka pada Pemilu mendatang harus ada 30 persen dari perempuan yang duduk di DPRD Taput sehingga seminar ini bukan hanya retorika atau pidato-pidatoan belaka, ujar Sitindaon menambahkan, laksanakan adat itu dengan baik. Undang-undangnya sudah bagus tinggal pelaksanaannya.

Sementara penceramah lainnya, Drs. BP Nababan dan Waldemar Simamora pada intinya menyebut, perempuan dalam budaya Batak statusnya agak parakdosal. Namun sebenarnya status perempuan bagi masyarakat Batak sangat terhormat dan dihargai. Laki-laki dengan perempuan adalah sama. Perempuan Batak sudah banyak memegang peranan di tengah keluarga, masyarakat. Bahkan secara nasional, ujar BP Nababan (Ketua Lembaga Adat Dalihan Natolu).

Sebelumnya Wakil Bupati Taput, Drs. Frans A. Sihombing, MM yang membuka seminar menyebutkan, perempuan Batak harus dapat memotivasi diri untuk maju. Menempa diri dengan berbagai pendidikan, latihan, kursus keterampilan. Perempuan bagi orang Batak sangat dihormati sebagai ‘Boru ni raja, Parsonduk Bolon, Sitiop Puro’ (penentu dalam suksesnya keluarga), ujar Sihombing.

Disebutkan, ke depan perempuan Batak harus dapat mengambil peranan lebih besar dan meraih posisi lebih baik. Tidak hanya sebatas ibu rumah tangga. “Saya ingin seminar ini menghasilkan output bermanfaat untuk mendorong kaum perempuan Batak memajukan diri,” sebut Wakil Bupati.

Seminar yang diprakarsai Bagian Pemberdayaan Perempuan Pemkab Taput itu ditandai tanya jawab dari peserta, pada intinya bagaimana mengangkat harkat dan martabat perempuan dalam adat Batak.

Sumber : (a09) (sn) WASPADA Online, Tarutung

Wednesday 30 March 2011

Kitab si Raja Batak (Kitab Debata Asi asi - Kuning)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Debata Asi-asi - Kuning

Kitab ini menerangkan tentang inti dari Kitab Batara Guru, Debata Sorisohaliapan, Mangala Bulan (Debata Natolu) dan induk dari segala kitab. Kitab ini juga berisi tentang ilmu pengetahuan manusia, karena manusia adalah titisan Debata Asi-asi.

Laklak Debata Asi-asi (Kitab Debata Asi-asi)
Debata Asi-asi ( Manuk-Manuk Hulambu jati atau Raja Pinang Habo ) adalah mahluk pertama yang diciptakan oleh Debata Mulajadi Nabolon, berparuh besi berkuku gelang yang berkilauan. Mengenai bentuknya, seperti kupu-kupu yang sangat besar dan mempunyai telur seperti periuk yang sangat besar, wajahnya seperti sarung bintang Rumariri. Kemudian kepada Debata Asi-asi, Mulajadi Nabolon pernah bersabda bahwa Debata Asi-asi ditakdirkan hanya bisa menerima segala kata-kata dari manusia. Memberkati manusia supaya selalu bergondang. Bila yang diinginkan gondang Debata Guru maka baju yang di gunakan harus berwarna hitam, Jika yang diinginkan gondang Debata Sori baju yang digunakan harus berwarna putih dan jika yang diinginkan gondang Debata Bulan maka baju yang digunakan harus berwarna merah. Biasanya permintaan atau ritual tersebut diatas dilaksanakan satu kali dalam setahun. Namun bukan dalam hal ini saja setiap manusia selalu membutuhkannya, tetapi dalam segala hal yang diperlukan. Dan apabila suatu hari nanti ada manusia yang bungkuk, yang buta, yang tuli, yang satu tangan dan yang satu kaki, maka mereka adalah golongan dari orang-orang yang menghinanya, tetapi apabila ada anak satu-satunya yang bersedih hati, manusia yang banyak keturunan, raja dan panglima maka mereka adalah orang-orang yang selalu bersyukur dan memanggilnya, sebab apa dan bagaimanapun manusia adalah titisannya.
Manusia akan kawin dan banyak keturunan, maka mereka akan memanggilmu : “ Wahai engkau Debata Asi-asi, Tuhan yang kusayangi, Tuhan tak dipanggil, Tuhan tidak diberi apa-apa, sebab engkau yang menutup ubun-ubun yang membuka mata, yang menerangkan pendengaran yang membuka mulut, yang mengembangkan hati, yang membulatkan jantung dan memisahkan jari-jari bagi kami manusia. Berkatilah kami " ! Kemudian Debata Asi-asi menjawab : "a. Buatlah suratmu, surat sembilan belas itulah bekal hidup yang dapat digunakan dalam mengarungi hidupmu.
b. Aku telah mengutus seluruh roh kedalam tubuhmu pada saat kau berada di kandungan ayahmu tiga bulan, dan di kandungan ibumu sembilan bulan yaitu :
- Raja Aksara 19+7 dikeningmu
- Tuan Diratte Bosi diubun-ubun
- Sirambo Nauppung dirambutmu
- Siataran Nabolak dimukamu
- Tuan Silinong-linong dimatamu
- Tuan Dikatu Holing di telingamu
- Tuan Dibatu Juguk dihidungmu
- Sidari Marduppang dibibirmu
- Singalu Ihataran di gigimu
- Sidari mengambat dilangkahmu
- Silobur Sirom-sirom di kerongkonganmu
- Raja Muda diotakmu
- Raja-Kuat di pusatmu
- Raja Alim di dadamu
- Si Aji Humik di hatimu
- Si Aji Runggu-runggu di jantungmu
- Si Aji Porjat ditelapak kakimu
dan engkau lahir ke bumi dengan empat saudaramu kelima dirimu sebab akulah yang menutup ubun-ubunmu membulatkan jantungmu mengembangkan hatimu, dan yang memisah jari-jarimu. Peliharalah seluruh roh yang ada padamu agar engkau arif sehat dan bijaksana ".
Di dalam kitab Debata Asi-asi ini terdapat juga ilmu perlindungan yang bernama " Ilmu Kulambu Jati” yang mempelajari aksara 19 (sembilan belas) dan 9999 urat manusia. Menurut kitab ini, sebelum manusia lahir ke bumi lebih dahulu berputar di dalam kandungan ibu tujuh kali kemudian lahir. Ilmu yang dimiliki manusia seperti yang didalam kandungan, sebab manusia dalam kandungan terbungkus dan berada di tengah air. Dalam ilmu ini juga manusia dimasukkan kedalam air untuk menerima ilmu perlindungan.
Caranya :
- Orang yang menerima ilmu perlindungan tersebut dibawa ke laut atau ke danau. Kemudian di suruh menyelam, dan berputar tujuh kali di dalam air sambil berdoa memanggil 12 (dua belas) roh yang ada pada tubuh, jika berhasil, maka dia akan jauh dari mara bahaya.
- Setelah tiba dirumah orang tersebut diberi pelajaran tentang urat manusia, menurut orang batak urat manusia sama dengan urat ayam karena manusia berasal dari ayam selanjutnya mengajari tentang urat manusia dan ilmu perlindungan. Inilah ilmu perlindungan yang diberikan oleh Debata Asi-asi kepada manusia.

Kitab si Raja Batak (Kitab Manggala Bulan = Merah

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Mangala Bulan = Merah

Seni Bela Diri Batak (Mossak)
Seni Beladiri batak (mossak) adalah salah satu olah raga batak yang biasa digunakan para leluhur batak pada jaman dahulu kala, dalam menghadapi hidup sehari-hari, baik dalam hiburan, pernafasan maupun menghadapi tantangan dan juga untuk kesehatan manusia. Mossak Batak identik dengan pengobatan dan pernafasan dalam penyatuan darah manusia dengan Tuhan hingga dapat menguasai tenaga dalam dan tenaga murni. Tenaga dari 3 benua, benua atas, benua tengah dan benua bawah yang ada dalam tubuh manusia pada jaman dahulu setiap manusia yang hendak mempelajari ilmu pengobatan dan ilmu perbintangan. Mossak Batak ini harus diajarkan juga jadi setiap manusia batak dulu mossak batak ini merupakan suatu keharusan untuk dipelajari.
Mossak Batak ini dirangkai dengan langkah dan jurus-jurus untuk menghidupkan dan mengaktifkan 9999 urat manusia.
Salah satu seni bela diri batak untuk penyatuan darah manusia dengan Tuhan.
Salah satu tenaga dalam yang berguna untuk membela diri dan untuk kesehatan.
Salah satu seni bela diri batak yang biasa digunakan hiburan dan atraksi pada pesta besar di tanah batak.
Salah satu seni bela diri batak yang biasa digunakan untuk menyambut para raja dan kenegaraan.
Mossak Batak sering kita dengar namun untuk mempelajarinya kita tidak tahu kemana atas dasar inilah melalui ilham yang saya terima mencoba mengemas Mossak Batak menjadi olah raga yang dapat dipelajari dan dipertandingkan. Mossak Batak ada sembilan peringkat atau sabuk, sama dengan kitab Siraja Batak hanya saja dalam Mossak Batak ini dimulai dari kitab ke sembilan menjadi sabuk pertama.
Sabuk atau peringkat pada perguruan seni bela diri batak :
1. Sabuk Tapak Pagar :
Dalam sabuk atau peringkat ini dipelajari dasar seni bela diri batak, mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan dengan langkah menjaga muka, belakang, kiri dan kanan.

2. Sabuk Desa Nawalu
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah delapan penjuru mata angin dan langkah pane nabolon yang berada dalam satu desa selama tiga bulan sesuai dengan kitab Pane Nabolon.

3. Sabuk Bintang Tuju
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus dengan menggunakan panca indra.

4. Sabuk Tapak Seleman
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus kekuatan dari tiga benua yaitu benua atas, benua tengah dan benua bawah.

5. Sabuk Bintang Lima
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus ilmu lima jari dan lima darah manusia yang dapat disatukan dengan darah Tuhan.

6. Sabuk Siopat Suhi
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus mengenai kekuatan yang ada pada urat dan tubuh manusia.

7. Sabuk Bintang Tolu
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus serta kekuatan bumi.

8. Sabuk Bolat
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus serta menggunakan udara kesaktian dan kesucian.

9. Sabuk Ingsun
Dalam peringkat ini Mossak Batak mempelajari langkah dan jurus inti dan kunci rahasia dari seluruh sabuk yang delapan. jadi sabuk yang kesembilan ini adalah induk dari seluruh Mossak Batak.

Jika kita lihat dari seni bela diri batak ini yang terdiri dari sembilan sabuk sama dengan sembilan kitab Siraja Batak berupa peletakan peringkatnya. Jika kitab Siraja Batak dimulai dari kitab Batara Guru, maka peringkat Mossak Batak dimulai dari kitab penghakiman.
Dalam Mossak Batak ini setiap satu peringkat (sabuk) mempunyai sembilan jurus maka Mossak Batak tersebut ada 81(depalan puluh satu) jurus di tambah 19 (sembilan belas) jurus Aksara Batak, maka dengan demikian jurus Mossak Batak keseluruhan berjumlah 100 (seratus) jurus.
Demikian sekilas mengenai seni bela diri batak (mossak yang saya terima melalui ilham).

Kitab si Raja Batak (Kitab Pengobatan III)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Pengobatan ( III )

1. Proses Penyucian :
Dalam proses ini si Pasien dimandikan dengan jeruk purut agar bersih dari segala jenis kotoran, baik dalam badan maupun batin dan darah.

2. Proses membangkitkan aura atau kekuatan darah :
Dalam proses ini segala energi organ tubuh dibangkitkan dengan cara berdoa dan mengisi kesaktian.

3. Proses memberi perlindungan :
Dalam proses ini si Pasien di bungkus dengan kain tiga warna dengan tujuan agar si Pasien tersebut terbungkus dalam hulambu jati kebijakan, keimanan, dan keluhan, sebab manusia yang terbungkus segala niat jahat terhadap manusia tersebut tidak akan kesampaian lagi.

4. Proses Pengukuhan I :
Dalam proses ini si pasien diberi makan sesajen berupa : ayam, anggir, air putih dan nasi putih. Sesajen ini diberikan dengan tujuan agar badan dan roh menyatu bersama kekuatan benua atas, bawah dan tengah menyatu dengan diri sendiri.

5. Proses Pengukuhan II :
Dalam proses ini si Pasien di mandikan ke dalam air pancuran atau air terjun dengan tujuan tahap penyatuan kekuatan benua atas, tengah dan bawah.

Kitab Si Raja Batak (Kitab Pengobatan II)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Pengobatan (II)

Pengobatan dengan barang pusaka

Siraja Purba mempunyai beberapa pusaka yang dinilai dengan cara petunjuk beserta legenda, pusaka-pusaka ini sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari pada masa lampau sesuai dengan maksud dan tujuan masing-masing pusaka tersebut.
Adapun pusaka tersebut adalah sebagai berikut :
Solam Mulajadi.
Piso Sipitu Sasarung (Pisau 7 mata 1 sarung).
Piso Silima Sasarung (Pisau 5 mata 1 sarung).
Piso Sitolu Sasarung (Pisau 3 mata 1 sarung).
Piso Siseat Anggir.
Piso Sunggul Sohuturon.
Pukkor Anggir.
Tutu.
Sahang.
Piso Gupak.
Tukkot Tunggal Panaluan.
Piso Halasan.
Piso Tobbuk Lada.
Hujur Siringis.
Tukkot Sitanggo Merah.
Piso Solam Debata.
Piso Gaja Doppak.

1. Solam Mulajadi.
Solam Mulajadi atau Pisau Mulajadi adalah pisau yang dibawa Debata Asi-asi dari banua ginjang (Benua atas). Pisau ini adalah himpunan seluruh pengetahuan orang batak, sebab pisau ini berisi aksara batak 19+7 pengetahuan.

