Saturday, 4 June 2011

Asal usul Dalihan Na Tolu (DNT)

Legenda Putri Nai
Manggale
Pada suatu hari Raja
Panggana yang
terkenal pandai
memahat dan
mengukir
mengadakan
pengembaraan keliling
negeri. Untuk biaya
hidupnya, Raja
Panggana sering
memenuhi permintaan
penduduk untuk
memahat patung atau
mengukir rumah.
Walaupun sudah
banyak negeri yang
dilaluinya dan banyak
sudah patung dan
ukiran yang
dikerjakannya, masih
terasa padanya
sesuatu kekurangan
yang membuat dirinya
selalu gelisah.
Untuk menghilangkan
kegelisahannya, ia
hendak mengasingkan
diri pada satu tempat
yang sunyi. Di dalam
perjalanan di padang
belantara yang penuh
dengan alang-alang ia
sangat tertarik pada
sebatang pohon
tunggal yang hanya itu
saja terdapat pada
padang belantara
tersebut. Melihat
sebatang pohon
tunggal itu Raja
Panggana tertegun.
Diperhatikannya
dahan pohon itu,
ranting dan daunnya.
Entah apa yang
tumbuh pada diri Raja
Panggana, ia melihat
pohon itu seperti putri
menari.
Dikeluarkannya alat-
alatnya, ia mulai
bekerja memahat
pohon itu menjadi
patung seorang putri
yang sedang menari.
Ia sangat senang,
gelisah hilang. Sebagai
seorang seniman ia
baru pernah
mengagumi hasil
kerjanya yang begitu
cantik dan
mempesona. Seolah-
olah dunia ini telah
menjadi miliknya.
Makin dipandangnya
hasil kerjanya, semakin
terasa pada dirinya
suatu keagungan.
Pada pandangan yang
demikian, ia melihat
patung putri itu
mengajaknya untuk
menari bersama. Ia
menari bersama
patung dipadang
belantara yang sunyi
tiada orang.
Demikianlah kerja Raja
Panggana hari demi
hari bersama putri
yang diciptakannya
dari sebatang kayu.
Raja Panggana merasa
senang dan bahagia
bersama patung putri.
Tetapi apa hendak
dikata, persediaan
makanan Raja
Panggana semakin
habis. Apakah
gunanya saya tetap
bersama patung ini
kalau tidak makan ?
biarlah saya menari
sepuas hatiku dengan
patung ini untuk
terakhir kali. Demikian
Raja Panggana dengan
penuh haru
meninggalkan patung
itu. dipadang rumput
yang sunyi sepi tiada
berkawan. Raja
Panggana sudah
menganggap patung
putri itu sebagian dari
hidupnya.
Berselang beberapa
hari kemudian,
seorang pedagang
kain dan hiasan
berlalu dari tempat
itu. Baoa Partigatiga
demikian nama
pedagang itu tertegun
melihat kecantikan
dan gerak sikap tari
patung putri itu.
Alangkah cantiknya si
patung ini apabila saya
beri berpakaian dan
perhiasan. Baoa
Partigatiga membuka
kain dagangannya.
Dipilihnya pakaian dan
perhiasan yang cantik
dan dipakaikannya
kepada patung sepuas
hatinya. Ia semakin
terharu pada Baoa
Partigatiga belum
pernah melihat patung
ataupun manusia
secantik itu.
dipandanginya patung
tadi seolah-olah ia
melihat patung itu
mengajaknya menari.
Menarilah Baoa
Partigatiga
mengelilingi patung
sepuas hatinya.
Setelah puas menari ia
berusaha membawa
patung dengannya
tetapi tidak dapat,
karena hari sudah
makin gelap, ia
berpikir kalau patung
ini tidak kubawa
biarlah pakaian dan
perhiasan ini
kutanggalkan. Tetapi
apa yang terjadi,
pakaian dan perhiasan
tidak dapat
ditanggalkan Baoa
Partigatiga. Makin
dicoba kain dan
perhiasan makin ketat
melekat pada patung.
Baoa Partigatiga
berpikir, biarlah
demikian. Untuk
kepuasan hatiku
baiklah aku menari
sepuas hatiku untuk
terakhir kali dengan
patung ini. Iapun
menari dengan sepuas
hatinya.
Ditinggalkannya
patung itu dengan
penuh haru ditempat
yang sunyi dan sepi
dipadang rumput
tiada berkawam.
Entah apa yang
mendorong, entah
siapa yang menyuruh
seorang dukun
perkasa yang tiada
bandingannya di
negeri itu berlalu dari
padang rumput
tempat patung tengah
menari. Datu Partawar
demikian nama dukun.
