Thursday 21 July 2011

Facebook Popparan Tamba Tua

oleh Pomparan Tamba Tua pada 20 Juli 2011 jam 15:37
Raja Nai Ambaton/Tuan Sorba Dijulu adalah anak sulung dari Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 4 orang anak namun ada juga yang mengatakan 5 orang anak, namun Tuan Sorba Dijulu hanya memiliki satu orang boru yang menikah dengan Raja Silahisabungan dan melahirkan anaknya yang diberi nama Silalahi Raja. Anak Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton adalah


1. Simbolon Tua

2. Tamba Tua

3. Saragi Tua

4. Munthe Tua

5. Nahampun Tua
6. Sada boru Pinta Haomasan

 Sekilas perjalanan Pomparan Raja Nai Ambaton dohot Pinomparna



Diperkirakan Op. Tuan Sorba Dijulu tinggal di sekitar Pusuk Buhit, dengan istrinya nai ambaton yang merupakan boru pinompar ni Guru Tatea Bulan yang diketahui nama op. boru itu adalah Siboru Anting Bulan yang marhuta di huta Parik Sabungan (sudah ada yang pernah datang ketempat ini).



Diperkirakan Tuan Sorba Dijulu merantau ke Dolok Paromasan, disinilah lahir anak-anaknya Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Munthe Tua (kita buat 4 dulu anaknya Tuan Sorba Dijulu karena Nahampun masuk Simbolon) dan satu borunya Pinta Haomasan.



Namun di satu sisi Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 2 orang istri, istri pertama anaknya adalah Simbolon Tua sedangkan dari istri kedua anaknya adalah Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun ketika itu dari istri pertama lama lahir Simbolon Tua, sehingga lebih dulu lahir Tamba Tua dari istri kedua. Setelah lahir Tamba Tua terlebih dahulu lahirlah Simbolon Tua dari istri pertama, namun tidak diketahui apakah Saragi Tua dan Munthe Tua dulukah yang lahir baru Simbolon Tua, atau Simbolon Tua dulukah kemudian lahir Saragi Tua dan Munthe Tua dari istri kedua. Namun menurut perkiraan kembali, lebih dulu lahir Saragi Tua baru Simbolon Tua kemudian Munthe Tua, ini menurut analisa generasi dari tiap-tiap keturunan yang ada hingga saat ini.



Lambat laun anak-anak dan boru Tuan Sorba Dijulu bertumbuh besar, sampai pada akhirnya Tamba Tua yang secara usia lebih sulung dari anak-anak Tuan Sorba Dijulu dengan Simbolon Tua yang merasa dialah anak siakkangan karena lahir dari istri pertama bertengkar berebut hak kesulungan, sampai pada akhirnya pertengkaran ini didengar Tuan Sorba Dijulu, akhirnya Tuan Sorba Dijulu dengan bijaksana menentukan siapakah yang pantas dan memang sebenarnya yang menjadi sulung di Tuan Sorba Dijulu, akhirnya Tuan Sorba Dijulu mengadu kedua anaknya, dikatakan siapa yang berdarah atau terluka, dialah yang sianggian dan siapa yang tidak dialah siakkangan. Maka diberikan senjata yang sama kepada mereka berdua, senjata tersebut berupa ‘ultop’, namun ultop yang diberikan kepada Tamba Tua adalah ultop yang ujungnya tumpul, sedangkan ultop yang diberikan kepada Simbolon Tua adalah ultop yang runcing dan tajam. Dan akhirnya rencana Tuan Sorba Dijulu pun berhasil, Tamba Tua terluka dan berdarah dan secara otomatis menunjukkan Simbolon Tualah anak siakkangan, ini merupakan cara Tuan Sorba Dijulu kepada mereka tanpa membuat tersinggung mereka, tanpa adanya pemikiran pilih kasih.