2. Piso Sipitu Sasarung
Piso Sipitu Sasarung adalah pisau yang mana dalam 1 sarung terdapat 7 buah pisau di dalamnya. Pada zaman dahulu kala setelah gunung pusuk buhit meletus 73.000 tahun yang lalu seorang keturunan Siraja Batak bernama Raja Batorusan yang selamat dari musibah tersebut pergi ke gunung pusuk buhit yang sekarang dan diatas gunung tersebut ada sebuah telaga. Setibanya di telaga tersebut dia melihat 7 orang putri turun dari langit dan mandi di telaga tersebut.
Raja Hatorusan pun tercengang dan heran. Maka iapun mencuri pakaian salah satu dari purti tersebut, sehingga putri tersebut pun tidak dapat terbang lagi ke langit dan iapun mempersuntingnya menjadi istrinya.
Dari legenda inilah awal dari Piso Sipitu Sasarung yang mana melambangkan Tujuh Kekuatan yang dibawah oleh Putri Kayangan dari Banua Ginjang untuk bekal hidup Siraja Batak yang baru.

3. Piso Silima Sasarung
Pisau inilah pisau 1 sarung tetapi di dalamnya ada 5 buah mata pisau. Di dalam pisau ini berisikan kehidupan manusia, dimana menurut orang batak manusia lahir kedunia ini mempunyai 4 roh, kelima badan (wujud). Maka dalam ilmu meditasi untuk mendekatkan diri kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) harus lebih dulu menyatukan 4 roh, kelima badan.

4. Piso Sitolu Sasarung
Piso Sitolu Sasarung adalah pisau yang mana dalam 1 sarung ada 3 buah mata pisau. Pisau ini melambangkan kehidupan orang batak yang menyatu 3 benua. Benua atas, benua bawah dan benua tonga, Juga melambangkan agar Debata Natolu, Batara Guru merupakan kebijakan, Batara Sori merupakan keimanan & kebenaran Batara Bulan merupakan kekuatan tetap menyertai orang batak dalam kehidupan sehari-hari.

5. Piso Siseat Anggir
Piso ini biasa digunakan pada saat membuat obat atau ilmu. Piso ini bertujuan hanya untuk memotong anggir (jeruk purut).

6. Sunggul Sohuturon
Sunggul Sohuturon ini terbuat dari rotan yang di anyam berbentuk keranjang sunggul ini bertujuan untuk memanggil roh manusia yang lari atau roh yang diambil oleh keramat.

7. Pukkor Anggir
Pukkor Anggir ini digunakan untuk menusuk anggir dan mendoakannya pada saat menusuk sebelum anggir tersebut di potong.

8. Tutu
Tutu ini bertujuan untuk menggiling ramuan-ramuan obat yang hendak digunakan pada orang sakit.

9. Sahang
Sahang ini adalah yang terbuat dari gading gajah. Sahang ini digunakan tempat obat yang mampu mengobati segala jenis penyakit manusia.

10. Gupak
Gupak ini biasanya digunakan memotong obat yang jenisnya keras seperti akar-akaran, kayu-kayuan dan lain-lain.

11.Tukkot Tunggal Panaluan
Tongkat Tunggal Panaluan ini adalah tongkat sakti siraja batak yang diukir dari kejadian yang sebenarnya, yang merupakan kesatuan kesaktian benua atas, benua tengah dan benua bawah.

- Asal Mula Tongkat Tunggal Panaluan :
Pada suatu hari Raja Panggana yang terkenal pandai memahat dan mengukir mengadakan pengembaraan keliling negeri. Untuk biaya hidupnya, Raja Panggana sering memenuhi permintaan penduduk untuk memahat patung atau mengukir rumah. Walaupun sudah banyak negeri yang dilaluinya dan banyak sudah patung dan ukiran yang dikerjakannya, masih terasa padanya sesuatu kekurangan yang membuat dirinya selalu gelisah. Untuk menghilangkan kegelisahannya, ia hendak mengasingkan diri pada satu tempat yang sunyi. Di dalam perjalanan di padang belantara yang penuh dengan alang-alang ia sangat tertarik pada sebatang pohon tunggal yang hanya itu saja terdapat pada padang belantara tersebut. Melihat sebatang pohon tunggal itu Raja Panggana tertegun. Diperhatikannya dahan pohon itu, ranting dan daunnya. Entah apa yang tumbuh pada diri Raja Panggana, ia melihat pohon itu seperti putri menari. Dikeluarkannya alat-alatnya, ia mulai bekerja memahat pohon itu menjadi patung seorang putri yang sedang menari. Ia sangat senang, gelisah hilang. Sebagai seorang seniman ia baru pernah mengagumi hasil kerjanya yang begitu cantik dan mempesona. Seolah-olah dunia ini telah menjadi miliknya. Makin dipandangnya hasil kerjanya, semakin terasa pada dirinya suatu keagungan. Pada pandangan yang demikian, ia melihat patung putri itu mengajaknya untuk menari bersama. Ia menari bersama patung dipadang belantara yang sunyi tiada orang. Demikianlah kerja Raja Panggana hari demi hari bersama putri yang diciptakannya dari sebatang kayu. Raja Panggana merasa senang dan bahagia bersama patung putri. Tetapi apa hendak dikata, persediaan makanan Raja Panggana semakin habis. Apakah gunanya saya tetap bersama patung ini kalau tidak makan ? biarlah saya menari sepuas hatiku dengan patung ini untuk terakhir kali. Demikian Raja Panggana dengan penuh haru meninggalkan patung itu. dipadang rumput yang sunyi sepi tiada berkawan. Raja Panggana sudah menganggap patung putri itu sebagian dari hidupnya.
Berselang beberapa hari kemudian, seorang pedagang kain dan hiasan berlalu dari tempat itu. Baoa Partigatiga demikian nama pedagang itu tertegun melihat kecantikan dan gerak sikap tari patung putri itu. Alangkah cantiknya si patung ini apabila saya beri berpakaian dan perhiasan. Baoa Partigatiga membuka kain dagangannya. Dipilihnya pakaian dan perhiasan yang cantik dan dipakaikannya kepada patung sepuas hatinya.
Ia semakin terharu pada Baoa Partigatiga belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik itu. dipandanginya patung tadi seolah-olah ia melihat patung itu mengajaknya menari. Menarilah Baoa Partigatiga mengelilingi patung sepuas hatinya. Setelah puas menari ia berusaha membawa patung dengannya tetapi tidak dapat, karena hari sudah makin gelap, ia berpikir kalau patung ini tidak kubawa biarlah pakaian dan perhiasan ini kutanggalkan. Tetapi apa yang terjadi, pakaian dan perhiasan tidak dapat ditanggalkan Baoa Partigatiga. Makin dicoba kain dan perhiasan makin ketat melekat pada patung. Baoa Partigatiga berpikir, biarlah demikian. Untuk kepuasan hatiku baiklah aku menari sepuas hatiku untuk terakhir kali dengan patung ini. Iapun menari dengan sepuas hatinya. Ditinggalkannya patung itu dengan penuh haru ditempat yang sunyi dan sepi dipadang rumput tiada berkawam.
Entah apa yang mendorong, entah siapa yang menyuruh seorang dukun perkasa yang tiada bandingannya di negeri itu berlalu dari padang rumput tempat patung tengah menari. Datu Partawar demikian nama dukun. Perkasa terpesona melihat patung di putri. Alangkah indahnya patung ini apabila bernyawa. Sudah banyak negeri kujalani, belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik ini. Datu Partawar berpikir mungkin ini suatu takdir. Banyak sudah orang yang kuobati dan sembuh dari penyakit. Itu semua dapat kulakukan berkat Yang Maha Kuasa.
Banyak cobaan pada diriku diperjalanan malahan segala aji-aji orang dapat dilumpuhkan bukan karena aku, tetapi karena ia Yang Maha Agung yang memberikan tawar ini kepadaku. Tidak salah kiranya apabila saya menyembah Dia Yang Maha Agung dengan tawar yang diberikannya padaku, agar berhasil membuat patung ini bernyawa. Dengan tekad yang ada padanya ini Datu Partawar menyembah menengadah keatas dengan mantra, lalu menyapukan tawar yang ada pada tangannya kepada patung. Tiba-tiba halilintar berbunyi menerpa patung. Sekitar patung diselimuti embun putih penuh cahaya. Waktu embun putih berangsur hilang nampaklah seorang putri jelita datang bersujud menyembah Datu Partawar. Datu Partawar menarik tangan putri, mencium keningnya lalu berkata : mulai saat ini kau kuberi nama Putri Naimanggale. Kemudian Datu Partawar mengajak Putri Naimanggale pulang kerumahnya. Konon kata cerita kecantikan Putri Naimanggale tersiar ke seluruh negeri. Para perjaka menghias diri lalu bertandang ke rumah Putri Naimanggale. Banyak sudah pemuda yang datang tetapi belum ada yang berkenan pada hati Putri Naimanggale. Berita kecantikan Putri Naimenggale sampai pula ketelinga Raja Panggana dan Baoa Partigatiga. Alangkah terkejutnya Raja Panggana setelah melihat Putri Naimanggale teringat akan sebatang kayu yang dipahat menjadi patung manusia. Demikian pula Baoa Partigatiga sangat heran melihat kain dan hiasan yang dipakai Putri Naimanggale adalah pakaian yang dikenakannya kepada Patung, Putri dipadang rumput. Ia mendekati Putri Naimanggale dan meminta pakaian dan hiasan itu kembali tetapi tidak dapat karena tetap melekat di Badan Putri Naimanggale. Karena pakaian dan hiasan itu tidak dapat terbuka lalu Baoa Partigatiga menyatakan bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Raja Panggana menolak malahan balik menuntut Putri Naimanggale adalah miliknya karena dialah yang memahatnya dari sebatang kayu.
Saat itu pula muncullah Datu Partawar dan tetap berpendapat bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Apalah arti patung dan kain kalau tidak bernyawa. Sayalah yang membuat nyawanya maka ia berada di dalam kehidupan. Apapun kata kalian itu tidak akan terjadi apabila saya sendiri tidak memahat patung itu dari sebatang kayu. Baoa Partigatiga tertarik memberikan pakaian dan perhiasan karena pohon kayu itu telah menajdi patung yang sangat cantik. Jadi Putri Naimanggale adalah milik saya kata Raja Panggana. Baoa Partigatiga balik protes dan mengatakan, Datu Partawar tidak akan berhasrat membuat patung itu bernyawa jika patung itu tidak kuhias dengan pakaian dan hiasan. Karena hiasan itu tetap melekat pada tubuh patung maka Raja Partawar memberi nyawa padanya. Datu Partawar mengancam, dan berkata apalah arti patung hiasan jika tidak ada nyawanya ? karena sayalah yang membuat nyawanya, maka tepatlah saya menjadi pemilik Putri Naimanggale. Apabila tidak maka Putri Naimanggale akan kukembalikan kepada keadaan semula. Raja Panggana dan Baoa Partigatiga berpendapat lebih baiklah Putri Naimanggale kembali kepada keadaan semula jika tidak menjadi miliknya. Demikianlah pertengkaran mereka bertiga semakin tidak ada keputusan. Karena sudah kecapekan, mereka mulai sadar dan mempergunakan pikiran satu sama lain. Pada saat yang demikian Datu Partawar menyodorkan satu usul agar masalah ini diselesaikan dengan hati tenang didalam musyawarah. Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mulai mendengar kata-kata Datu Partawar. Datu Partawar berkata : marilah kita menyelesaikan masalah ini dengan hati tenang didalam musyawarah dan musyawarah ini kita pergunakan untuk mendapatkan kata sepakat. Apabila kita saling menuntut akan Putri Naimanggale sebagai miliknya saja, kerugianlah akibatnya karena kita saling berkelahi dan Putri Naimanggale akan kembali kepada keadaannya semula yaitu patung yang diberikan hiasan. Adakah kita didalam tuntutan kita, memikirkan kepentingan Putri Naimanggale? Kita harus sadar, kita boleh menuntut tetapi jangan menghilangkan harga diri dan pribadi Putri Naimanggale. Tuntutan kita harus kita dasarkan demi kepetingan Putri Naimanggale bukan demi kepentingan kita. Putri Naimanggale saat sekarang ini bukan patung lagi tetapi sudah menjadi manusia yang bernyawa yang dituntut masing-masing kita bertiga. Tuntutan kita bertiga memang pantas, tetapi marilah masing-masing tuntutan kita itu kita samakan demi kepentingan Putri Naimanggale.
Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mengangguk-angguk tanda setuju dan bertanya apakah keputusan kita Datu Partawar ? Datu Partawar menjawab, Putri Naimanggale adalah milik kita bersama. Mana mungkin, bagaimana kita membaginya. Maksud saya bukan demikian, bukan untuk dibagi sahut Datu Partawar. Demi kepentingan Putri Naimanggale marilah kita tanyakan pendiriannya. Mereka bertiga menanyakan pendirian Putri Naimanggale. Dengan mata berkaca-kaca karena air mata, air mata keharuan dan kegembiraan Putri Naimanggale berkata : “Saya sangat gembira hari ini, karena kalian bertiga telah bersama-sama menanyakan pendirian saya. Saya sangat menghormati dan menyayangi kalian bertiga, hormat dan kasih sayang yang sama, tiada lebih tiada kurang demi kebaikan kita bersama. Saya menjadi tiada arti apabila kalian cekcok dan saya akan sangat berharga apabila kalian damai. Mendengar kata-kata Putri Naimanggale itu mereka bertiga tersentak dari lamunan keakuannya masing-masing, dan memandang satu sama lain. Datu Partawar berdiri lalu berkata : Demi kepentingan Putri Naimanggale dan kita bertiga kita tetapkan keputusan kita :
a. Karena Raja Panggana yang memahat sebatang kayu menjadi patung, maka pantaslah ia menjadi Ayah dari Putri Naimanggale.
b. Karena Baoa Partigatiga yang memberi pakaian dan hiasan kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Amangboru dari Putri Naimanggale.
c. Karena Datu Partawar yang memberikan nyawa dan berkat kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Tulang dari Putri Naimanggale.
Mereka bertiga setuju akan keputusan itu dan sejak itu mereka membuat perjanjian, padan atau perjanjian mereka disepakati dengan :
Pertama, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar akan menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dan mungkin terjadi dengan jalan musyawarah.
Kedua, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale dan turunannya kelak, Putri Naimanggale dan turunannya harus mematuhi setiap keputusan dari Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar.
Baoa Partigatiga yang menjadi amangboru Putri Naimanggale Nasiddah Pangaluan meminang langsung Putri Naimanggale untuk menjadi suami anak yang bernama Guru Hatautan, dan atas persetujuan mereka Guru Hatautan dan Putri Naimanggale Nasindak panaluan pun menikah dan merekapun mengadakan pesta ritual untuk pernikahan ini.
Setelah mereka sudah lama kawin sebelum perempuan itu hamil. Perempuan itu sangat lama mengandung. Selama mengandung terjadilah kelaparan di daerah itu. sesudah tiba saatnya, Nan Sindak Panaluan melahirkan dua orang anak kembar, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Kisah ini menjadi aib bagi masyarakat Batak Toba. Anak kembar dengan jenis kelamin berlainan membawa malapetaka pada masyarakat setempat dan sedini mungkin secepatnya dipindahkan. Kemudian Guru Hatautan dan istrinya Nan Sindak Panaluan memberi nama kepada kedua anak kembar itu sesuai dengan adat yang berlaku pada masa itu. Anak laki-laki itu disebut Si Aji Donda Hatautan dan anak perempuan itu disebut Si Boru Tapi Nauasan.
Sesudah acara atau upacara pemberian nama, tokoh-tokoh masyarakat pada waktu itu menganjurkan untuk memisahkan kedua anak itu. alasannya adalah bahwa kedua anak kembar itu tidak akan mengindahkan norma-norma dan hukum adat dikemudian hari. umumnya sikap dan sifat anak kembar tidak jauh berbeda satu sama lain. Atas dasar pandangan ini masyarakat setempat pada masa itu menghendaki kedua anak kembar itu dipisahkan. Lama-kelamaan anak itu berkembang dan tumbuh dewasa. Rasa cinta dan keakraban tumbuh tanpa disadari kedua orang tersebut.
Pada suatu ketika mereka saling berjalan ke hutan bersama seekor anjing. Rasa cinta yang tumbuh tanpa disadari bergejolak pada saat itu. mereka melakukan hubungan seksual (incest). Sesudah melakukan hubungan yang tabu itu mereka melihat pohon si Tau Manggule yang sedang berbuah. Mereka ingin memakan buah pohon itu. si Aji Donda Hatautan memanjat pohon tersebut dan memakan buahnya. Seketika itu ia melekat pada pohon itu. Kemudian SiTapi Boru Nauasan memanjat pohon tersebut dan memakan buahnya dan ia pun melekat juga pada pohon itu.
Menurut terjadinya tunggal Panaluan merupakan hukuman dari Dewa-dewi, karena kedua anak kembar tersebut melakukan hubungan badan yang tidak sepantasnya. Kedua anak tersebut melekat pada pohon yang sedang berbuah menandakan bahwa Siboru Tapi Nauasan telah mengandung dari kakaknya Si Aji Donda Hatautan.
Sesudah kedua insan itu melekat pada pohon tersebut, mereka berusaha melepaskan diri, namun mereka tidak berhasil. Anjing yang ikut bersama mereka saat itu pergi memberitahukan keadaan kedua insan itu kepada orangtuanya. Guru Guta Balian bersama dengan Datu datang ketempat mereka untuk melepaskan mereka dari pohon tersebut. Beberapa Datu yang lain yang datang kemudian ikut berusaha melepaskan kedua insan itu, namun mereka semua ikut melekat pada pohon Piu-piu Tunggale tersebut. Susunan personil pada Tunggal Panaluan itu adalah Si Aji Donda Hatautan, Siboru Tapi Nauasan, Datu Pulu Panjang Na Uli, Si Parjambulan Namelbuselbus, Guru Mangantar Porang, Si Sanggar Meoleol, Si Upar Manggalele, Barit Songkar Pangurura.
Mitos terjadinya Tunggal Panaluan diceritakan dengan bentuk ajaran yang dialnjutkan secara turun temurun. Unsur rasionalitas mitos tersebut ialah bahwa Tunggal Panaluan sungguh ada hasil karya seni ukir masyarakat Batak Toba.