Perkasa terpesona
melihat patung di
putri. Alangkah
indahnya patung ini
apabila bernyawa.
Sudah banyak negeri
kujalani, belum
pernah melihat patung
ataupun manusia
secantik ini. Datu
Partawar berpikir
mungkin ini suatu
takdir. Banyak sudah
orang yang kuobati
dan sembuh dari
penyakit. Itu semua
dapat kulakukan
berkat Yang Maha
Kuasa.
Banyak cobaan pada
diriku diperjalanan
malahan segala aji-aji
orang dapat
dilumpuhkan bukan
karena aku, tetapi
karena ia Yang Maha
Agung yang
memberikan tawar ini
kepadaku. Tidak salah
kiranya apabila saya
menyembah Dia Yang
Maha Agung dengan
tawar yang
diberikannya padaku,
agar berhasil
membuat patung ini
bernyawa. Dengan
tekad yang ada
padanya ini Datu
Partawar menyembah
menengadah keatas
dengan mantra, lalu
menyapukan tawar
yang ada pada
tangannya kepada
patung. Tiba-tiba
halilintar berbunyi
menerpa patung.
Sekitar patung
diselimuti embun
putih penuh cahaya.
Waktu embun putih
berangsur hilang
nampaklah seorang
putri jelita datang
bersujud menyembah
Datu Partawar. Datu
Partawar menarik
tangan putri, mencium
keningnya lalu
berkata : mulai saat ini
kau kuberi nama Putri
Naimanggale.
Kemudian Datu
Partawar mengajak
Putri Naimanggale
pulang
kerumahnya…….
Konon kata cerita
kecantikan Putri
Naimanggale tersiar
ke seluruh negeri. Para
perjaka menghias diri
lalu bertandang ke
rumah Putri
Naimanggale. Banyak
sudah pemuda yang
datang tetapi belum
ada yang berkenan
pada hati Putri
Naimanggale. Berita
kecantikan Putri
Naimenggale sampai
pula ketelinga Raja
Panggana dan Baoa
Partigatiga. Alangkah
terkejutnya Raja
Panggana setelah
melihat Putri
Naimanggale teringat
akan sebatang kayu
yang dipahat menjadi
patung manusia.
Demikian pula Baoa
Partigatiga sangat
heran melihat kain
dan hiasan yang
dipakai Putri
Naimanggale adalah
pakaian yang
dikenakannya kepada
Patung, Putri dipadang
rumput. Ia mendekati
Putri Naimanggale dan
meminta pakaian dan
hiasan itu kembali
tetapi tidak dapat
karena tetap melekat
di Badan Putri
Naimanggale. Karena
pakaian dan hiasan itu
tidak dapat terbuka
lalu Baoa Partigatiga
menyatakan bahwa
Putri Naimanggale
adalah miliknya. Raja
Panggana menolak
malahan balik
menuntut Putri
Naimanggale adalah
miliknya karena dialah
yang memahatnya
dari sebatang kayu.
Saat itu pula
muncullah Datu
Partawar dan tetap
berpendapat bahwa
Putri Naimanggale
adalah miliknya.
Apalah arti patung
dan kain kalau tidak
bernyawa. Sayalah
yang membuat
nyawanya maka ia
berada di dalam
kehidupan. Apapun
kata kalian itu tidak
akan terjadi apabila
saya sendiri tidak
memahat patung itu
dari sebatang kayu.
Baoa Partigatiga
tertarik memberikan
pakaian dan perhiasan
karena pohon kayu itu
telah menajdi patung
yang sangat cantik.
Jadi Putri Naimanggale
adalah milik saya kata
Raja Panggana. Baoa
Partigatiga balik
protes dan
mengatakan, Datu
Partawar tidak akan
berhasrat membuat
patung itu bernyawa
jika patung itu tidak
kuhias dengan pakaian
dan hiasan. Karena
hiasan itu tetap
melekat pada tubuh
patung maka Raja
Partawar memberi
nyawa padanya. Datu
Partawar mengancam,
dan berkata apalah
arti patung hiasan jika
tidak ada nyawanya ?
karena sayalah yang
membuat nyawanya,
maka tepatlah saya
menjadi pemilik Putri
Naimanggale. Apabila
tidak maka Putri
Naimanggale akan
kukembalikan kepada
keadaan semula. Raja
Panggana dan Baoa
Partigatiga
berpendapat lebih
baiklah Putri
Naimanggale kembali
kepada keadaan
semula jika tidak
menjadi miliknya.
Demikianlah
pertengkaran mereka
bertiga semakin tidak
ada keputusan. Karena
sudah kecapekan,
mereka mulai sadar
dan mempergunakan
pikiran satu sama lain.
