Thursday 24 March 2011

Kisah Tambun Raja/Raja Tambun di Sibisa

Kisah Siraja Tambun di Sibisa

oleh 'Jhonson Silalahi Rumasingap pada 19 Maret 2011 jam 12:05

DALAM PERJALANAN DARI Silalahi Nabolak, Raja Silahisabungan menceritakan perkawinannya dengan Siboru Nailing putrid Raja Mangarerak kepada anaknya Siraja Tambun. Karena perkawinan kami dahulu mempunyai masalah jadi kemungkinan kehadiranmu diSibina ini menimbulkan persoalan. Jadi kau anakku – harus hati –hati dan pandai bergaul. Disamping ilmu yang kau miliki perlu kau ingat :” pantun hangoluan, tois hamagoan.” Bila anakku berperangi sopan ( santun, Porman, toman, ) dalam hidupmu maka tercapailah kebahagiaan hidup dan apabila kamu lengah (tois) menghadapi masalah akan timbul malapetaka. Dikampung kita, perasaanmu sangat sedih karena perbuatan abang – abangmu, tetapi mungkin lebih sakit lagi perasaanmu nanti di Sibisa ini, kata Raja Silahisabungan samil memberikan sebuah cincin ( tintin Tumbuk ) yang diserahkan Siboru Nailing sewaktu mereka berpisah dahulu. Cincin inilah nanti tunjukkan, pertanda kau adalah anak Siboru Nailing katanya kepada Siraja tambun.Setelah mereka tiba di Sibisa, Raja Silahisabungan mendengar kabar bahwa Siboru Nailing belum lagi kawin, lalu ia menerangkan ciri – ciri Siboru Nailing kepada Siraja Tambun. Kemudian Raja Silahisabungan membawa Siraja Tambun keumbul ( mual ) Simataniari dan berkata :” Disinilah tunggu ibumu itu, nanti sore ia pasti mandi dan mengambil air dari umbul ini,” katanya dengan penuh keyakinan.Pada sore harinya Siraja Tambun melihat seorang perempuan pulang dari umbul membawa air lalu ia menyapa :” inang boi do inumonku saotik mual na binoanmi ? nunga mauas ahu!” (bu, bolehkah sedikit air itu itu saya minum ? sudah haus aku ) katanya minta belas kasihan. Lalu perempuan itu menjawab dengan tercengang : Ise do hamu ito, jala sian dia hamu ro tu huta on ? songon na lulu roha mauas hamu dibot ni ari !” ( siapakah kamu ito, dan dari mana datang kekampung ini ? seperti tak masuk akal, merasa haus ito pada sore hari ) katanya sambil memberikan air untuk diminum Siraja Tambun. Setelah Siraja Tambun minum lalu ia berkata :” jolma na dangol do baoadi, na madekdek sian langit, na mapultak sian bulu bolon na maos – aos malungun mangalului inang pangintubu,” ( manusia malangnya aku, yang jatuh dari langit dan lahir dari ruas bamboo, yang sudah lam berkelana dan rindu mencari ibu yang melahirkan ) katanya dengan sopan santun. Mendengar ucapan kata – kata itu, perempuan itu teringat kepada anaknya yang dibawa Raja Silahisabungan dulu, lalu berkata:” Ala Naung bot ari ito, tu jabunami ma jolo hamu marborngin, sai na patuduon ni mulajadi Nabolon do na niluluanmi,” ( karena hari sudah sore, dirumah kamilah ito bermalam, Tuhan Yang Maha Kuasa akn memberi petunjuk nanti kepadamu ) katanya sambil mengajak Siraja Tambun supaya ikut ke rumah orangtuanya.Siraja Tambun menyambut ajakan perempuan itu karena itu karena ia yakin bahwa itulah ibunya sesuai dengan ciri – ciri yang diterangkan Raja Silahisabungan. Setelah mereka tiba dirumah Raja Mangarerak dan pamannya Toga manurung bertanya :”Siapa pemuda ini Boru Nailing ?” kata Taja Mangarerak. Siboru Nailing menjelaskan pertemuan mereka di Mual Simatraniari lalu berkata :” na asi do rohangku mamereng, aia didok ndang marama – marina ibana, ala naung bot ari hutogihon ma tu jabu asa dison ibana. Marbongin.” ( kasihan aku melihatnya, karena katnya tidak ada ayah – ibunya, karena hari sudah sore maka kuajak kerumah untuk bermalam.)Raja Mangarerak berkata :” unang ma mambahen persoalan muse baoa on. Nunga songon bagianmu ditinggalhon Raja Silahisabungan , sotung mambahen gora ho muse diluat on , “(jangan nanti pemuda ini membuat persoalan , sudah demikian nasibmu ditinggalhon Raja Silahisabungan , jangan lagi kau membuat huru –hara dinegeri ini ) katanya dengan nada