12. Piso Halasan
Piso Halasan adalah pedang sakti yang berisikan :
“Yang tak mempunyai keturunan menjadi mempunyai keturunan sekaligus pisau Raja Sorimangaraja. Pisau Raja mendatangkan rejeki dalam kehidupan. Legenda Pisau Halasan:
Pada zaman dahulu seorang raja yang merantau ke kota Balige sudah lama tak mempunyai keturunan. Dengan demikian dia memanggil seorang anak sakti untuk menolong dia bagaimana caranya agar dia mempunyai keturunan. Maka anak sakti tersbeut menyatakan :
“Ambil besi dari dalam batu kemudian tempahlah besi tersebut dan buatlah pedangmu dan sebutlah namanya Piso Halasan, maka kau akan mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Dengan tulus hati Tuan Sorimangaraja melaksanakannya dengan menggunakan petir untuk memecahkan batu yang besar, diapun mendapatkan besi tersebut dan menempahnya menjadi pisau. Demikianlah asal-muasal Pisau Halasan.

13. Piso Tobbuk Lada
Piso Tombuk Lada adalah Pisau Kecil yang biasa digunakan untuk memotong dan mengiris ramuan obat.

14. Hujur Siringis
Hujur Siringis adalah sebuah tombak sakti yang biasa digunakan para panglima perang.

15. Tukkot Sitonggo Mual
Tukkot Sitonggo Mual adalah Tongkat sakti Siraja Batak yang mana pada zaman dulu dalam perjalanan apabila air tidak ada jika tongkat ini ditancapkan ke tanah maka mata air akan keluar.

16. Piso Solam Debata
Piso Solam Debata adalah sebuah pisau kecil Siraja Batak yang biasa dipakai oleh seorang Raja dan apabila dia berbicara atau memerintah, maka semua manusia akan menurut. Pisau ini hanya dipakai oleh seorang raja.

17. Piso Gaja Doppak
Piso Gaja Doppak ini adalah pisau pedang seorang raja yang mana apabila pisau ini dipakai, maka segala penghambat didepan, disamping, dibelakang akan jauh. Biasa pisau ini dipakai oleh Raja pada saat berjalan atau keluar daerah.

Kitab si Raja Batak (Kitab Pengobatan 1)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Pengobatan ( I )

Pada saat Mulajadi Nabolon kembali ke benua atas, Mulajadi Nabolon bersabda kepada Raja Ihat Manisia dan Siboru Ihat Manisia. “Jika kamu sekalian penghuni Benua Tengah hendak berhubungan dan bersekutu dengan kami penghuni Benua Atas, maka segala jenis sesajen yang hendak kamu persembahkan harus disusun rapi dan bersih serta diiringi dengan rasa penyampaian yang tulus dan suci. Sudah kuberikan kepadamu Hata Dua, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dan dirimu harus bersih dan suci". Bersumber dari ajaran tersebut Parmalim memberikan pelean atau sesajen suci dengan dihantar asap dupa dan air suci serta bersih tidak boleh makan daging babi dan anjing serta darah dan bangkai. Sebagai tindak lanjut ajaran tadi Ugamo Malim mempunyai rukun dan aturan yang dilaksanakan dan menjadi pedoman prilaku Parmalim antara lain :

1. Marari Sabtu,
Pada setiap hari sabtu atau samisara seluruh umat Parmalim berkumpul di tempat yang sudah ditentukan baik di Bale Partonggoan, Bale Pasogit di pusat maupun ruma Parsantian di cabang/daerah untuk melakukan sembah dan puji kepada Mulajadi Nabolon dan pada kesempatan itu para anggota diberi poda atau bimbingan agar lebih tekun berprilaku menghayati Ugamonya.

2. Martutuaek,
Upacara yang dilakukan di rumah umat yang mendapat kelahiran seorang anak, atau pemberian nama kepada anak. Anak yang baru lahir sebelum dibawa bepergian kemana-mana harus lebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air untuk memebrsihkan dan ini dilaksanakan membawa anak tersebut ke umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa. Kemudian baru dibawa ke dunia baru yaitu pasar dan diberi buah-buahan, manis perlambang hari depan yang makin manis. Setelah dirumah dilanjutkan lagi dengan upacara, bergantung pada kemampuan keluarga tersebut. Pada saat pulang dari pasar tadi, siapa saja diinginkan oleh keluarga si anak meminta buah-buahan bawaan si anak tadi sebagai perlambang bahwa si anak kelak akan bersifat maduma.

3. Mardebata,
yaitu upacara yang sifatnya individual dimana seorang melaksanakan upacara sendiri tanpa melibatkan orang lain. Ritual ini sendiri mempunyai tujuan ganda yaitu meminta keampunan dosa atau menebus dosa dan syukuran. Seseorang yang merasa dirinya menyimpang dari aturan patik perlu menyelenggarakan perdebatan sebagai sarana penebus dosanya. Bagi orang lain pardebataon itu mungkin pula untuk mewujudkan kaulnya.
Mardebata ini boleh pula melibatkan yang lain. Hal itu bergantung kepada yang mampu. Karena Mardebata itu boleh oleh orang seorang boleh oleh keluarga dan seterusnya. Jika upacara dibuat besar-besaran misalnya untuk mewujudkan niatnya harus dengan menyediakan sesaji dengan secukupnya dan boleh pula dengan dihantar gendang sabangunan serta diatur oleh tata upacara resmi sesuai dengan tata upacara dari Ihutan atau dari Uluan.
Upacara Mardebata ini bagi yang mampu nampaknya sudah seolah-olah pesta, karena undanganpun dapat pula dilaksanakan. Jadi jelas bergantung pada nazar dikandung oleh yang terlibat. Jika satu nenek moyang sudah berniat untuk memuja Mulajadi Nabolon dengan jalan Mardebata hal itu dapat dilakukan oleh satu nenek moyang itu.

4. Pasahat Tondi,
Upacara kematian dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah pengurasan jenazah menjelang pemakaman, kedua adalah pasahat tondi. Pemberangkatan jenazah dipimpin oleh Ihutan atau Ulupunguan dengan upacara doa : “Borhat ma ho tu habangsa panjadianmu”, Artinya : Berangkatlah engkau ke tempat kejadianmu. Satu minggu setelah pemakaman, keluarga yang ditinggal mengadakan pangurason tersemayamkan di rumah. Satu bulan setelah pemakaman, dilanjutkan dengan Upacara Pasahat Tondi yaitu upacara mengantar roh dalam hati harfiah. Tuhan menciptakan manusia atas dua bagian yaitu badan dan roh (pamatang dohot tondi). Apabila badan mati, toh tidak ikut mati, ia akan kembali kepada penciptanya, sesuai dengan pandangan ketuhanan Parmalim, bahwa “Ngolu dohot hamatean huaso ni Debata” artinya “kehidupan dan kematian adalah kuasa Tuhan. Upacara ini adalah upacara tonggo-tonggo atau dosa. Dapat dilakukan dengan sederhana dan dapat pula dilakukan dengan besar-besaran bergantung pada kemampuan keluarga yang ditinggal. Tentu dengan demikian sesaji harus terhidang dan upacara harus memenuhi keseluruhan tata tertib acara berdasarkan Ugamo Malim. Ini bulan berarti bahwa acara tidak boleh dibuat sederhana. Boleh dengan acara sederhana, yang pokok adalah bagaimana inti pasahat tondi itu harus terlaksana.

5. Mangan Napaet,
adalah upacara atau berpuasa untuk menebus dosa dilaksanakan selama 24 jam penuh pada setiap penghujung tahun kalender batak yaitu pada ari hurung bulan hurung. Upacara ini adalah bersifat umum dilaksanakan oleh setiap cabang atau ganup punguan. Perangkat dasar upacara ini selain pangurason dan pardupaon yang terpenting ialah makanan napaet, diramu dari beberapa jenis buah dan daun yang pahit, seperti daun pepaya, buah ingkir, babal, cabe rawit, jeruk bali muda dan gara.
Mangan Napaet dilakukan pada awal puasa dan pada akhir sebelum berbuka, sedangkan ritual dimulai jam. 12.00 tengah hari. pada saat semua jemaat berkumpul di parsantian atau dirumah Ihutan/Ulupunguan, upacara dasar dimulai berupa puji-pujian kepada Mulajadi Nabolon-Raja Nasiak bagi dan kemudian untuk mengingatkan hukumnya mangan napaet. Mangan Napaet dimulai dengan cara mengedarkan napaet tadi secara estafet. Mangan Napaet adalah merupakan pengabdian warga parmalim kepada Raja Nasiak bagi yang menderita untuk manusia. Dan juga arti mangan napaet adalah symbol kehidupan dari pahit menjadi manis, karena sudah mangan napaet akan diakhiri dengan mangan natonggi dan inilah permulaan hidup prilaku baru untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. setelah mangan napaet maka dilaksanakan pula upacara persembahan kambing putih kepada Mulajadi Nabolon.

6. Upacara Sipaha Sada,
Adalah merupakan upacara yang paling hikmad dan mengandung nilai religius yang paling dalam, bagi Umat Parmalim. Pelaksanaan upacara ini disambut gembira karena sehari sebelumnya Parmalim baru saja selesai mengadakan upacara mangan napaet yaitu satu cara upacara pembebasan manusia dari dosa.
Upacara Sipaha Sada adalah penyambutan datangnya tahun baru Ugamo Malim atau pada Sipaha Sada inilah pergantian tahun terjadi. Boleh dikatakan Sipaha Sada ini adalah tahun baru batak. Pada upacara ini pada umumnya seluruh orang batak melakukan dialog bathin. Dan hari berikutnya dinamai Suma. Pada hari itu diperingati hari lahir Simarimbulubosi. Upacara dipusatkan di Bale Pasogit. Upacara ini melakukan sesajen juga kepada Mulajadi Nabolon termasuk kepada ketiga wujud pancaran kuasa yaitu Batara Guru, Debata Sori dan Debata Balabulan dan seterusnya sampai kepada Raja Nasiakbagi dihantarkan dengan asap dupa, air suci dan dengan bunyi gendang sabangunan.
Upacara ini dilaksanakan bersama di Bale Pasogit. Dengan demikian semua umat Parmalim. Pada upacara ini dilaksanakan dengan tertib dan memang benar-benar tertib dan hikmad karena dianggap hari tersebut adalah memperingati kelahiran Tuhan.