Pada saat yang
demikian Datu
Partawar
menyodorkan satu
usul agar masalah ini
diselesaikan dengan
hati tenang didalam
musyawarah. Raja
Panggana dan Baoa
Partigatiga mulai
mendengar kata-kata
Datu Partawar. Datu
Partawar berkata :
marilah kita
menyelesaikan
masalah ini dengan
hati tenang didalam
musyawarah dan
musyawarah ini kita
pergunakan untuk
mendapatkan kata
sepakat. Apabila kita
saling menuntut akan
Putri Naimanggale
sebagai miliknya saja,
kerugianlah akibatnya
karena kita saling
berkelahi dan Putri
Naimanggale akan
kembali kepada
keadaannya semula
yaitu patung yang
diberikan hiasan.
Adakah kita didalam
tuntutan kita,
memikirkan
kepentingan Putri
Naimanggale? Kita
harus sadar, kita
boleh menuntut tetapi
jangan menghilangkan
harga diri dan pribadi
Putri Naimanggale.
Tuntutan kita harus
kita dasarkan demi
kepetingan Putri
Naimanggale bukan
demi kepentingan kita.
Putri Naimanggale
saat sekarang ini
bukan patung lagi
tetapi sudah menjadi
manusia yang
bernyawa yang
dituntut masing-
masing kita bertiga.
Tuntutan kita bertiga
memang pantas, tetapi
marilah masing-masing
tuntutan kita itu kita
samakan demi
kepentingan Putri
Naimanggale.
Raja Panggana dan
Baoa Partigatiga
mengangguk-angguk
tanda setuju dan
bertanya apakah
keputusan kita Datu
Partawar ? Datu
Partawar menjawab,
Putri Naimanggale
adalah milik kita
bersama. Mana
mungkin, bagaimana
kita membaginya.
Maksud saya bukan
demikian, bukan
untuk dibagi sahut
Datu Partawar. Demi
kepentingan Putri
Naimanggale marilah
kita tanyakan
pendiriannya. Mereka
bertiga menanyakan
pendirian Putri
Naimanggale.
Dengan mata berkaca-
kaca karena air mata,
air mata keharuan dan
kegembiraan Putri
Naimanggale berkata :
“ Saya sangat gembira
hari ini, karena kalian
bertiga telah bersama-
sama menanyakan
pendirian saya. Saya
sangat menghormati
dan menyayangi kalian
bertiga, hormat dan
kasih sayang yang
sama, tiada lebih tiada
kurang demi kebaikan
kita bersama. Saya
menjadi tiada arti
apabila kalian cekcok
dan saya akan sangat
berharga apabila
kalian damai.
Mendengar kata-kata
Putri Naimanggale itu
mereka bertiga
tersentak dari
lamunan keakuannya
masing-masing, dan
memandang satu
sama lain. Datu
Partawar berdiri lalu
berkata : Demi
kepentingan Putri
Naimanggale dan kita
bertiga kita tetapkan
keputusan kita :
a. Karena Raja
Panggana yang
memahat sebatang
kayu menjadi patung,
maka pantaslah ia
menjadi Ayah dari
Putri Naimanggale.
SUHUT
b. Karena Baoa
Partigatiga yang
memberi pakaian dan
hiasan kepada patung,
maka pantaslah ia
menjadi Amangboru
dari Putri
Naimanggale. BORU
c. Karena Datu
Partawar yang
memberikan nyawa
dan berkat kepada
patung, maka
pantaslah ia menjadi
Tulang dari Putri
Naimanggale. HULA-
HULA
Mereka bertiga setuju
akan keputusan itu
dan sejak itu mereka
membuat perjanjian,
padan atau perjanjian
mereka disepakati
dengan :
Pertama, bahwa demi
kepentingan Putri
Naimanggale Raja
Panggana, Baoa
Partigatiga dan Datu
Partawar akan
menyelesaikan semua
permasalahan yang
terjadi dan mungkin
terjadi dengan jalan
musyawarah.
Kedua, bahwa demi
kepentingan Putri
Naimanggale dan
turunannya kelak,
Putri Naimanggale dan
turunannya harus
mematuhi setiap
keputusan dari Raja
Panggana, Baoa
Partigatiga dan Datu
Partawar.
Demikian legenda
PUTRI NAI
MANGGALE yang
menggambarkan (turi-
turian) asal muasal
DALIHAN NA TOLU
didalam kekerabatan
Batak. Dari cerita
tersebut, bahwa
hakikat DNT adalah
musyawarah untuk
menyelesaikan
masalah demi
kebaikan orang yang
dikasihi dalam hal ini
PUTRI NAI
MANGGALE.

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.