Semenjak hal tersebut, kejadian itu membuat Tamba Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua untuk pergi meninggalkan Dolok Paromasan, hingga akhirnya mereka menemukan tempat baru di kecamatan Sitio-tio dan diberi nama Huta Tamba, disinilah tinggal Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun tidak alama pomparan Saragi Tua akhirnya merantau ke daerah Simanindo. Lama pomparan mereka terus berkembang hingga membuat pinomparna pergi merantau ke luar huta Tamba, akhirnya pomparan Tamba Tua banyak yang merantau dan sebagian tinggal pomparannya di huta Tamba, mereka inilah yang terus menggunakan marga Tamba hingga saat ini, sedangkan pomparan Tamba Tua yang merantau pada akhirnya menjadi marga mandiri, dan kebanyak mereka merantau ke daerah Simanindo, adapun marga-marga mandiri keturunan Tamba Tua ini adalah Siallagan, Turnip, Si Opat Ama (Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok), Rumahorbo,  napitu dan Sitio. Di satu sisi, pomparan Saragi Tua hampir semua meninggalkan huta Tamba dan hidup mandiri ke daerah Simanindo dan lain-lain, begitupun juga dengan pomparan Munthe Tua yang merantau ke karo, barus, simalungun, dan balik ke daerah pangururan dan lain-lain, namun masih ada sebagian dari Pomparan Munthe Tua ini yang hingga saat ini tinggal dan menetap di Huta Tamba.



Di satu sisi ada cerita yang mengatakan semenjak kejadian perebutan hak sulung, Tamba dan adiknya ingin dibunuh oleh Simbolon Tua karena dendam kepada Tamba Tua yang telah merebut hak kesulungannya, namun rencana itu diketahui itonya Pinta Haomasan, dan Pinta Haomasan menyuruh mereka untuk pergi dari Dolok Paromasan.



Suatu ketika, datanglah keturunan Saragi Tua, dari Op. Tuan Binur yang diwakili oleh Si Mata Raja datang ke tanah Tamba untuk mengambil warisan sang ayah dan sang opung yang ada di tanah Tamba, dan pada saat itu disambut oleh Tamba bersaudara, setalah Mata Raja melaksanakan tugasnya Mata Raja bertemu dengan Siallagan dan Turnip yang pada waktu itu berperang melawan kerajaan dari Simalungun, maka karena Siallagan dan Turnip merupakan saudaranya dibantulah mereka, sekilas akhirnya Mata Raja berhasil mengusir musuh hingga lari ketar-ketir. Sejak saat itu, maka Siallagan dan Turnip merasa sangat senang, maka dibuatlah padan diantara mereka bertiga, dan Mata raja diajak untuk tinggal bersama mereka, namun Mata Raja tidak mau dan lebih memilih untuk kembali ke tempatnya.



Di satu sisi, keturunan Munthe Tua banyak yang sudah merantau, salah satunya Pangururan. Keturunan sulung Munthe Tua Raja Sitempang lahir dengan keadaan cacat fisik, sehingga dia diasingkan oleh orangtuanya, disana dia bertemu dengan si boru marihan yang juga lahir dengan keadaan cacat fisik, anak dari Raja Sitempang adalah Raja Na Tanggang yang merantau ke Pangururan dan menikahi boru Naibaho sehingga menetap dan tinggal di Pangururan, di lain pihak ternyata adik dari boru Naibaho istri Raja Na Tanggang ini dinikahi oleh keturunan Simbolon Tuan Nahoda Raja, keturunan dari Simbolon Tua/boru Limbong. Mulai disinilah terjadinya perbedaan pandangan karena Raja Na Tanggang yang merupakan keturunan dari Munthe Tua menikahi boru naibaho siakkangan menganggap dialah siabangan daripada Simbolon Tuan Nahoda Raja yang merupakan anak Simbolon Tua yang menikahi boru naibaho siampudan. Muncullah katai damai dari Tulang, rap marsihahaan rap marsianggian. Karena Sitanggang dan Simbolon telah menikahi boru Raja Naibaho, maka diberikanlah kepada Sitanggang dan Simbolon bius sebagai boru. Itulah yang dikenal dengan nama bius si tolu aek horbo. Keturunan Raja Sitempang, Sitanggang Bau pun bertemu dengan Gusar yang merupakan generasi ke 13 si Raja Batak yang ketika itu membantu Sitanggang Bau melawan musuhnya. Anak-anak Munthe Tua yang kedua dan ketiga yaitu Ompu Jelak Maribur dan Ompu Jelak Karo yang merantau ke Simalungun, dan Ompu Jelak Karo ke tanah karo, jadi salah bila beranggapan Munthe itu berasal dari karo, jadi dari kedua ompu inilah yang masih menggunakan marga leluhurnya, namun bagi yang di karo menjadi marga mandiri seperti Ginting sama seperti anak siakkangan Munthe Tua yang menjadi marga mandiri Sitanggang.