7. Upacara Sipaha Lima,
Yaitu upacara dilakukan pada bulan kelima kelender Batak untuk menyampaikan puji-pujian kepada Mulajadi Nabolon termasuk kepada wujud Pancaran Kuasanya mulai dari Debata Batara Guru-Debata Sori dan Balabulan dan seterusnya kepada Raja Nasiakbagi, karena atas berkatnya semua mereka memperoleh rahmat, sehat jasmani dan rohani. Upacara ini disebut Upacara Kurban, karena sajian yang dipersembahkan adalah hewan kurban dari kerbau atau lembu.
Sajian pertama kepada Mulajadi Nabolon yang seterusnya diantar dengan asap dupa dan air suci dan dengan bunyi gendang sabangunan.
Penyelenggaraan upacara Sipaha Lima ditetapkan pada hari ke 12-13 dan 14 menjelang bulan purnama. Hari tersebut dinamakan Boraspati, Singkora dan Samisara berkisar antara bulan Juli-Agustus pada bulan Masehi. Upacara diadakan dengan sajian yang lengkap dilaksanakan dengan penuh khikmad tanpa syukur Parmalim kepada Tuhannya dan agar diberi keselamatan dan kesejahteraan pada hari-hari berikutnya.
Jika pandangan Batak Tua mengenai ketuhanan dikembangkan Parmalim dengan ugamo Malim, maka berikut ini yaitu oleh masyarakat Batak sekarang masih memperilakukan pandangan tersebut pada kehidupannya sehari-hari dalam bentuk budaya ritual. Untuk lebih memahami pendapat ini marilah kita mulai lagi melihat pandangan dan kehidupan masyarakat Batak dahulu dengan masyarakat Batak sekarang.
Lambang wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon adalah hembang atau bendera-bendera berwarna hitam diatas, putih ditengah dan merah dibawah dalam satu kesatuan yang disebut Debata Natolu. Warna Hitam adalah lambang Debata Batara Guru dari wujud pandang kuasa Mulajadi Nabolon dalam kebijakan atau hahomion. Artinya adalah bahwa pikiran manusia tidak mampu meneliti atau memikirkan kebijakan Mulajadi Nabolon.
Hahomion Mulajadi Nabolon itu dapat dialami tetapi tak dapat dipikirkan. Sebagaimana warna hitam pekat demikian pulalah gepalnya pikiran manusia atau kebijakan Mulajadi Nabolon. Manusia tidak dapat meramalkan dan meraba seperti gelapnya warna hitam, demikian pulalah dangkalnya dan gelapnya pikiran manusia tentang kebijakan Tuhan. Manusia tidak mampu untuk itu. oleh sebab itu lambang hitam dari Batara Guru adalah pertanda penyerahan diri kepadaNya.
Hanya terserah pada kebijakan Tuhanlah kehidupan manusia. Manusia tidak akan dapat berjalan pada warna hitam yang ketat, malam yang gelap. Maksudnya manusia tidak akan dapat berjalan di dunia ini oleh dirinya sendiri. Sebab itu berserah kepadaNya-lah dikemanakan hidup ini. Apalah arti manusia dibandingkan dengan Kuasa Agung yang dimilikiNya. Berserah kepada kebijakan Tuhanlah hidup ini karena Dialah kebenaran yang menetapkan kebijakan itu. jadi arti warna hitam pada lambing adalah berserah diri kepada kebijakan Tuhan atau berserah diri kepada hahomion ni Debata atau dengan kata lain : “Tung asi ni roha ni Debata ma”. Warna putih dari hembang adalah lambing Debata Sorisohaliapan sebagai wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon mengenai kesucian atau hahomion. Putih tidak dapat dibedakan. Dengan demikian dalam warna putih tidak terdapat perbedaan. Demikianlah Debata Sohaliapan bahwa pada diriNya tidak ada perbedaan maka sering dikatakan Putih ada perbedaan pada dirinya. Dia harus sama dengan yang lain. Apabila dia sudah sama dengan yang lain, dan itu pula-lah hukum kekuatan baginya dan dialah menjadi penguasa hukum kekuatan itu (habonaron).
Warna merah dari hembang adalah lambing Debata Balabulan sebagai wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon mengenai kekuatan. Balabulan adalah wujud kejadian kekuatan alam itu. merah adalah warna tanah atau rata dalam bahasa batak, merah itu adalah perlambang kegairahan untuk hidup. Justru kegairahan untuk hidup itulah maka timbul keberanian.
Seseorang yang berani ia tidak takut mati, maka sering kita dengar : “Mardomu di tano rara hita”. maksudnya mereka baru berjumpa setelah mati. Agar mati itu jangan sampai terjadi maka harus tetap kuat. Agar tetap kuat inilah dilambangkan dengan merah yaitu wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon menjadi kekuatan. Warna merah adalah perlambang kekuatan dan agar tetap kuat (hagogoon). Setiap manusia mengharapkan kekuatan ada padanya. Kekuatan itu belum sempurna apabila hanya untuk diri sendiri. Dan lebih tidak sempurna lagi apabila tidak diridhoi Tuhan. Apabila kita padu arti ketiga warna tadi, maka dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa hitam itu adalah kebijakan Tuhan, putih itu adalah kesucian Tuhan dari Tuhan, dan merah adalah kekuatan Tuhan (hahomion-hamalimon-hagogoon). Dengan melihat bendera atau lambang yang warnanya hitam diatas, putih ditengah dan merah dibawah, itu berarti menggambarkan kebijakan, kesucian dan kekuatan dari Tuhan. Artinya yang dilambangkan dalam bendera itu adalah Batara Guru sebagai wujud pancaran kuasa kebijakan, Debata Sorisohaliapan sebagai wujud pancaran kuasa kesucian dan Debatabulan sebagai wujud pancaran kuasa kekuatan dari Mulajadi Nabolon.
Lambang ini boleh dipisah-pisah seperti satu bendera tetapi dipacakkan berdekatan, dengan ketentuan hitam di kanan, putih ditengah dan merah dikiri. Kesimpulan arti lambang bahwa warna hitam – putih – merah merupakan kebijakan-kesuciannya dan kekuatannya tidak dapat dibandingkan, tidak bermula dan tidak akan berakhir dan mula segala yang ada. Ini adalah merupakan keyakinan orang batak pada umumnya dari dahulu sampai sekarang. Mengapa penulis berani mengatakan demikian, baiklah penjelasan berikut ini. Mungkin kita geli apabila diingat pada masa-masa kanak-kanak dahulu disuruh orangtua memakai boning menalu diikat ditangan jika ada wabah penyakit. Agar kita jangan dihinggapi penyakit, agar kita jangan dihinggapi penyakit, demikian pandangan kita waktu itu. kegelian hati kita sekarang inipun sebenarnya tidak berdasar karena sampai saat inipun kita semua dan masyarakatpun sehari-hari.
Bonang Manalu tiga benang masing-masing warna hitam atau biru, putih dan merah dipilin menjadi satu adalah symbol doa masyarakat batak merupakan keyakinan bahwa seseorang akan selamat apabila yakin bahwa tidak ada yang lebih kuat dari Tuhan Yang Maha Esa mula kebijakan, kesucian dan kekuatan itu. apabila saya memakai bonang manalu berarti saya telah yakin bahwa apapun yang akan terjadi baik pada saat ada wabah penyakit saya akan tetap selamat berkat kepercayaan saya yaitu Tuhan yang saya puja itu jauh lebih kuat dari kita seluruhnya. Saya yakin dan percaya bahwa saya akan tetap selamat berkat kepercayaan saya bahwa Tuhanku pemilik hahomion itu pemilik kesucian itu pemilik kekuatan itu adalah lebih kuat dari segala yang ada untuk melindungi saya.
Ulos yang masih dipakai orang batak dalam kehidupan ada adatnya adalah bonang manalu, warna pokok dari setiap ulos batak adalah hitam putih dan merah, sedang warna lain adalah variasi kehidupan. Justru inilah ritual ulos dalam adat batak. Symbol Tuhanlah yang tergambar dalam ulos batak. Mangulosi dalam adat batak adalah upacara ritual dan khikmadnya masih dapat dirasakan masyarakat batak. Gorga adalah bonang manalu perlambang doa masyarakat batak akan kekuatan Tuhan Yang Maha Esa mampu mengayomi manusia. Gorga itu dipakai pada rumah maka disebut ruma gorga. Penghuni Ruma Gorga akan tetap yakin bahwa mereka akan selamat-selamat berkat perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Gorma warna hitam-putih-merah dalam kehidupan orang batak bukan lah hiasan atau hiburan, tetapi adalah symbol keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Gorga dimana sajapun dipakai terutama pada solubolon selain dirumah adalah bermakna keyakinan tersebut. Hidup orang batak tidak dapat terlepas dari Bataraguru dari Debata Sorisohaliapan dan Debata Balabulan dalam arti kekerabatannya yaitu hahomion ni Debata. gambaran Bataraguru, gambaran Debata Sorisohaliapan dan gambaran Debatabulan terdapat pada kehidupan masyarakat batak dalihan natolu.
Justru dalihan natolu pandangan hidup orang batak adalah perwujudan kehidupan dan titisan dari banua ginjang. Dalihan Natolu adalah gambaran tersebut.bahwa hula-hula adalah titisan hahomion dari wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon yaitu Bataraguru. Hasuhuton namardongan tubu adalah titisan hamalimon dari wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon yaitu Debata Sirisohaliapan dan Boru adalah titisan kekuatan dari wujud pancaran kuasa v yaitu Debata Balabulan.
Kita tidak akan heran tetapi mungkin akan kagum bahwa ulos dari hula-hula lebih banyak hitamnya dari warna putih dan merah maka ulos hula-hula itu warna sibolang dan sitolu tuho. Demikian ulos dari hasuhuton atau yang dipakai hasuhuton namardongan tubu lebih banyak putihnya dari warna hitam dan merah maka ulos hasuhuton warna ragi idup. Tentu demikian pula ulos boru atau yang dipakai boru lebih banyak warna merahnya dari pada warna putih dan hitam maka ulos boru atau yang dipakai boru itu warna sadum dan warna mangiring. Perhatikan ulos parompa kebanyakan berwarna hitam-biru dan putih. Budaya batak cukup tinggi dan bernilai tinggi dalam kehidupan spiritual. Budaya itu akan tumbuh dan berkembang. Oleh sebaba itu masih perlu kita lihat hal-hal yang lama apa kaitannya dengan masa depan.
Salah satu dari yang lama itu misalnya mengenai sajian diperuntukkan kepada Mulajadi Nabolon dan Debata Natolu yaitu Bataraguru-Debata Sori dan Balabulan. Sajian untuk Nabolon dan Debata Natolu adalah kambing Putih dan kepada Bataraguru adalah manuk jarum bosi berarti warna hitam, kepada Debata Sori adalah manuk putih warna putih dan kepada Balabulan adalah manuk mira polin berarti warna merah. Bila pengertian bonang manalu telah kita ketahui beserta ulos gorga apakah arti dan makna sajian atau pelean dengan warna tadi yang diberikan kepada Tuhanh Yang Maha Esa. Dan apabila dibandingkan dengan pengertian pelean sekarang ini, apakah pelean yang diciptakan nenek moyang kita itu tidak sejajar dengan perkembangan zaman.

8. Tortor Pangurasan
Tortor Pangurason (Tari Pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut.

9. Tortor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan)
Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).Gbr dibawah.

10. Mangapus hoda miakan
Budaya ritual mangapus hoda miakan ini sangat jarang digelar sebab budaya ini digelar pada pesta pengukuhan siraja batak, ini digelar terakhir sekali pada pesta pengukuhan Raja Sisingamangaraja menjadi Siraja Batak dengan menggunakan makan kuda putih.

11.Tortor tunggal panaluan
Merupakan suatu budaya ritual ini biasa digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah. Gbr dibawah.

12. Mangalahat Horbo
Mangalahat Horbo termasuk budaya ritual yang sangat penting sebab setiap tahun dilaksanakan pada hari kelahiran raja, hatorusan acara ritual ini sekaligus memberi sesajen kepada Mulajadi Nabolon dan Debata Natolu agar setiap manusia jauh dari mara bahaya.
Budaya ritual mangalakat horbo ini merupakan kunci dari seluruh ritual budaya batak kepada Mulajadi Nabolon.

13. Bahan pengobatan ritual yang selalu harus dibutuhkan.
Dalam pengobatan tradisional batak tidak selamanya menggunakan tumbuhan. Ada juga menggunakan makanan dan budaya ritual dalam pengobatan batak, suku batak selalu menggunakan anggir dan daun sirih dari seluruh kegiatan pengobatan dan budaya ritual.

14.Pengobatan dengan budaya ritual penyucian
Pengobatan ini biasa dilakukan dengan memandikan para pasien ke dalam air yang mengalir dengan menggunakan anggir dan tumbuhan lain yang sifatnya bertujuan membuang penyakit dari tubuh si penderita. Biasanya setelah selesai dimandikan setibanya dirumah akan diberikan makanan berupa ayam bagi laki-laki dan ikan bagi para wanita dengan tujuan agar roh para penderita menyatu dengan badan. Sebab manusia yang sakit biasanya karena rohnya tidak berada di dalam jasad.

15. Ilmu Pelindung
Dalam Ilmu Pelindung ini biasanya orang mencintainya dengan tujuan agar manusia tersebut jauh dari mara bahaya dan sekaligus membangunkan roh-roh kekuatan yang ada pada tubuh kita.
Dalam memberikan ilmu pelindung ini biasanya si penerima dibersihkan dibungkus dengan kain 3 warna, merah, putih, hitam dengan harapan merah kekuatan, putih kesucian dan hitam kebijakan berdiam dan bangkit dalam dirinya dan darahnya, sambil air jatuh di kepala si penerima dan si pemberi saling memohon untuk ilmu perlindungan tersebut.

Kitab si Raja Batak (Kitab Pane Nabolon)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Pane Nabolon

Sejak zaman dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya. Parhalaan Batak adalah cerminan pane nabolon hukum alam terhadap setiap manusia.
Apa yang akan terjadi besok, kelak menjadi apa anak yang baru lahirkan , bagaimana nasib seseorang, barang hilang serta langkah yang baik bagi orang Batak sudah merupakan kebiasaan pada zaman dahulu kala demikian halnya dalam mengadakan pesta ritual segalanya lebih dahulu membuka buku parhalaan (Buku Perbintangan).
Kembali kepada Mithologi Siboru Deakparujar bahwa saudara kembar dari debata Sorisohaliapan adalah Tuan Dihurmijati yang disebut juga Panenabolon. Panenabolon dalam buku ini disebut Hukum Alam, dengan tanda yaitu cahaya ufuk yang mulai nampak pada hari senja dan malam hari. Panenabolon menurut mithologi berdiam diri tiga-tiga bulan pada satu desa, setelah itu berpindah ke desa yang lain. Menurut pengetahuan modern, bahwa perpindahan itu adalah gambaran peredaran matahari, tiga bulan dari khatulistiwa ke utara, kemudian tiga bulan dari Utara ke khatulistiwa dan kemudian dari khatulistiwa tiga bulan ke selatan dan seterusnya tiga bulan juga kembali ke khatulistiwa.