keras . lalu adik Siboru Nailing, Toga Manurung berkata : “ndang songon amang , dengg tasungkun baoa on manang na olo do mangurupi hita. “ (jangan begitu ayah , lebih baik kita tanya pemuda ini apakah dia mau membantu kita.) katanya sambil menanya Siraja Tambun. Setelah mendengar kata – kata Raja Manggarerak dan pernyataan Toga Manurung lalu ia menjawab :” Molo holong do roha ni raja I manjampi ahu gebe hatoban do ahu,” ( kalau Raja menginginkan aku, menjadi hamba pun saya mau ) katanya merendahkan diri karena dia sudah yakin bahwa Siboru Nailing itulah ibunya tetapi masih disembunyikan menjaga hal – hal yang tidak diinginkan. Sejak hari itu, Siraja Tambun menjadi pembantu Toga Manurung untuk mengembalakan ternak (permahan ) dan pekerja lainnya.Dari pertemuan di Umbul (mual) Simataniari, Siboru Nailing merasa ada kontak batin membuat ia sayang melihat pemuda itu ( Siraja Tambun ) tetapi ia tidak mau bertanya siapa sebenarnya pemuda itu, walaupun Siraja Tambun sebagai pembantu (hamba) dirumah toga Manurung tetapi Siborung Nailing memperlakukannya sebagai tamu biasa, kalau ia disuruh mengantar nasi Siraja Tambun keladang selalu dibuat makanan yang enak bukan makanan seorang pembantu. Dan mereka sering bercakap – cakap bersenda gurau bagaikan seorang ibu dan anak.Pada suatu hari Siboru Nailing pergi keladang mengantar nasi Siraja Tambun. Karena hari terasa sangat terik Siboru Nailing mengajak ia ( Siraja Tambun ) supaya berteduh dibawah pohon rindang melepaskan lelah. Sewaktu mereka bercakap – cakap, karena lelahnya Siraja Tambun terlena dan tidur dipangkuan Siboru Nailing. Karena Siboru Nailing terlambat pulang sebagai biasa, Toga Manurung pergi keladang melihatnya. Saat itulah Toga Manurung terkejut melihat Siraja Tambun tertidur dipangkuan Siboru Nailing, lalu berkata :” na so adat na so uhum do pambahenmo. Ho sada hatoban barani pulut modom diabingan ni Siboru Nailing. Jolma na jahat do huroha baoa on, jadi ingkon uhumon do ibana jala beanghonon.( Perbuatanmu sudah melanggar hukum dan adat . Kau adalah seorang hamba, tetapi tega tidur di pangkuan Siboru Nailing .Orang jahat kau rupanya , jadi kau harus di pasung ) kata Toga Manurung sambil memarahi kakaknya Siboru Nailing . Siboru nailing tidak dapat berbuat apa – apa dan Siraja Tambun pun dihukum pasung .Setelah Siraja Tambun dipasung terjadilah malapetaka di uluan. Sudah hampir enam bulan terjadi musim kemarau panjang mengakibatkan tanah Uluan menjadi kekeringan. Akibat musim kemarau itu Raja Manggarerak dan Toga manurung mencari dukun untuk “marmanuk diampang” menanya penyebab malapetaka yang menimpa negeri uluan. Setelah diadakan upacara marmanuk diampang, dukun berkata : “ adong anak ibebere na pinatangis – tangis jala na pinasiak – siak, ingkon paluaon do ogung sebangunan jala patortoran bere na pina siak – siak asa ro udan paremean.” Rupanya ada kemenakan yang menangis tersiksa dan teraniaya. Harus dipukul gendang dan dibuat menari kemenakan yang tersiksa agar datang hujan pemberi berkah )Raja Manggarerak dan Toga Manurung bertanya – Tanya siapakah gerangan kemenakan yang menangis tersiksa dan teraniaya ? lalu Toga Manurung berkata :”Ai so adong berengku tubu ni itongku siboru nailing,” (tak ada kemenakanku, anak kakak Siboru Nailing ) katanya. Kemudian Siboru Nailing berkata :” unang dok songon I, tangkasi hamu ma jolo baoa na hona beang an, atik beha anakku do I na binoan ni Raja Silahisabungan,” ( jangan ucapkan demikian, teliti dulu pamuda yang terpasung itu, apakah itu anak saya yang dibawa Raja Silahisabungan ) katanya memecahkan persoalan. Mendengar keterangan Siboru Nailing, Toga Manurung membuka pasungan dan bertanya :” hei anak muda siapa kau sebenarnya?