Namun ketika jaman Belanda, dimana Belanda untuk menguasai kekayaan bumi yang ada di samosir di Pangururan memanggil raja-raja untuk dijadikan kepala nagari, begitu juga dengan Sitanggang yang diberikan daerah kekuasaan dengan menjadi Raja Pangururan karena dia memiliki sebagian besar bius karena menikahi boru siakkangan Naibaho. Diperkkirakan disinilah terjadinya turut campur Belanda dalam mencampuri dan membuat berantakan tarombo, karena banyak raja-raja pada waktu itu tidak datang dan diwakilkan oleh adiknya atau kepercayaannya yang masih satu marga, namun tidak disangka mereka ditawarkan menjadi kepala nagari, ada yang tergiur dan ada yang menolak hingga mereka yang dijadikan kepala nagari itu yang merupakan utusan dari raja daerah/abangnya mengaku sebagai abangan karena telah menjadi kepala nagari.

Dolok Paromasan terletak di daerah Pangururan, namun Dolok Paromasan ini adalah miliki Tuan Sorba Dijulu lain dengan kota Pangururan.





PINTA HAOMASAN

Namboru Pinta Haomasan adalah boru sasada Tuan Sorba Dijulu yang tinggal di Dolok Paromasan bersama dengan itonya Simbolon Tua, karena itonya Tamba Tua dan adik-adiknya pergi meninggalkan akibat kejadian hak sulung. Namboru Pinta Haomasan muli ke Raja Silahisabungan dengan anaknya Silalahi Raja, karena pada saat itu pariban Silalahi Raja hanya ada dari boru tulangnya Simbolon Tua, karena ketiga tulangnya telah meninggalkan huta, maka Silalahi Raja mengambil boru Tulangnya dari Simbolon Tua hingga beberapa generasi. Karena mengambil boru tulangnya dari Simbolon, maka sama seperti yang dilakukan oleh Raja Naibaho kepada Simbolon maka dilakukan juga hal tersebut kepada Silalahi Raja, diberikannlah bius boru kepada Silalahi Raja, namun karena Simbolon Tua sadar bahwa tanah leluhurnya Tuan Sorba Dijulu di Dolok Paromasan bukanlah hanya miliknya, maka bius Tamba Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua ikut diberikan didalamnya.



Bius disini bius di Dolok Paromasan berbeda dengan bius Pangururan yang diberikan Raja Naibaho, karena diperkirakan Pangururan adalah wilayah kekuasaan Tuan Sorimangaraja.



Marga Parna di Pak-pak dan Aceh

Banyak marga-marga parna yang merantau ke tanah pak-pak dan menjadi besar, mulai dari keturunanya di Pak-pak dari keturunan Simbolon Tuan, Sigalingging dan Munthe. Misalnya Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turuten, Pinayungan, Nahampun, dll, begitu juga marga Saraan, Kombih dan Berampu yang berada di sekitar Aceh (Singkil). 