Parhalaan
Demikian seterusnya Panenabolon berjalan dan di dalam buku, disebut peredaran alam raya. Jalan pikiran yang terdapat pada mithologi Siboru Deakparujar tersebut adalah pengetahuan waktu tentang peredaran alam raya. Perjalanan Panenabolon menjadi sumber pengetahuan Batak Toba mengenai waktu, baru diperkaya kemudian dengan memperhatikan perbintangan dan bulan serta arah mata angin.
Memperlihatkan Panenabolon yang menjadi sumber peredaran matahari, peredaran bintang, peredaran bulan dan arah angin, maka tumbuh ilmu pengetahuan alam tentang waktu yang disebut : Parhalaan, baik mengenai tahun, bulan, dan hari, maupun mengenai pembagian waktu satu hari satu malam dan istilah-istilah untuk itu. hubungan pembagian waktu ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia yang bersifat ritual. Ilmu Nujum inilah yang menjadi Pola Umum berpikir Batak Toba saat itu. Yang membuat terbenamnya pola Umum berpikir itu sehingga pandangan Batak Toba mengenai waktu bergeser dari nilai yang semula bernilai positif, berobah menjadi ilmu meramal nasib manusia.
Sejak mithologi Siboru Deakparujar suku batak pada umumnya sangat gemar memperhatikan Panenabolon-cahaya ufuk yang nampak sejak senja sampai malam hari. Mengamati perjalanan Panenabolon membandingkan dengan tempat bintang-bintang di malam hari serta membandingkan pula dengan peredaran bulan dan matahari dan keadaan angin pada satu-satu waktu maka orang Batak membagi waktu.
Dari hasil pengamatan dan pengalaman itu, dapat diketahui bahwa peredaran alam raya ada kaitannya dengan kehidupan, baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini. Baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini, baik terhadap alam manusia dan hewani maupun terhadap alam tumbuh-tumbuhan. Oleh sebab itu Panenabolon dan perbintangan serta peredaran bulan dan matahari itu menentukan arah mata angin sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, maka pengamatan untuk semua itu adalah paling utama pada kegiatan sehari-hari.
Agar mereka dapat mengetahui kegiatan apa yang hendak dilakukan setiap hari pada waktu yang tepat. Maka para cerdik pandai batak itu membagi waktu pada keadaan yang tepat. Jika orang barat dalam hal ini yunani terutama Romawi mentransfer peredaran alam raya itu dengan teknik pengetahuan alam sebagai titik tolak pembuatan jam, maka orang batak masih terbenam pada pola umum, belum mampu mentransfer peredaran itu dengan teknik ilmu alam. Artinya, bahwa pembagian waktu itu masih tetap berdasarkan penglihatan atau pengamatan mata. Dari hasil pikiran dan pengamatan mereka dapat diketahui tentang pembagian waktu yang ditulis pada Bulu Parhalaan, Holi Parhalaan dan Pustaha Parhalaan seperti berikut ini.

a. Partaonan
Partaonan adalah pengetahuan akan tahun. Tahun Batak tidak diketahui berapa jumlahnya. Mungkin tidak ada satu peristiwa yang besar yang dialami suku batak yang menjadi titik tolak permulaan tahun. Atau jumlah tahun tidak perlu ada akibat dari pandangan tentang akhir zaman. Berdasarkan budaya spritual suku batak bahwa belum diketahui atau belum dijumpai tentang adanya akhir zaman. Yang ada adalah banua atas tempat orang-orang yang baik apabila sudah meninggal, Banua Tonga tempat atau dihuni seperti kehidupan sekarang ini dan Banua Toru adalah tempat atau dihuni orang-orang yang meninggal yang perbuatannya tidak baik.
Belum diketahui atau belum dijumpai pada budaya batak tentang akhir dari alam raya. akibat dari pandangan itu, mungkin pemikiran orang batak pembentuk gagasan itu, tidak perlu diadakan penarikan tahun batak. Yang paling utama pada mereka adalah masa depan yang lebih baik bagi generasi mereka. Maka perlu perbaikan berkelanjutan tentang pengamatan waktu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dan inilah yang masih dihayati suku batak bahwa anaknya adalah harta yang paling berharga baginya. Pertarikhan tahun batak belum diketahui, tetapi jumlah hari dan bulan pada setiap tahun ada pertambahan. Misalnya pada setiap enam tahun peredaran, ada bulan ketigabelas untuk menyesuaikan kepada tempat semula bintang-bintang di langit dimana bintang-bintang itu kembali ke tempat semula.
Sada taon artinya setahun, Tahun Batak terdiri dari duabelas bulan yang disebut sipaha maka nama-nama bulan batak itu dalam hal ini Batak Toba adalah :
1. Sipaha sada adalah bulan pertama
2. Sipaha dua adalah bulan kedua
3. Sipaha tolu adalah bulan ketiga
4. Sipaha opat adalah bulan keempat
5. Sipaha lima adalah bulan kelima
6. Sipaha onom adalah bulan keenam
7. Sipaha pitu adalah bulan ketujuh
8. Sipaha ualu adalah bulan kedelapan
9. Sipaha sia adalah bulan kesembilan
10. Sipaha sampulu adalah bulan kesepuluh
11. Li adalah bulan kesebelas
12. Hurung adalah bulan keduabelas
Permulaan tahun disebut sada kira-kira antara bulan maret dan april, bulan masehi dan akhir tahun disebut hurung kira-kira bulan antara februari dan maret bulan masehi.
Setiap bulan atau Sipaha terdiri antara 28 hari dan 30 hari dan nama-namanya seperti barikut ini :
1. Artia
2. Suma
3. Anggara
4. Muda
5. Boraspati
6. Singkora
7. Samisara
8. Antian ni aek
9. Sumani mangadap
10. Anggara sampulu
11. Muda ni mangadap
12. Boraspati ni tangkok
13. Singkora purnama
14. Samisara purnama
15. Tula
16. Suma ni holom
17. Anggara ni holom
18. Muda ni holom
19. Boraspati ni holom
20. Singkora mora turun
21. Samisara Mora turun
22. Antian ni anggara
23. Suma ni mate
24. Anggara ni begu
25. Muda ni mate
26. Boraspati na gok
27. Singkora duduk
28. Samisara bulan mate
29. Hurung
30. Ringkar
Hari pertama disebut artia hari terakhir dinamai ringkar. Jika diperhatikan nama-nama hari diatas, bahwa setiap tujuh hari ada perulangan nama artia. Hari pertama antiani aek hari kedelapan, tula hari kelimabelas dan antian ni anggara hari kedua puluh dua. Demikian pula samisara hari ketujuh, samisara purnama, hari keempat belas, samisara mora turun, hari kedua puluh satu, samisara bulan mate hari keduapuluh delapan, maka dapat diketahui bahwa setiap tujuh hari bulan, ada perobahan pada peredarannya. Sebagaimana diketahui bahwa nama-nama hari Batak adalah berdasarkan peredaran bulan. Untuk menyesuaikan nama bulan dan tempat semula perbintangan maka ada hari tambahan yaitu hari hurung hari kedua puluh sembilan dan ringkar hari ketiga puluh Batak Toba untuk mengetahui pandangannya tentang waktu.

Dari pengamatan peredaran matahari Batak Toba mengetahui apa arti sada ari sada borngin antara terbit dan terbenam disebut arian atau siang. Demikian pula halnya antara matahari terbenam dan kemudian terbit disebut borngin. Jadi pengertian arian-borngin adalah sada ari-sada borngin dan terbagi lima waktu yaitu :
1. Sogot = antara jam 05.00 Wib dan 07.00 Wib
2. Pangului atau Pangulihi = antara jam 07.00 Wib dan jam 1.00 Wib
3. Hos = antara jam 11.00 Wib dan jam 13.00 Wib
4. Guling = antara jam 13.00 Wib dan jam 17.00 Wib
5. Bot = antara jam 17.00 Wib dan jam 18.00 Wib
Pembagian waktu siang dan malam adalah sama seperti yang disebutkan di muka. Pembagian atas lima waktu masih dibagi atas penglihatan terhadap keadaan matahari dan kedalam alam pada malam hari sebelum matahari berikutnya terbit.
1. Binsar mata ni ari : sekitar jam 6 pagi
2. Pangului : sekitar jam 7 pagi
3. Turba : sekitar jam 8 pagi
4. Pangguit raja : sekitar jam 9 pagi
5. Sagang ari : sekitar jam 10 siang
6. Huma na hos : sekitar jam 11 siang
7. Hos atau tonga ari : sekitar jam 12 siang
8. Guling : sekitar jam 13 siang
9. Guling dao : sekitar jam 14 sore
10. Tolu gala : sekitar jam 15 sore
11. Dua sagala : sekitar jam 16 sore
12. Sagala : sekitar jam 17 sore
13. Sundut atau mate mataniari : sekitar jam 18 sore
14. Samon : sekitar jam 19 malam
15. Hatiha mangan : sekitar jam 20 malam
16. Tungkap hudon : sekitar jam 21 malam
17. Sampe modom : sekitar jam 22 malam
18. Sampe modom na bagas : sekitar jam 23 malam
19. Tonga borngin : sekitar jam 24 malam
20. Haroro ni panangko : sekitar jam 1 malam
21. Tahuak manuk sahali : sekitar jam 2 malam
22. Tahuak manuk dua hali : sekitar jam 3 malam
23. Buhabuha ijuk : sekitar jam 4pagi
24. Andos torang atau torang ari : sekitar jam 5 pagi

Pengamatan terbit dan terbenam matahari dan memperhatikan letak bintang-bintang di langit serta mengemati cahaya ufuk Panenabolon dan membandingkannya dengan keadaan angin dan cuaca orang Batak membagi arah mata angin yang disebut Desa na ualu.

Kitab Si Raja Batak (Kitab Boru Debata-Biru)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Boru Debata - Biru

Kitab ini berisikan tentang kehidupan wanita hingga memperoleh anak termasuk para putri titisan Allah juga mengenai para ratu air.

Laklak Boru Debata (Kitab Putri Mulajadi)
Selama satu tahun, manuk-manuk hulambu jati mengeram tiga ruas bambu, kemudian dari tiga ruas bambu tersebut keluarlah tiga orang wanita yang bernama :
1. Siboru Porti Bulan
2. Siboru Malinbindabini
3. Siboru Anggasana
Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon bersabda : “ Wahai engkau Siboru Porti Bulan kawinlah engkau dengan Batara Guru ! , engkau boru Malimbindabini kawinlah engkau dengan Debata Sori ! , engkau Siboru Anggasana kawinlah engkau dengan Debata Bulan " ! " Aku akan memberitahukan kepada kalian bagaimana terjadinya manusia selama sembilan bulan dalam kandungan ibu dan tiga bulan di kandung ayah. Jika delapan bulan dalam kandungan ibu, maka empat bulan dikandung ayah, sebab terjadinya manusia harus setelah tiga kali Panenabolon singgah di empat desa mengelilingi bumi ini, lalu aku akan memberikan kuasa kepada kalian agar menguasai air beserta isinya. Uruslah anak-anakmu kelak dan bantulah manusia yang tidak mempunyai keturunan". Pada jaman dahulu kala dokter spesialis kandungan belum ada. Yang ada hanya dukun beranak (Sibaso Nabolon) yang mengurus sejak dikandungan sampai dilahirkan.

1. Kodrat Kandungan
Menurut orang batak, khususnya Ugamo Malim terjadinya manusia menjalani rentang waktu selama dua belas bulan. Di dalam kandungan ibu hanya sembilan bulan, dimanakah tiga bulan lagi? Menurut orang batak yang tiga bulan lagi dikandungan ayahnya, sebab jika tidak bersemayam dalam kandungan ayahnya selama tiga bulan, bagaimanapun si ibu tidak akan mengandung.

Terjadinya manusia dalam sembilan bulan.
Bulan I
Benih tiga bulan dalam kandungan Ayah Benih kejadian dalam Ibu
Roh dari Rohani bercampur dengan Roh Jasmani ditambah kodrat Mulajadi berdiam dibumi suci di rahim ibu.
Bulan 2
Telah bertambah Debata na tolu dibumi suci mendapat getaran,
Jika sudah ketemu berbentuk.
Bulan 3
telah berada dalam bumi suci, dan sudah dapat berdenyut. Tambahan Debata na tolu masuknya warna merah, putih, hitam
Bulan 4
Pada bulan keempat, sudah dalam proses pembentukan kulit. Pada saat ini Ibu mulai merasa mual, karena sudah mulai bergerak.
Bulan 5
Pada bulan kelima proses terjadinya otak manusia dalam bumi suci.
Bulan 6
Proses bulan keenam adalah proses terjadinya urat manusia dan sudah mulai bergerak.
Bulan 7
Pada bulan ketujuh proses terjadinya tulang.
Bulan 8
Pada bulan kedelapan bayi sudah hampir rampung dan sudah mulai bolak-balik, serta mulai terjadinya rambut.
Bulan 9
- Proses pemisahan air ketuban
- Proses pemisahan bungkus
- Proses pemisahan tali-tali
- Proses pemisahan darah pengiring maut
- Dan tinggal menunggu hari lahirnya.

Setelah sembilan bulan dalam kandungan maka bayi tersebut mulai berputar, selama tujuh hari, tiba pada hari ketujuh setelah bayi tersebut berputar tujuh kali, maka pintu bumi pun terbuka dan bayi tersebut keluar kemudian menangis memulai hidup ke zaman mulia.
Perlu kita ketahui bahwa selama hidup hanya satu kali kita bisa lihat wujud roh manusia yaitu ARI-ARI.