“. Lalu pemuda ( Siraja Tambun ) menjawab :” aku adalah Siraja Tambun, Anak Raja Silahisabungan dari Silalahi nabolak,” katanya sambil menunjukkan Cincin ( Tintin Tumbuk ) yang diberikan Raja Silahisabungan. Dengan tiba–tiba Siboru Nailing mendekapnya dan merangkulnya dan berkata :” ahu do inangmu pangintubu, nunga gabe ahu hape, nunga hudahop anakku tambun ni ate–ate urat ni pusu – pusu. Ai tintinku do tintin tumbun on na umbun tu sude jari – jari,: ( akulah ibumu yang melahirkan kau, sudah kupeluk kau, sudah kupeluk anak buah hatiku, urat nadi jantung. Cincin ini adalah milikku yang dapat masuk kesemua jari – jari,”) katanya.Kemudian Toga Manurung berkata “ nunga godang salah nami bere. Pandok ni datu ingkon patortoran do ho jala paluan ogung sabungan asa ro udan paremean.” (sudah banyak kesalahan kami bere, menurut dukun kau harus dipestakan dengan memukul gendang baru turun hujan pembawa berkah.) lalu Siraja Tambun menjawab :”molo songon I do tulang, laho ma jolo ahu mangalapi dahahang ke Silalahi.”(kalau begitu permisilah aku dulu biar kujemput abang – abangku ke Silalahi).Setelah ada pengakuan Toga Manurung akan “Patortoran “ Siraja Tambun, langitpun mendung dan tidak berapa lama turunlah hujan lebat membuat penduduk negeri merasa gembira. Melihat tanda –tanda yang menggembirakan ini, Raja Manggarerak berkata:” Tak boleh cucuku Siraja Tambun pergi KeSilalahi. Lebih baik kita suruh kaum kerabat menjemput abang–abangnya,” katanya untuk menjaga Siraja Tambun mengilangkan Jejak. Kaum kerabat dan Raja–Raja dikumpulkan untuk memberitahukan pelaksanaan gondang sabangunan patortorhon Siraja Tambun dipogu ni alaman, sambil mengutus beberapa orang menjemput abang Siraja Tambun dari Silalai Nabolak.Mendengar penjelasan Raja Mangarerak dan Toga Manurung, kaum kerabat dan Raja – raja yang diundang berkata :” Nunga Gabe Siboru Nailing, nga doli–doli boras ni siubeonna. Adong boru magodang di Raja I Toga Manurung I ma Si Pintahaomasan. Siboan sangap dohot tua do Siraja Tambun, molo senggan roha ni raja I laos dipesta on ma nasida tapasu – pasu marhajabuan !” ( sudah bahagia ( gebe) Siboru Nailing, sudah dewasa anaknya. Ada juga puteri Raja Toga Manurung gadis remaja yaitu Si Pintahaomasan. Karena kedatangan Siraja Tambun membawa berkah dan kalau Raja berkenan, bagaimana kalau pada pesta ini mereka kita kawinkan !” kata raja – raja memberi usulLalu Toga Manurung menjawab :” Niat kamipun demikian juga, agar Siraja Tambun tetap tinggal di Sibisa, tetapi kita tanyalah puteri kita Si pintahaomasan bagaiman pendapatnya,” katanya menyambut usul kaum kerabat dan Raja – raja. Kemudian toga Manurung menanya Si Pintahaomasan tentang usul dan pendapat Raja – raja.Mendengar usul raja – raja dan pendapat ayahnya Toga Manurung, Si Pintahaosan berkata :” ndang simanuk – manuk, manuk sibontar andora, ndang sitodo turpuk siahut lomo ni roha. Silaklak ni singkoru, sirege – rege ni ampang, gabe do na maranak ni namboru, horas ma na Marboru ni Tulang, Molo mamasu – masu damang parsinuan dohot raja – raja aha be na hurang ?” katanya tanda setuju.Pada pesta “Patortor Sirja Tambun dan perkawinannya “ dengan Si Pintahaosaman br. Manurung, datang abang Siraja Tambun dari Silalahi Nabolak marsolu bolon ( naik perahu besar ) serta membawa gondang sebangunan. Disaksikan Siboru Nailing dan abang – abang Siraja Tambun yang datang dari Silalahi Nabolak, Raja Mangarerak, dan Toga Manurung memberi hadiah (pauseang) : Mual Simataniari, Hauma Sipitu, batangi dan Pinasa sidungdungonon. Kemudian Raja Mangarerak berkata :” Cucuku Raja Tambun, hakmu sekarang sudah sama dengan raja – raja di daerah ini. Di Silalahi Nabolak namamu Siraja Tambun, beberapa tahun kau di Sibisa ini disebut Siraja Parmahan ( Pengembala ). Mulai sekarang dinobatkan namamu Raja Itano, karena kau sudah marga tanah ( Martano golat ) di Sibisa,” katanya sambil mengikatkan “ Tali – tali harajaon boru,” dikepala Siraja Tambun.Filed under: Tumaras Ditandai: | Tumaras Bab. VI.1

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.