Horong Marga-Marga Parna



SIMBOLON TUA


1. Simbolon Tuan Nahoda Raja
2. Tinambunan
3. Tumanggor
4. Pasi

5. Maharaja
6. Turuten
7. Pinayungan
8. Nahampun
9. Simbolon Altong Nabegu
10. Simbolon Pande Sahata
11. Simbolon Juara Bulan
12. Simbolon Suhut Ni Huta
13. Simbolon Rimbang
14. Simbolon Hapotan



TAMBA TUA


1. Tamba
2. Siallagan
3. Turnip
4. Sidabutar
5. Sijabat

6. Saragi Dajawak


7. Siadari
8. Sidabalok
9.  Rumahorbo
10. Napitu
11. Sitio
12. Sidauruk



SARAGI TUA


1. Simalango
2. Saing
3. Simarmata
4. Nadeak
5. Sumbayak
6. Sidabukke (sudah keluar dari parna)



MUNTHE TUA

1. Sitanggang bau
2. Sitanggang gusar
3. Sitanggang lipan
4. Sitanggang upar
5. Sitanggang silo
6. Manihuruk
7. Sigalingging
8. Garingging
9. Tendang
10. Banuarea
11. Boang Manalu
12. Bancin
13. Bringin
14. Gajah
15. Brasa
16. Manik Kecupak
17. Saraan
18. Kombih
19. Berampu
20. Munthe
21. Haro
22. Siambaton
23. Saragi Damunte
24. Dalimunthe
25. Ginting Baho,
26. Ginting Beras,
27. Ginting Capa,
28. Ginting Guru Putih,
29. Ginting Jadibata,
30. Ginting Jawak,
31. Ginting Manik,
32. Ginting Munthe,
33. Ginting Pase,
34. Ginting Sinisuka,
35. Ginting Sugihen,
36. Ginting Tumangger

* Namun ini masih membutuhkan penyempurnaan yang lebih lagi

Sumber : berdasarkan hasil analisa, diskusi dan penelitian peneliti
· · Bagikan

    • Bobby Sidabalok
      Sorimangaradja itu nama sebuah dinasti yang mirip dgn Singamangaradja dan Palti radja, bukan nama seorang oknum secara subjektif.

      Dinasti Sorimangaradja dan Paltiradja telah lebih dahulu ada, kedudukan istana Sorimangaradja terletak disekit...ar Balige, Paltiradja itu di Toba (sekarang sering disebut Samosir).

      Dalam terminologi pemahaman orang Batak dulu, sebuah dinasti dikepala seorang pendeta raja (priester konig).

      Toba (Samosir) sejak lahirnya dinasti Singamangaradja terpecah menjadi 2 bagian, bagian utara yg mengakui Singamangaradja; lalu dinasti Paltiradja yang berkuasa atas Toba Selatan.

      Era Sorimangaradja dijaman Singamangaradja X-XII sebenarnya dah mulai meredeup, marga2 dari keturunan si Raja Lontung kebanyakan tidak mengakui dinasti Singamaradja, mereka mengakui hanya dinasti Paltiradja, kecuali dari pihak Raja Babiat Situmorang (panglima perang merangkap ipar Singamangaradja XII, ayah dari Sitor Situmorang) yang merupakan bona ni ari dinasti Singamangaradja.

      Nama-nama seperti Tamba-tua dan saudara2nya tidak pernah lebih muda era-nya dari Sorimangaradja, dijaman lahirnya marga-marga diatas, tidak ada sebuah kekuasaan mutlak yang memerintah tanah Batak, orang Batak dahulu hanya mengakui sebuah/seorang oknum mistis yang tersulung dari yang sulung, sering disebut SI RAJA HATORUSAN atau Raja Uti.

      Sumber tulisanku ini mengacu ke:

      1. buku Toba Na Sae karya seorang penyair 3 jaman putra orang Batak Sitor Situmorang, yang notabene adalah ipar dinasti Singamangaraja
      2. Pustaha Taringot tu tambo ni bangso Batak oleh WM Hutagalung, thn 1926
      3. Bijdrage tot de kennis van de Stamverwantschap, de Inheemse Rechtgemeen en het Grondenrecht, karya WS Ypes,1932.