2. Asal Kesempurnaan Hidup
Oleh sebab itu maka kita harus mengetahui adanya manusia sempurna pada keadaan yang sejati, seperti sang makhluk yang pulang pada zamannya. Jika telah terdesak dialamnya sendiri dan telah berwujud satu, maka akan lahir kedunia setelah :
- Cahaya gemilang turun kepada bayi.
- Budi turun pulang kepada adjsan
- Raksa turun pulang kepada miral
- Rupa turun pulang kepada arwah
- Warna turun pulang kepada wasdayat
- Bau turun pulang kepada wahdat
- Angan turun pulang kepada hadijat
- Hidup turun pulang kepada insan

Insan sempurna terang benderang dari kodrat Debata Natolu adalah pria dan wanita. Manusia yang sempurna didalam hidup di bumi suci setelah memiliki :
- Kulit - Rambut
- Otak - Daging
- Urat - Darah
- Tulang - Sumsum

adapun empat saudara kelima darinya dalam wujud adalah :
- Air tuban
- Bungkus
- Temburi (Ari-ari)
- Darah pengiring budak
- Pancar ( telah sempurna kepada kodrat Yang Maha Mulia selama-lamanya )
- Hitam bernyala merah
- Merah bernyala kuning
- Kuning bernyala putih
- Putih bernyala murni
- Kulit bernyala daging
- Kulit bernyala tulang
- Tulang bernyala kawat (urat)
- Urat bernyala cahaya ( kata nujum manusia sempurna di bumi suci )

Kitab si Raja Batak (Kitab Debata Sorisohaliapan)

Raja Batak (Yayasan Pusuk Buhit Sakti)
Kitab Debata Sorisohaliapan

Debata Sori Sohaliapan adalah pancaran kesucian Allah. Kitab ini berisi tatanan hidup manusia, mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan sesuai dengan titah dan peraturan sesuai dengan budaya masing-masing. Hampir seluruh agama yang ada di dunia berasal dari kitab ini. Isi kitab adalah :

Laklak Debata sori (Kitab Debata Sori)
Debata Sori adalah cerminan kegemaran Mulajadi Nabolon yang berlambang putih. Mulajadi Nabolon bersabda kepada Debata Sori Murni, Sori Tenang, Sori Benar dan jagalah manusia kelak, jagai seperti ladang padi yang hendak panen, jagai seperti bayi, gembalakan seperti kerbau penghuni benua ini dan engkaulah yang punya gendang tujuh perangkat, yang menimbang kata-kata dan perbuatan yang salah berikat kepala merah, punya pisau si dua mata pemberi hukum dan pemberi titah kepada manusia.
Jika kita baca isi kitab ini bahwa Debata Sori adalah pemberi jalan kehidupan dan penghukum manusia yang salah maka agar manusia jangan jatuh kedalam dosa maka dari kitab ini lahirlah agama batak yang mengajari apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh diperbuat. Dan engkaulah yang membuka mata manusia yang punya baju putih dan kuda putih.

DASAR AGAMA
Ajaran kepercayaan Ugamo Batak yang diberikan lisan, antara lain :
Memuji Tuhan Debata Mulajadi Nabolon – Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja, sayang sesama manusia, rajin bekerja untuk penghidupan badan (jasmani) dan menuruti perintah Raja.Jangan mencuri, tidak boleh membunuh dan berzinah.
Jangan mengolok-olok dan membuat fitnah pada orang lain dan jangan sesatkan orang buta.
Tidak boleh mengambil riba dari harta benda dan uang yang dipinjamkan kepada sesama.
Jangan sekali-kali memandang hina yang berpakaian buruk dan bertopi karung, sebab Raja Nasiakbagi dan Sisingamangaraja adakalanya mencobai perhatian dari para Parmalim, datang menyamar diri dengan pakaian yang begitu rupa.Wajiblah selalu mengucapkan dengan perkataan yang hormat kepada bangsa laki-laki, “Amang” dan kepada bangsa perempuan “Inang”.Memberitahukan dari hal yang bakal terjadi, dan yang bakal kejadian.
Tujuan penghayatan ajaran kepercayaan ugamo batak adalah menuntun, membimbing hidup dan perikehidupan manusia di dunia dan memperoleh kehidupan abadi di akhirat yang disebut “Hangoluan ni tondi di Banua Ginjang”.Patik ni Ugamo Batak adalah ajaran kepercayaan Ugamo malim dan aturan ni Ugamo batak adalah tata upacara pelaksanaan penghayatan dari kepercayaan Ugamo malim. Adalah suatu kewajiban untuk mengakui kesalahan dan dosa, dan memohon keampunan dari Tuhan Yang Maha Esa serta bergiat melaksanakan kebaikan bekal yang banyak untuk kehidupan abadi. Kepercayaan Ugamo Malim, percaya akan adanya kehidupan dunia. Tujuan itu tersirat dalam ajaran patik dalam bahasa abatak, disebutkan “Marpanghirimon do namangoloi jala namangulahon patik ni Debata nadapotsa do sogot hangoluan ni Tondi asing ni ngolu ni diri on”.
Maksudnya :
“Mereka yang mematuhi dan melaksanakan Hukum Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai harapan kelak memperoleh kehidupan yang abadi selain dari kehidupan dunia ini”.
1. Pengetahuan Tentang Ketuhanan Yang Maha Esa
Mulajadi Nabolon adalah Tauhan Yang Maha Esa yang menjadikan bumi dan langit dengan segala isinya. Tuhan Yang Maha Esa adalah pemilik bumi dan langit semesta alam yang senantiasa aktif mengatur semua ciptaannya. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan menusia menghuni bumi ini, dan kepada manusia telah dijadikan sumber kehidupan manusia.
Kepercayaan Ugamo Malim dan bangsa batak umumnya dalam mengucapkan nama Mulajadi Nabolon harus diawali dengan Ompu atau Ompung. “Ompu Mulajadi Nabolon” atau “Ompung Debata Mulajadi Nabolon”. Mulajadi Nabolon adalah “asal mula” (Mulajadi), “Yang Maha Benar (Mabolon). Sebutan Ompu atau Ompung adalah untuk meluhurkan / memuliakan dalam kedudukan yang “Paling tinggi derajatnya”. Dalam struktur Adat Batak, panggilan “Ompung” diberikan kepada ayah dan ibu dari pada orangtua kita. Panggilan ini sangat didambakan orang batak melalui keturunannya langsung. a. Kedudukan Tuhan Yang Maha Esa
Disadari dan diyakini, bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ada dan mutlak, bertempat di Hebangan Panjadion (Singgasana Penciptaan) yang juga disebut Banuwa Gunjang (Tempat Yang Maha Tinggi), dan keberadaannya kekal selama-lamanya.
Tonggo-tonggo dalam ugamo malim yang harus diucapkan setiap doa peribadatannya mengajarkan bahwa setiap umat manusia harus bersembah sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan bumi dan langit dengan segala isinya yang menjadikan manusia dengan segala keberadaannya di bumi ini. Tuhan Yang Maha Esa dalam kedudukannya memberi Rohnya kepada manusia untuk menuntun hidup manusia sesuai dengan kehendaknya.
Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat kepada manusia dan semua ciptaannya. Manusia diwajibkan mempersembahkan Puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui persembahan / pelean. Kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia memohon keampunan dosa, memohon hiburan bagi yang berduka cita, memohon keringanan atas beban hidup, memohon kesembuhan dari penyakit yang diderita dan memohon kecerahan pikiran bagi yang selalu dibaluti kekalutan.
Tuhan Yang Maha Esa memohon bahwa hidup matinya adalah kehendaknya, semoga kelak arwahnya mendapat berkat kehidupan yang kekal di Singgasananya. Ini yang disebut “Tumpal Hangoluan”.
b. Sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa
Dari doa ritual (Tonggo-tonggo) kepercayaan Ugamo Malim tersirat, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Maha Kuasa, Maha Pemurah, Maha Mengetahui, Maha Pengampun, Maha Adil, Maha Kuat, Maha Bijaksana, Maha Agung dan Maha Mulia.

c. Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa
Atas kuasa dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan Rohnya menitis kepada manusia untuk menjadi pemimpin, pembimbing dan penuntun hidup dan perikehidupan manusia agar berjalan sesuai dengan kehendaknya. Tuhan Yang Maha Esa, Maha menentukan hidup atau Maha bagi segala ciptaannya. Kuasa tersebut pertama diciptakannya di tempat Yang Maha Tinggi (Banua Ginjang), yang terdiri dari :
1) Bataraguru
2) Sorisohaliapan
3) Balabulan

Tiga kuasa ini disebut : Debata Natolu. Tiga kuasa Tuhan Yang Maha Esa adalah paduan kedudukan, sifat-sifat dan kuasa yang mengatur hidup alam semesta ciptaannya.
1) Hukum Keadilan, Hukum Kerajaan, Kebijaksanaan, Pengetahuan, Keabadian diberikan kepada manusia adalah bersumber dari Bataraguru dilambangkan dengan warna Hitam.
2) Hukum Kesucian, kebenaran, Kemuliaan diberikan kepada manusia dan dilambangkan dengan warna Putih.
3) Kekuasaan, Kekuatan, Kesahalaan – Hasaktion (Kesaktian), Pemilik para malaikat, diturunkan kepada manusia dan berada diantara umat manusia, dilambangkan dengan warna Merah.
Dari tempat yang Maha Tinggi, Tuhan Yang Maha Esa mengutus Nagapadohaniaji menguasai Tanah/Bumi dan Boru Saniangnaga menguasai Air. Titisan Kuasa Tuhan Yang Maha esa kepada umat manusia dimuliakan dalam setiap doa ritual kepercayaan ini. Doa ritual (Tonggo-tonggo) tersebut secara berurutan adalah :
a) Mulajadi Nabolon – Tuhan Yang Maha Esa b) Debata Natolu
c) Siboru Deakparujar
d) Raja Hatorusan
e) Nagapadohani Raja)
f) Boru Saniangnaga
g) Patuan Raja Uti
h) Tuhan Simarimbulubosi
i) Raja Naopatpuluopat (44)
j) Sisingamangaraja
k) Raja Nasiakbagi

2. Ajaran tentang Manusia

a. Asal Mula Manusia
Kepercayaan Ugamo Malim mengakui dan mempercayaai sesuai dengan mitologi Batak Kuno bahwa asal mula manusia adalah dari hasil perkawinan putera dan puteri dari Banua Ginjang (tempat Yang Maha Tinggi), yaitu Raja Odapodap dengan Boru Deakparujar, yaitu seorang putera dan seorang puteri yang lahir kembar.
Setelah mereka dewasa, Tuhan Yang Maha Esa berkenan turun dari banua ginjang untuk menjodohkan mereka menjadi suami istri, dan kepada mereka diberi hidup menghuni bumi ini dengan syarat bahwa mereka harus senantiasa melakukan hubungan dengan Tuhan yang Maha Esa melalui persembahan suci disebut “Pelean” dan dilarang agar tidak memakan daging babi, anjing, darah, dan yang kebangkaian atau yang tercemar uap bangkai. Atas kuasa yang diterima mereka berdua dapat melaksanakan kehendak dan menjauhi larangan Tuhan ini, dan kepada keturunannya “Sabda” ini diteruskan, dan merupakan amanah yang disebut “Tona”. Dalam mitos itu disebutkan bahwa Boru Deakparujar dan raja Odapodap kembali bersama dengan Mulajadi Nabolon ke tempat Yang Maha Tinggi. Akan tetapi karena kecintaan menempatkan Boru deakparujar di Bulan dan Raja odapodap bertempat di Matahari.

b. Struktur Manusia
Pada awal kehamilan Ibunda Boru Deakparujar disebutkan bahwa yang lahir adalah seperti gumul (bulat). Mulajadi Nabolon menitahkan kepada Boru Deakparujar agar yang lahir nanti harus dikubur karena itulah yang akan menyempurnakan bumi di tempa (ditopa). Rambutnya menjadi tanah liat, tulang-tulangnya menjadi batu-batuan, dan darahnya akan merekat ke bumi ini. Kelahiran yang kedua adalah Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia yang akan menjadi suami istri sebagai awal keturunan manusia.
Tondi dan sahala serta akal pikiran manusia menjadi satu dalam ujud jasmani manusia yang terdiri dari darah, gading, ate-ate, pusu-pusu (jantung) adalah merupakan penggerak bagi manusia manusia untuk berkemampuan dalam melaksanakan tugas kehidupan sesuai dengan sabda Tuhan Yang Maha Esa.
Secara fisik (daging, tulang dan darah), secara mental yaitu roha (pikiran), ate-ate (hati), pusu-pusu (jantung), diri (pribadi) dan gogo (kemampuan) ditambah lagi dengan tondi (roh) dan sahala (kharisma), maka manusia adalah ciptaanNya dialam semesta ini. Pada hakekatnya manusia masih tetap lemah dan tidak berarti bila dibandingkan dengan Kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

c. Tugas dan Kewajiban Manusia
Dengan kesempurnaan penciptaan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia, tujuannya adalah untuk menghuni bumi ini, dan menyembah kepadaNya untuk selama-lamanya. Tuhan menyediakan segala kebutuhan hidup manusia pada alam, dan Tuhan memberikan poengetahuan dan kemampuan untuk memanfaatkan alam ini untuk kelangsungan hidupnya.
Melaksanakan hukum (kehendak) Tuhan, menyembah dan memuji Namanya dalam keadaan apapun adalah kewajiban manusia. Bahawa hidup dan matinya manusia adalah atas kuasa Tuhan yang Maha esa. Itu disebutkan dengan tegas dalam lapatan ni patik : “Ngolu dohot hamatean Huaso I Debata”. Kewajiban ini diurai dalam aturan-aturan Ugamo Malim dalam kehidupan Parmalim, sejak mulai lahir sampai ajal tiba (kematian) dituntun dalam aturan ini, yaitu :
1)` Martutuaek (kelahiran)
2) Pasahat Tondi (kematian)
3) Marari sabtu (peribadatan setiap hari sabtu)
4) Mardebata (peribadatan atas niat seseorang)
5) Mangan Napaet (peribadatan memohon penghapusan dosa)
6) Sipaha Soda (peribadatan hari memperingati kelahiran Tuhan Simarimbulubosi)
7) Sipaha Lima (peribadatan hari persembahan pelean kurban)

