Upacara Horja Bius
Adat Budaya Batak
Toba, naung mago
sian hita.
Media Online Bersama
Toba dot Com – Huta
atau kampung di
daerah komunitas
orang Batak Toba
adalah persekutuan
masyarakat yang paling
kecil yang dibentuk
oleh marga. Mulanya
mereka tinggal di
kampung induk tetapi
karena penduduknya
terus berkembang
menyebabkan terbentuk
huta-huta yang baru.
Untuk mengatur
kepentingan bersama
beberapa kampung atau
huta membentuk federasi
atau persekutuan yang
sifatnya masih terikat satu
dengan lainnya.
Kumpulan huta disebut
horja.
Perserikatan horja ini
lebih banyak mengurus
hal yang berhubungan
dengan duniawi. Dalam
pagelaran pesta Horja
Bius diadakan yang
namanya Hahomion.
Dalam pagelaran pesta
Horja Bius diadakan yang
namanya Hahomion
Ritual Hahomion adalah
upacara yang dilakukan
oleh nenek moyang kita
terdahulu yang
ditujukan untuk
pemujaan kepada roh
leluhur dan kekuatan
gaib. Maksud
diadakannya Ritual
Hahomion untuk
memberikan sesajen/
persembahan kepada
kekuatan gaib dan roh
leluhur. Nenek moyang
kita dahulu percaya
bahwa roh leluhur masih
memiliki peran dalam
kehidupan keturunannya.
Mereka juga percaya
bahwa roh nenek moyang
senantiasa memantau
kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Persembahan ini
dimaksudkan sebagai
bukti nyata dari warga
untuk pengakuan akan
adanya kekuatan gaib
yang mengiringi
kehidupan.
Tujuan ritual Hahomion
untuk memohon agar roh
dan kekuatan kekuatan
gaib tetap memantau
kehidupan warga dan
memohon kepada
Mulajadi Na Bolon agar
senantiasa memelihara,
mendatangkan
kemakmuran, dan
ketentraman hidup warga.
Perlengkapan bahan
makanan meliputi dari
hewan, ikan, tepung
beras, buah-buahan
diantaranya adalah:
* Satu Ekor Kambing
Putih (hambing putih)
yang dimasak dan
dipotong sesuai potongan
sendi tulang kambing,
bagian kepala, leher,
dada/badan, pangkal
paha bagian atas, paha
bagian tengah kaki bagian
depan dan belakang.
Daging kambing ini
dimasak dengan bumbu
seperti cabe, garam, jahe,
lengkuas, sere, bawang
merah bawang putih,
ketumbar gonseng,
merica, buah pala dan
jintan. Semua bahan
secukupnya dibuat seperti
bumbu kare, disajikan,
disusun sesuai urutan
ketika hewan ini hidup
dalam pinggan pasu/piring
besar dari keramik.
* Ayam Putih Jantan
(Manuk Putih Jantan/
manuk mira), dipotong
sesuai potongan sendi
tulang ayam, potongan
berupa; kepala, leher,
dada, tuah/punggung,
rempelo/bagian dalam
perut, sayap, paha
pangkal, paha bawah, kaki
dan buntut dimasak
dengan bumbu cabe,
garam, jahe, lengkuas,
sere, bawang merah,
bawang putih, ketumbar
gonseng, merica, buah
pala dan jintan.
Semua bahan secukupnya
dibuat seperti bumbu kare
disajiakan/disusun sesuai
urutan ketika hewan
hidup dalam pinggan pasu
atau piring biasa/piring
keramik putih ukuran
sedang.
* Ayam Jantan Merah
Panggang (manuk mira
narara pedar) dipotong
sesuai potongan sendi
tulang ayam, potongan
berupa; kepala, leher,
dada, tuah/punggung,
rempelo/bagian dalam
perut, sayap, paha
pangkal, paha bawah,
kaki, buntut, ayam dicuci
dan dipanggang, darahnya
dicampurkan ke bumbu
dan dilumuri secara
menyeluruh.
Ayam ini yang memasak
khusus suami dan hanya
para suami yang boleh
makan ayam ini nantinya
bila ritual selesai. Disajikan
dalam pinggan pasu
dengan posisi ayam
duduk.
* Ayam Jantan (manuk
faru basi bolgang).
Ayam ini utuh ditujukan
kepada yang sakti, ayam
dipotong dibelah/
dikeluarkan bagian dalam
perutnya, direbus/dikukus
sampai matang, sebelum
direbus diberi bumbu
rendang tapi tak memakai
santan.
* Sagu-sagu. Bahan kue
ini dari tepung beras
dimasak tanpa gula
kemudian dipadatkan
dibentuk menggumpal/
membulat. Kueh ini
dimaksudkan sebagai
lambang pemberi
semangat.