      Notes ini hanya sebuah versi dari admin Tamba Tua, anggapan saya seperti pohon yang diidentikkan tambo sejarah, tidak ada sumber yang berdiri sendiri tanpa keterkaitan dgn sumber dari pihak lain, agar tidak menimbulkan perselelisihan dgn marga2 lain dari pihak Tatae Bulan, saya sangat menghargai niat dan usaha dari admin, salut ma tu hamu, horas.
      Lihat Selengkapnya
      20 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Anggi Sidabalok Mauliate ma adongdo tmbh parbinotoan,
      19 jam yang lalu ·
    • Waskito Widodo Tambunan mauliate ma amang.
      19 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Amsal Thambae mauliate ma bapa tua... boi do dicopy paste kan?
      19 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Christian Hagi Sidabutar ‎@BSidabalok : makanya dibuat Tuan Sorimangaraja, berarti menunjukkan sosok orang bukan dinasti atau benda atau yg lain, terlepas dulu itu dinasti atau apa dan ada dinasti paltiraja yang jelas Tuan Sorimangaraja ialah opung ni Raja Nai Ambaton, Raja Nai Rasaon dan Raja Nai Suanon.dan ketiha pomparan ini pun begitu tarombonya. Mauliate
      18 jam yang lalu ·
    • Totok BluesMan Silalahi horas tulang atas penjelasannya...mauliate godanggggggggggggg :)
      18 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Bobby Sidabalok
      Buku dan tarombo marga2 yg kamu ambil kutipan cerita diatas ini jg saya miliki, beberapa waktu masih dianggap sbg salahsatu sumber utama ttg sejarah batak terutama dari pihak isumbaon alias sumba, namun belakangan versi ini mendapatkan sang...gahan sengit dr tua2 marga lain, sayang'a ketika dilakukan debat itu tiada publikasi dan tidak pada satu waktu yg bersamaan. Makanya saya cantumkan buku2 sumber bacaan diatas dgn harapan agar minimal anda baca jg dl buku2 itu, krn kalian menggunakan jargon tamba tua yg kalian klaim membuat beberapa perkataan yg menurut anda fakta pdhl msh hipotesa. Apa kalian termasuk pihak yg tidak bisa dikritik? Lihat Selengkapnya
      18 jam yang lalu ·
    • Haziolan Silalahi horas tulang....mauliate gabe tamba parbinotoan.
      16 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Nixson Saragi Bapak Uda BSidabalok, tolong sharing hasil rapatnya agar kami bisa menambah wawasan. Menurut versi hasil rapat bagaimana sejarah tamba tua. Atau ada blog yang bisa kami baca. Mauliate
      15 jam yang lalu ·
    • Tarombo Silalahi Dua Mantap tulang.
      Horas semua Tulang kami Pomp Tamba Tua.
      14 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Rosalina Chisandra Sidabutar perlu baca bberapa kali nih bru bs benar2 'dapet'.
      hmmm, Raja Uti rasa-rasanya saya tahu itu. apa cm de Javu ya?!
      14 jam yang lalu ·
    • Pomparan Tamba Tua Raja Uti adalah Raja Biak-biak, Raja Gumeleng Geleng anak siakkangan Guru Tatea Bulan yang konon sangat sakti dan bisa berubah wujud. Horas
      14 jam yang lalu ·
    • Yanti Hasinta Turnip Horas, makasi ito infonya...
      14 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Rosalina Chisandra Sidabutar ooh! sekarang aq tahu.. ternyata dulu aku sering menulisnya/menggambarkanny​a.. terima kasih atas pemberitahuannya.
      14 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Sintong Saragi Sidabalok Mauliate tu kiriman admin. Sangat bermanfaat !

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.