Selain dari aturan pokok ini, ada lagi aturan yang wajib dilaksanakan sesuai dengan situasinya, yaitu :
1) Pamasumasuon (pemberkatan dalam perkawinan)
2) Memandikan jenasah
3) Manganggir (penerimaan anggota baru)
4) Marpangir (apabila melalui keadaan yang dinilai kotor, dan bagi wanita yang selesai haid)
5) Membaca doa bila hendak mandi, memotong hewan, menggali tanah untuk kuburan, dan lain-lain.
Kewajiban lainnya yang utama ialah menata hidup dan perilaku yang luhur dalam pengabdian diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa melalui kepatuhan melaksanakan hukum dalam ugamo Malim yaitu Patik Ni Ugamo Malim. Patik ini meemrintahkan manusia untuk selalu menyembah Tuhan, menghormati Raja, mencintai sesama manusia dan giat bekerja. Hasil atau buah dari pekerjaan yang tidak bertentangan dengan larangan Patik Ni Ugamo Malim, dimanfaatkan untuk memuji Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja dan mencintai sesama manusia.

d. Sikap Terhadap Sesama Manusia
Ajaran kepercayaan Ugamo Malim dalam Patik Ni Ugamo Malim menyebutkan : “Haholongan dongan jolma”. Adalah kewajiban untuk saling mencintai sesama manusia. Itu dipertegas lagi dalam lapatan Ni Patik yang menyatakan : “Songon holong ni rohaniba didiriniba, songon ima holong ni roha tu dongan”. Artinya : “Bahwa kita wajib emncintai sesama sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Manusia adalah sama derajatnya dan martabatnya terutama dihadapan Tuhan Sang Pencipta. Perbedaan suku, bangsa, daerah, bahasa dan budaya adalah atas kehendak Sang Pencipta. Manusia memandang dirinya secara utuh akan menyadari makana Patik, bahwa pada dasarnya manusia adalah sama.
Untuk menumbuhkan rasa sesama manusia diajarkan dalam kepercayaan Ugamo Malim sebagai berikut :
Unang holan diri niba sinarihon, ia naringkot di dongan ndang pinarrohahon”, yang artinya : agar jangan hanya mementingkan diri sendiri, sedangkan kepentingan orang lain diabaikan. Larangan ini secara lengkap diuraikan dalam Patik Ni Ugamo Malim yang disebut dengan “Pinsang-pinsang (Maminsang)”.
Melaksanakan ajaran “Holong” dengan menjauhkan semua larangan-larangan akan mewujudkan “Saling mencintai, mengasihi, menghargai dan saling menghormati” yang akan bermuara kepada “kedamaian dan kesatuan”.
e. Tujuan Hidup Manusia
Kebahagiaan dunia lahir bathin adalah suatu cita-cita hidup manusia di alam dunia ini. Beragam usaha dilaksanakan untuk mengggapai harapan-harapan ini, namun sampai kapanpun manusia tidak kunjung memperolehnya. Hidup selalu resah, gelisah dan tidak pernah merasa puas.
Ajaran kepercayaan Ugamo Malim menetralisir keadaan ini agar hidup bisa menjadi tenang dan menikmati hidup dengan rasa terima kasih (syukur) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa makna dari kehidupan itu adalah penyerahan diri secara utuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhir dari pada kehidupan manusia adalah kembali menyatu kepada Sang Pencipta.
Kepercayaan Ugamo Malim, menyatakan bahwa tujuan manusia (Parmalim) adalah :
1) Manopoti dosa dohot mangido pasu-pasu yang artinya : memohon keampunan dosa dan memohon berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mangalului Hangoluan ni tondi, yang artinya : memperbanyak pengalaman dalam hidup untuk kelak menjadi bekal dalam kehidupan yang abadi (di luar kehidupan jasmani ini).
3. Ajaran Tentang Alam Semesta
Alam semesta adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Proses terjadinya manusia berkaitan dengan penciptaan Tuhan atas bumi (mayapada) ini melalui tangan ghaib Siboru Deakparujar. Kepada Siboru Deakparujar diberi Tuhan ilmu pengetahuan selama proses penciptaan bumi ini melalui tanda-tanda di alam raya seperti : matahari, bulan dan bintang.
Terjadinya pergantian musim, pergantian tahun, pergantian bulan dan pergantian hari semua diberikan Tuhan Yang Maha Esa melalui peralihan benda-benda langit. Tanda-tanda ini bagi kepercayaan Ugamo Malim menjadi patokan untuk menentukan hari-hari baik, bulan baik dan saat melaksanakan upacara penghayatan yang bersifat umum diluar hari sabtu yang telah menjadi patokan yang tetap.
Alam semesta adalah sebagai wujud keberadaan Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dilihat, dapat dinikmati oleh umat manusia. Menghormati dan menghargai serta menikmati alam semesta ini adalah perwujudan kecintaan, pemuliaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bumi dan air adalah tempat manusia sekaligus sebagai sumber hidup manusia. Memanfaatkan bumi dan air untuk kepentingan manusia harus menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan dan menyampaikan kuasa menjaganya kepada Nagapadohaniaji (bumi) dan Boru Saniangnaga (Air).
Kepercayaan Ugamo Malim memberikan tuntunannya agar setiap memanfaatkan tanah (bumi) untuk kepentingan manusia terlebih dahulu menyatakan penghormatan kepada Nagapadohaniaji, dan pemanfaatan air menyatakan penghormatan kepada Boru Saniangnaga, dengan pernyataan bahwa “kami bukan hendak merusak”. Merusak bumi akan berakibat “petala” bagi manusia dan merusak air juga akan berakibat “petaka” bagi manusia.
4. Ajaran Tentang Kesempurnaan Hidup
Sabda pertama dan yang utama dari Mulajadi Nabolon Tuhan Yang Maha Esa, ketika mempertemukan Siraja Ihat Manisia dengan Siboru Ihat Manisia dalam ikatan perkawinan dan berlaku untuk keturunannya (umat manusia) pada hakekatnya adalah bahwa Tuhan Yang Maha Esa sangat mencintai manusia dan memberikan bumi (alam) untuk kepentingan kehidupan menusia dengan dibekali akal, pikiran dan perasaan. Agar manusia selalu mengingat hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui jiwa yang bersih, tulus dan suci serta dengan pernyataan melalui persembahan (pelean) yang bersih dan suci. Larangan-larangan Tuhan Yang Maha Esa agar selalu dihindari/dipantangkan untuk dilaksanakan.
Dalam setiap upacara persembahan/menyembah Tuhan Yang Maha Esa dalam kepercayaan Ugamo Malim dilaksanakan dengan mempersiapkan pelean. Tujuh macam upacara penghayatan Parmalim mempunyai tata cara tersendiri dalam penataan pelaksanaannya. Tetapi dalam semua upacara ini ada yang tidak bisa tinggal yaitu “Pangurason” (Air Suci Pengurapan) dan “Daupa” (bahan dari kemenyan untuk dibakar). Daupa dan Pangurason adalah Pelean yang utama. Melaksanakan penghayatan harus didasari “Niat”, dalam bahasa Batak disebut “Sangkap”. Niat ini dapat terlaksana apabila pikiran, hati, jantung, diri/pribadi dan kemampuan telah menyatu, bulat, kokoh serta bersih. Secara jasmaniah harus membersihkan diri dari keadaan dan perbuatan yang dapat menimbulkan “Haramunon” (haram) Penghayatan tidak hanya dalam upacara peribadatan, tetapi diajarkan dalam setiap saat penghayatan itu berlaku selanjang hidup manusia. Ini menimbulkan sikap dan perilaku yang selalu terjaga dan terbimbing. Dalam istilah kepercayaan Ugamo Malim disebut dengan “Marsolam diri dan Marsolam ngolu”, yang pada akhirnya akan mencapai tingkat “Marsolam tondi”. Artinya : dalam menghadapi keadaan yang bahkan merenggut nyawa sekalipun tidak akan membuat kedukaan. Patik Ni Ugamo Malim mengejarkan agar senantiasa “memuji/menyembah Tuhan Yang Maha Esa, mensyukuri segala pemberianNya (AsiasiNa). Pahit atau manis, senang atau susah, kaya atau miskin, berbahagia atau berdukacita, sehat atau sakit, bahkan matipun semuanya adalah atas kehendakNya. Patik ini bila digolongkan, ada 5 bagian yaitu :
a. Bagian pertama disebut Marsuru (menyuruh/wajib). Patik menyuruh/mewajibkan agar selalu menyembah Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja, mencintai sesama manusia serta rajin/giat bekerja agar mempunyai kemampuan memuji Tuhan, menghormati Raja dan mencintai sesamanya.
b. Bagian kedua disebut Meminsang (melarang). Patik maminsang/melarang agar jangan mencuri, jangan berzinah/memfitnah, jangan membunuh, mengolok-olok, jangan menghina pada orangtua, jangan menyesatkan orang buta, mentelantarkan fakir miskin, jangan memandang hina kepada orang yang berpakaian compang camping, jangan mengambil riba dari harta dan uang yang dipinjamkan pada sesama.
c. Bagian ketiga disebut Paingothon (mengingatkan). Patik mengingatkan bahwa jangan hanya di waktu senang, kaya, beruntung, dan saat kamu menyembah Tuhan. Tetapi dalam keadaan susah, miskin, merugi dan sakit, bahkan sampai akhir hayat harus selalu menyembah/memuji Tuhan.
d. Bagian keempat disebut Panandaion (mengenal/mengetahui). Patik mengenalkan/memberitahukan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah menjadikan langit dengan segala isinya, menjadikan manusia serta seluruh alam semesta.
e. Bagian kelima disebut Puji-pujian (Puji-pujian). Patik menentukan untuk mempersembahkan Puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk selama-lamanya.

Melaksanakan Patik dengan sempurna, melaksanakan aturan-aturan penghayatan dalam kepercayaan Ugamo Malim akan mewujudkan suatu sipak perilaku hidup yang disebut “Marsolam Diri dan Marsolam Ngolu”, yaitu : a. Marroha Hamalimon.
Berpikir, berpengetahuan dan bertindak sesuai dengan bimbingan Patik Ni Ugamo Malim (Hamalimon).
b. Marngolu Hamalimon
Berkehidupan dalam wujud keberadaan dan perilaku sehari-hari selalu terbina dan terpelihara oleh Patik ni Ugamo Malim (Hamalimon).
c. Martondi Hamalimon.
Ketekunan dan keteladanan yang berisi keikhlasan, dan ketulusan hati dalam melaksanakan peribadatan dan penghayatannya secara lahir dan bathin dalam keadaan bagaimanapun selalu menyembah dan memuji Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Patik Ni Ugamo Malim (Hamalimon).

Dalam menikmati hidup (Parmanganon), dalam melihat alam sekitar (Pamerengon), penempatan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan (Parhundulon), memelihara tata krama kesopanan dan kehormatan (Pangkataion), dan didalam melaksanakan fungsi kehidupan-kemanusiaan (Pardalanon) senantiasa akan terpelihara apabila Patik Ni Ugamo Malim menjadi sikap dan panutan hidup manusia dalam ajaran kepercayaan Ugamo Malim, itulah puncak dan pengenalan diri manusia dalam menempatkan dirinya sebagai makhlum Tuhan Yang Maha Esa, dalam pergaulan hidup dan dengan alam sekitarnya. Secara singkat disebutkan : Malim Parmanganon, Malim Pamerengon, Malim Parhundulon, Malim Pangkataion, dan Malim Pardalanon.

DASAR PENGHAYATAN

1. Pedoman Penghayatan
Ugamo Malim diibaratkan sebagai rumah yang disebut Ruma Hangoluan (Tempat Kehidupan), karena di dalam rumah ini berisi sumber kehidupan (dunia dan akhirat) yaitu :
- Hata Ni Debata (Kata Maulajadi Nabolon)
- Tona Ni Debata (Pesan Mulajadi Nabolon)
- Patik Ni Debata (Titah Mulajadi Nabolon)
- Uhum Ni Debata (Hukum Mulajadi Nabolon)
Keempat nilai kehidupan rohani dan jasmani ini dipadukan di dalam ajaran kepercayaan Ugamo Malim, yaitu :
- Patik Ni Ugamo Malim (Ajaran Agama Malim)
- Aturan Ni Ugamo Malim (Aturan Agama Malim)
Patik Ni Ugamo Malim adalam Roh dari kepercayaan Parmalim, dan Aturan Ni Malim adalah Jasad dari kepercayaannya.
Melaksanakan Aturan Ni Malim secara lahiriah ditata dalam tata upacara menghayatan atau peribadatan, yaitu : Marari Sabtu, Martutuaek, Pasahat Tondi, Mardebata, Mangan Napaet, Sipaha Sada, Sipaha Lima dan penghayatan yang dilaksanakan menurut keadaan yang mengharuskan melaksanakan upacara yang bersifat khusus.
Jiwa atau Roh yang menggerakkan untuk melaksanakan aturan ini secara lahiriah adalah ajaran Patik Ni Ugamo Malim. Patik inilah sebagai cermin dan yang akan menilai nemar atau tidak dalam pelaksanaannya.
Dalam melaksanakan aturan-aturan penghayatan dalam kepercayaan Ugamo Malim harus disediakan “Pelean”, yaitu “Daupa dan Pangurason” sebagai persembahan yang disampaikan dengan doa-doa ritual (Tonggo-tonggo) secara berjenjang mulai dari Mulajadi Nabolon - Tuhan Yang Maha Esa sampai kepada Raja Nasiakbagi.
2. Perilaku Penghayatan.
Sebelum melaksanakan satu penghayatan atau upacara peribadatan dalam kepercayaan Ugamo Malim, harus didahului dengan niat yang tulus dan hati yang bersih. Masing-masing aturan yang dilaksanakan adalah mengandung arti tersendiri. Ugamo Malim juga disebutkan “Dalan Pardomuan Dompak Debata”, yang artinya adalah : “Jalan untuk dapat bertemu/bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam setiap pelaksanaan penghayatan ini, semua peserta harus berpakaian Batak atau berkain sarung. Bagi laki-laki dewasa harus memakai Serban Putih dan bagi perempuan dewasa rambutnya disanggul dengan rapi yang disebut dengan Sanggul Toba. Duduk dengan teratur dan bersila, tangan bersikap menyembah. Pelean “Daupa dan Pangurason” ditata diatas sebuah tikar pandan yang bersih, letaknya dihadapan para peserta upacara. Salah seorang diantaranya (biasanya Ulu Punguan) duduk di depan semua peserta dan langsung menghadap Pelean tadi, dan mengucapkan doa-doa rotual (Tonggo-tonggo). Selesai mengucapkan doa (Tonggo-tonggo) sesuai dengan ciri tata upacara yang dilaksanakan, pada saat terakhirnya Pangurason diambil oleh Ulu Punguan (Pemimpin Upacara) yang kemudian dipercikkan kepada seluruh peserta yang hadir, dan peserta tetap bersikap menyembah menerima percikan Pangurason ini sebagai rasa syukur atas pensucian yang diterimanya.
Setiap doa (Tonggo-tonggo) dalam kepercayaan Ugamo Malim ditutup dengan pernyataan “Nabonar Jungjunganku”, artinya : bahwa Raja Nasiakbagi-Sisingamangaraja adalah Jungjungan Parmalim yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan kesucian dan kebenaran. Arti lainnya adalah sebagai pernyataan umat bahwa dia selalu akan menjunjung tinggi kebenaran. Ini diucapkan secara serentak oleh para peserta upacara.