* Itak Nani Hopingan,
kueh dari tepung beras
dicampur dengan pisang,
gula putih, gula merah
ditumbuk/dicetak bisa
berbentuk bulat
diletakkan di piring. Di
atas itak nani hopingan
diberi telur, bunga raya
dan roddang (kembang
jagung), pisang dan
menge-mangeni pining
(bunga pinang) Kueh ini
dimaksudkan sebagai
lambang minta doa restu.
* Itak Gurgur atau
Pohul-pohu. Bahan kue
ini dari tepung beras, gula
putih, kelapa digongseng
setengah matang
dicampur sampai menyatu
dan dapat dibentuk,
dengan menggunakan
jari/genggaman.
* Ihan Batak yakni ikan
khusus dari danau toba
yang dimasak utuh satu
ekor dengan terlebih
dahulu dibersihkan bagian
perut dan diberi bumbu
cabe, garam, jahe,
lengkuas, serre, bawang
merah bawang putih,
ketumbar gonseng,
merica, buah pala dan
jintan. Semua bahan
secukupnya dibuat seperti
bumbu kare, disajikan di
atas nasi kuning yang
diberi bumbu di sertakan
dengan pisang, itak gurgur
dan bahan lainnya.
* Anggir pangurason
yakni air yang dicampur
dengan jeruk purut, bunga
raya dan dedaunan untuk
penawar dan bahan
lainnya, ditaruh dalam
wadah berupa cawan
putih.
* Assimun
pangalambohi adalah
bahan yang terbuat dari
timun dipotong panjang
dimaksudkan sebagai
penyegar perasaan.
* Tanduk horbo paung
yang terbuat dari
pisang berukuran besar-
besar seperti pisang
ambon/pisang Batak
yang dimaksudkan
sebagai penyegar
perasaan.
* Hajut/kampil; sumpit
putih diisi beras, uang
pecahan (hepeng) nilai
terbesar Rp.100.000,-,
ditutup dengan daun sirih.
Hajut ini sebagai
perlambang kunci
persembahan yang dibawa
oleh Datu/dukun dan
diletakkan di atas meja
persembahan bersama
bahan sajen lainnya.
* Aek Naso ke mida
matani ari (air kelapa
muda ) air yang bersih
dan steril. Cara
penyajiannya kelapa muda
dilobangi bagian atasnya,
di atas lobang tersebut
diletakkan jeruk purut dan
bunga raya merah.
* Perlengkapan makan
sirih yaitu daun sirih,
gambir, kapur, cengkeh,
buah pinang dan
tembakau.
* Perlengkapan pakaian
untuk semua peserta
upacara adalah memakai
pakaian adat Batak Toba
(ulos), bagi perempuan
ulos diselempangkan atau
diselendangkan sebagai
pengganti baju, bagi laki-
laki ulos disarungkan dan
diselempangkan tanpa
baju.
Bagi orang tertentu
memakai ikat kepala
menunjukkan kedudukan
dalam pranata sosial.
Khusus Datu memakai
pakaian baju berwarna
hitam yaitu
melambangkan bahwa
datu tersebut seolah-olah
bertindak sebagai
perlambang kehadiran
Debata Batara Guru (salah
satu dari Debata Na Tolu)
yang merupakan wujud
pancaran kasih Debata
Mulajadi Na Bolon perihal
kebijakan, sementara
pada kepala memakai ikat
kepala berwarna merah
yakni melambangkan
Debata Bata Bulan yang
merupakan wujud
pancaran kasih Debata
Mulajadi Na Bolon perihal
kekuatan.
* Perlengkapan lainnya
adalah “Dupa” tempat
membakar kemenyan,
yakni wadah yang diisi
abu, bara api, dan
ditaburkan kemenyan
sedikit demi sedikit.
Aroma khas kemenyan
dimaksudkan untuk
mengundang kehadiran
mahluk gaib/kekuatan
gaib untuk hadir dan
menyatu dalam ritual
yang dilaksanakan.
* Pergondangan yaitu
menyiapkan satu gordang
(gondang besar), 5 buah
topong (gondang yang
ukurannya lebih kecil) 1
buah kesik (hesek-hesek)
dan 2 buah ogungdoal
(Gong), ogung ihutan dan
1 ogung oloan panggor
dan 1 buah sarune.
Upacara adat horjabius
ini dilakukan untuk
sekedar mengenang
ritual yang dilakukan
nenek moyang kita
BatakToba yang
terdahulu dan
disamping itu mereka
hendak melestarikan
budaya yang mereka
miliki yang juga
berguna untuk menarik
wisatawan kedaerah
Batak .
No comments:
Post a Comment
Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.