3. Kelengkapan Penghayatan.
Telah dijelaskan bahwa tiap-tiap aturan yang dilaksanakan dalam kepercayaan Ugamo Malim mempunyai kekhususan tertentu dam secara umum persembahan harus didasari dengan “Daupa dan Pangurason”. Peserta upacara secara keseluruhan berpakaian adat Batak, dimana laki-laki dewasa bersorban putih dan perempuan dewasa bersanggul toba. Sedangkan peserta lainnya yaitu anak-anak diharuskan berpakaian sarung. Semuanya tanpa alas kaki (sepatu dan sebagainya). Pelean sebagai sarana persembahan dalam upacara penghayatan dalam kepercayaan Ugamo Malim diletakkan di atas tikar yang bersih, ditata dengan harmonis menurut jenis pelean. Pelean-pelean, yang terdiri dari :
a. Nasi Putih, ikan batak, telur rebus (dalam satu wadah)
b. ayam putih, ayam hitam, ayam merah dimasak secara utuh
masing-masing dalam satu wadah)
c. Kambing putih, dimasak dalam bentuk yang disyaratkan, diletakkan dalam pinggan menurut bagian-bagiannya.
d. Parbue santi, yaitu beras putih, sanggul bane-bane, baringin, sitompion, gabur-gabur, napuran, daung meligos, pisang 1 buah dan mentimun satu suing, disusun dengan indah dalam satu wadah (pinggan).
e. Nanidugu yaitu ayam yang dipanggang dan diberi bumbu santan dan asam dimasukkan dalam sebuah mangkok putih.
f. Pohul-pohul yaitu tepung yang dikepal dan dikukus, itak gurgur yaitu tepung beras yang diekepal masing-masing 7 (tujuh kepal), openg-openg terdiri dari tepung beras di campur dengan pisang lalu ditumbuk dalam lesung masing-masing dimasukkan dalam pinggan, ditemani pisang dan mentimun.
g. Hewan kurban (lembu atau kerbau), sebelum disembelih diikatkan dalam Borotan setelah hewan kurban tersebut lebih dahulu dimandikan.
Artinya : dalam keadaan hidup hewan kurban tersebut telah dipersembahkan melalui doa-doa ritual (Tonggo-tonggo). Kemudian disembelih, dimasak menurut bagian-bagian yang sudah tertentu.
Setelah masak, kembali lagi dipersembahkan. (Upacara persembahan ini hanya dilaksanakan di Bale Partonggoan.
Apabila upacara dilaksanakan dengan Pelean yang lengkap, biasanya harus diiringi dengan membunyikan Gondang Sabangunan (Gondang Batak). Selesai upacara ini seluruh hadirin oleh pemimpin upacara membubuhkan beras ke ubun-ubun peserta dan disebut “Sipir Ni Tondi”, kemudian dipercikkan “Pangurason”. Juga pelean ini semuanya disebut dengan “Pelean Debata” (Persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa). Ada juga yang disebut “Pelean Habonaron” yaitu persembahan kepada Roh-roh yang dalam kepercayaan Ugamo Malim adalah pendamping manusia secara ghaib, dan ini biasanya berada dalam rumah, dalam kampung (desa) maupun dalam setiap langkah-perjalanan, roh ini selalu menemani manusia. Pelean Habonaron ini disajikan di dalam “Mombang” yang terbuat dari daun enau, pucuk enau, rotan dan tali dibuat dalam bentuk yang indah, digantungkan ditengah runagan rumah.
PENGAMALAN TENTANG BUDI LUHUR

1. Ajaran Tentang Budi Luhur
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya adalah sama dengan unsur-unsur jasmani dan rohaniah yang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan manusia di dunia ini selalu diliputi keadaan yang sangat bertenatangan satu sama lain. Senang-sunah, suka-duka, sehat-sakit, hidup-mati. Itu semuanya adalah kodrat manusia yang dijadikan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran kepercayaan Ugamo Malim memberi petunjuk agar hidup ini tidak dibalut oleh kedukaan dan kegirangan semata-mata dan menempatkan hidup manusia berkeseimbangan menerima keadaan-keadaan yang saling bertentangan.
Diajarkan “Tuhan Yang Maha Esa menjadikan kehidupan menjadi kematian, dan kematian menjadi kehidupan”. (Dibahen Debata do hangoluan jumadi hamatean; hamatean I jumadi hangoluan). Juga diajarkan : “Tuhan Yang Maha Esa menjadikan kehidupan menjadi kehidupan, dan kematian menjadi kematian”. (Dibahen Debata do hangoluan I jumadi hangoluan, hamatean I jumadi hamatean). Akhir dari kehidupan di dunia adalah kematian, dan hal-hal ini sudah merupakan hukum alam. Siapapun tidak dapat menghindar dari keadaan ini. Tetapi kematian untuk menjadi kehidupan (yang abadi) adalah Kuasa Tuhan Yang Maha Esa dengan sabdaNya, bagi siapa yang “benar” melaksanakan kehendakNya. Kematian yang menjadi kematian, juga adalah Kuasa Tuhan Yang Maha Esa dengan sabdaNya, bagi siapa yang tidak melaksanakan (ingkar) kehendakNya. Untuk mencapai kehidupan diluar kehidupan jasmani ini oleh Raja Nasiakbagi kepada pengikutnya diberikan “bekal” untuk itu.disebutkan: “Indion ma pangan hamu eme na hu papungu na di sopo on. Mardos ni roha ma hamu marbagi. Umbahen na hupapungu I, asa adong do mangudut haleonmu”. Maksudnya : “Inilah kamu makan, makanan yang telah kusediakan dalam rumah ini. Seiasekatalah kamu membagi-baginya. Sebabnya ini kusediakan, agar kelak kamu tidak berkekurangan”. Bekal itu adalah Poda, Tona, Patik dan uhum yang terpadu didalam Patik Ni Ugamo Malim dan kebersamaan melaksanakan penghayatannya melalui aturan-aturan dalam Ugamo Malim itu, kemudian diamalkan dalam kehidupan agar tidak sampai terjadi perilaku kehidupan apabila dicerminkan kepada Patik, dapat diketahui kesalahan atau dosa apa yang telah diperbuat, kebaikan atau kebijakan yang dilakukan.
Kesalahan dan dosa, kebaikan dan kebijakan, semuanya dieprsembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar dosa diampuni dan kebajikan diberkati menjadi pengabdian kepadaNya. Setiap saat Parmalim diwajibkan membaca ulang kegiatan kehidupannya, untuk kemudian menata kehidupan itu bercermin kepada Patik dan Aturan Ugamo Malim.

2. Usaha-usaha Penanaman Budi Luhur
Kegiatan Parmalim ditengah-tengah masyarakat yang bermacam kepercayaan sangat disadari, terutama mengingat bahwa jumlah pengikut kepercayaan ini sangat sedikit di bandingkan dengan kepercayaan lain disekitarnya. Untuk itu selalu ditanamkan agar citra dan jati Parmalim harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku hidup sehari-hari. tidak ada alasan untuk tidak rukun dengan sesama yang berlainan kepercayaan sepanjang tidak menyinggung atau menyimpang dari norma-norma kesusilaan, dan nilai-nilai hidup yang diajarkan oleh kepercayaan Ugamo Malim, Tatanan Adat dan Budaya Batak.
Ketekunan dan kesetiaan Parmalim melaksanakan peribadatan tidak terpengaruh kepada hal-hal yang sifatnya sebenarnya dapat dihindarkan atau ditunda. Kewajiban utama adalah melaksanakan Aturan Ugamo Malim, kecuali utama ada hal-hal yang berada di luar jangkauan kemampuan dan kekuasaan, seperti sakit, berada di tempat yang jauh dari tempat peribadatan, maupun karena tugas yang tidak terelakkan. Namun diwajibkan sesaat untuk mengingat dan berdoa dalam hati.

- Marari Sabtu.
Salah satu aturan dalam ugamo Malim adalah Marari Sabtu, yaitu peribadatan yang dilaksanakan setiap hari sabtu. Aturan ini mnegikat dalam kehidupan kepercayaan Parmalim. Aturan ini adalah hari yang dimuliakan Parmalim, untuk mensyukuri hidupnya setiap minggu dan memohon keampunan dosa serta memohon limpahan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hari ini, selama satu hari penuh tidak diperbolehkan melaksanakan kegiatan sehari-hari atau berdiam diri dirumahnya. Semuanya harus berkumpul di rumah Parsantian (Rumah Peribadatan) yang berdekatan dengan tempat tingglanya atau yang sudah ditentukan menjadi tempat Peribadata.
Upacara Peribadatan ini dipimpin Ulu Punguan. Dialah yang mengucapkan doa ritual (Tonggo-tonggo). Salah seorang diantara peserta bertindak sebagai Patik Ni Ugamo Malim dan diikuti seluruh peserta. Disusul dengan yang lain mengucapkan sepatah dua kata yang memberi semacam khotbah kepada hadirin yang kemudian ditutup oleh Ulu Punguan dengan pemberian nasehat dan bimbingan.
Bale Pasogit Partonggoan yang menjadi Pusat kegiatan dalam kehidupan Parmalim melalui Ihutan Parmalim secara garis besar (inti) memberikan bimbingan, tuntunan yang sifatnya mengingatkan agar kehidupan warganya senantiasa berkisar kepada :
a. Pangoloion di Patik
b. Parulan di Uhum
c. Pangalaho Hamalimon

ad. a. Menerima dan melaksanakan Patik Ni Malim secara ikhlas dengan ketulusan hati, adalah menyembah Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja, mencintai sesama manusia dan giat/rajin bekerja untuk nafkah hidup.
ad. b. Perilaku dan ketekunan melaksanakan Aturan-aturan peribadatan/penghayatan dalam kepercayaan Ugamo Malim. Melalaikan atau melanggar Aturan Ni Ugamo Malim dengan kesengajaan adalah suatu pengingkaran atas berkat Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan dosa, dan tidak layak disebut Parmalim.
ad. c. Sikap pribadi dan kehidupan Parmalim dengan penghayatan dan pengamalan ajaran kepercayaan Ugamo Malim, disimpulkan dalam 5 (lima) Hamalimon, yaiyu :
1) Malim Parmanganon, (mencari nafkah hidup)
2) Malim Pamerengon, (kehormatan dan tata susila)
3) Malim Parhundulon, (kehidupan bermasyarakat)
4) Malim Pangkataion, (sopan santun)
5) Malim Pardalanon, (ketekunan dan kepatuhan)
Punguan (Cabang) Parmalim menerima butir-butir bimbingan ini dari Bale Pasogit Partonggoan yang dianmakan “Turpuk Poda Hamalimon”, yang dibacakan dan dijabarkan setiap hari sabtu dimanapun Punguan tersebut berada. Dengan bekal tuntunan ini setiap peserta peribadatan mempunyai kewajiban untuk saling mengingatkan dengan landasan utama Patik dan aturan tadi. Ihutan Parmalim di Bale Pasogit Partonggoan, secara cermat mengikuti perkembangan dan perilaku warga Parmalim melalui para Ulu Punguan. Kelahiran, perkawinan, kematian dan lain-lainnya selalu dilaporkan para Ulu Punguan dengan “Berita Punguan” dan dicatat dalam buku induk (Haadongan ni Parmalim) di Bale Pasogit Partonggoan.
3. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
Telah dijelaskan bahwa Parmalim selaku pengikut dari ajaran kepercayaan Ugamo Malim, hidup di tengah-tengah masyarakat yang berbeda kepercayaannya. Perikehidupan Parmalim dalam bermasyarakat disamping menuruti tatanan kepercayaan, juga berlaku tatanan adat Batak. Sebab Adat Batak yang murni dan kepercayaan Ugamo Malim adalah saling mendukung.
Perlu diketahui, bahwa yang menjadi ciri khas bangsa batak, yang disebut Sisiasia di habatahon, adalah :
a. Mardebata, (ber-Ketuhanan)
b. Maradat, (ber-Adat)
c. Marpatik, (ber-Patik)
d. Maruhum, (ber-Hukum)
e. Marharajaon, (ber-Pemerintahan/Kerajaan)

Adat Batak mengatakan agar saling menghormati, saling menghargai, dan saling mengasihi. Bukan sebaliknya.
a. Somba marhula-hula, (menghargai teman semarga)
b. Manat mardongan tubu, (menghargai hula-hula)
c. Elek marboru, (menyayangi pihak boru)
d. Hormat marharajaon (patuh kepada Raja/Pemerintah)

Adat dan haporseaon (kepercayaan) adalah sejalan dan seirama dalam kehidupan Parmalim, dan didalam pelaksanaan aturan-aturan dalam kepercayaan ini.
Nilai-nilai kehidupan dan hakiki menurut falsafah Batak disebutkan : “Marsiaminan songon lampak ni gaol, marsitungkolan songon suhut di robean”. Artinya iibaratkan bahwa hidup manusia itu sebagai pelepah pisang maupun talas. Apabila ikatannya diurai, ternyata pelepah itu tidak ada dayanya berdiri sendiri. Mereka harus saling bersedekap (marsiaminaminan-marsitungkoltungkolan) agar tahan menerima terpaan angin maupun badai.
Demikian juga hidup manusia harus saling membantu, saling menghormati hak dan kewajibannya, saling merasa senasib sepenanggungan. (Holong dalam ajaran kepercayaan Ugamo Malim). Apabila ini terbina dengan baik, maka kedamaian dan kesatuan akan terwujud, seperti buah pisang yang sangat enak dan manis.
Disinilah pengalaman ajaran kepercayaan Ugamo Malim untuk melaksanakan Patik Ni Ugamo Malim “Marsihaholongan” dalam perikehidupan kemasyarakatan dan pengabdian itu tanpa pamrih, dan hanya semata-mata kewajiban dalam mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.