Sunday 29 May 2011

Catatan Fb TRS 5

TANGISAN DAN
SEYUMAN PINGGAN
MATIO, RANINBANI,
RUMINTANG DAN
SIBERRU TAREN
BERRU MATANARI
TANGISAN DAN
SEYUMAN PINGGAN
MATIO, RANINBANI,
RUMINTANG DAN
SIBERRU TAREN BERRU
MATANARI
PADA PESTA
KETURUNAN RAJA
MATANARI
MENGGOHON-GOHONI
POMPARAN RAJA
SIHALOHO
DI HUTA SIHALOHO DI
SILALAHI NABOLAK
SABTU 29 NOPEMBER
2008
Oleh: Ir. Jawaller Matanari,
MS.
Pesta Adat Yang Penuh
Hikmat dan Makna
Simbolik Petunjuk
Kebenaran Sejarah Masa
Lampau.
Menggohon-gohoni
(bahasa Suku Pakpak),
berarti memberikan
makan yang bermakna
sakral menurut adat suku
Batak Pakpak,
dilaksanakan untuk tujuan
agar orang yang diberikan
makanan tersebut
menjadi orang yang sehat,
berani, dan kuat dalam
berperang melawan
musuh (atau dapat
bekerja keras mencari
nafkah, kuat mental
menghadapi masalah,
lulus dalam ujian, dan lain
lain sejenisnya). Pada
mulanya acara ini
dilaksanakan terutama
untuk tujuan berperang
melawan musuh, maka
dalam acara ini dilengkapi
dengan acara penyerahan
pakaian kebesaran
menurut adat Pakpak dan
alat perang berupa pisau,
parang, tombak dan lain
lain. Selanjutnya acara ini
dilakukan dalam
hubungan kasih sayang
antara kula-kula dengan
anak berru, sehinga diikuti
penyerahan bekal, modal,
ternak, benih padi, tikar
dan bentuk oleh-oleh
lainnya dari pihak kula-
kula kepada anak berru.
Rombongan Keturunan
Raja (marga) Matanari
dan Berru-Berre telah
mulai berkumpul di Kuta
Pernantiin (Pegagan Julu
IV) di depan rumah Djos
M (mpung Kristiani)
Matanari sejak jam 7,00
WIB dengan perasaan
yang becambur baur
antara gembira, kerinduan
dan was-was, selama
menunggu kehadian
semua anggota
rombongan, menunggu
persiapan pengadaan luah
(oleh-oleh) yang akan
dibawa, serta menunggu
perwakilan marga
pomparan Raja Sihaloho
yang menjemput
rombongan kula-kula
keturunan Raja Matanari.
Sekitar jam 8.30 WIB
semua yang ditunggu di
atas telah hadir dan luah
telah tersedia lengkap,
sehingga kemudian
dilaksanakan Acara
Keberangkatan
Rombongan keturunan
Raja Matanari (mohon
Doa Restu) secara singkat.
Rombongan dengan
jumlah sekitar 500 orang
berangkat secara
beriringan menuju huta
Sihaloho di Silalahi
Nabolak, Rombongan
kula-kula (Matanari)
sampai di pintu gerbang
masuk ke kampung/
kecamatan Silalahi sekitar
jam 10.00 WIB.dalam
keadaan selamat dan
sehat walafiat berkat
Restu dan Lindungan
Tuhan Maha Kuasa dan
Penyayang.
Selanjutnya dilakukan
pengaturan atau penataan
barisan arak-arakan
rombongan kula-kula
(Matanari) berdasarkan
urutan (tahapan)
pelaksanakan adat Pakpak
yang akan dilaksanakan di
Pesta Keturunan Raja
Matanari Menggohon-
gohoni Pomparan Raja
Sihaloho di Huta Sihaloho
di Silalahi Nabolak.
Persiapan dan penatan
barisan rombongan ini
membutuhkan waktu
cukup lama yakni sekitar
satu jam. Barisan
rombongan keturunan
Raja Matanari mulai
begerak bejalan kaki
dengan perasaan
bersemangat dan gembira
diiringi Genderang Suku
Pakpak. Barisan terdepan
adalah Hulubalang yang
dilengkapi senjata Pisau
dan Tombak yang dihiasi
dengan pucuk tanaman
silinjuang. Setelah barisan
rombongan ketuunan Raja
Matanari berjalan kaki
dengan jarak sekitar 500
meter dari gerbang
kampung (titik awal
keberangkatan),
sampailah di jembatan
sungai Binanga Simaila
(bahasa suku Pakpak
disebut: Lae siMela) yang
disambut dengan
suasana/keadaan cuaca
yang berubah dari
sebelumnya.
Semenjak keberangkatan
rombongan keturunan
Raja Matanari dari kuta
Pernantin (Pegagan Julu-
IV) hingga barisan arak-
arakan sampai mendekati
jembatan sungai Binanga
Simaila adalah dalam
keadaan cuaca cerah
dengan Sinar Matahari
yang indah menerangi
daerah Silalahi Nabolak.
Cuaca/Sinar Matahari
yang cerah dapat
merupakan Symbol
Senyum Kegembiraan bagi
sebahagian orang dan
mungkin juga bagi Arwah
Pinggan Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren berru Matanari,
yang bergembira
menunggu kedatangan
barisan rombongan
keturunan Raja Matanari
di sekitar jembatan sungai
Binanga Simaila.
Kejadian ini
menyimbolkan
pengulangan sejarah
zaman dahulu, yakni di
tempat inilah Raja
Silalahisabungan
menunggu Raja Matanari
mengantarkan putri
tunggalnya si Pinggan
Matio. Pinggan Matio
adalah sebagai upah Raja
Silalahisabungan yang
telah berhasil mengobati
penyakit istri Raja
Matanari. Penyerahan
Pinggan Matio
dilaksanakan Raja
Matanari, melaui proses
atau tahap pengujian ilmu
batin (hadatuan) si Raja
Silalahisabungan. Raja
Matanari yang dikenal
dengan Ilmu Hitamnya,
mempertunjukkan 7 gadis,
untuk dipilih salah satu
oleh si Raja
Silalahisabungan. Dengan
cerdik dan tanpa
mempermalukan calon
mertuanya, Datu Raja
Silalahisabungan meminta
agar 7 gadis tersebut
menyeberangi sungai
Binanga Simaila. Raja
Silalahisabungan memilih/
menunjuk gadis yang
basah pakaiannya setelah
melewati sungai tersebut
yaitu Pinggan Matio (putri
tunggal Raja Mataanari),
sedangkan 6 gadis lainnya
bukanlah manusia,
melaikan siluman yang
dipertunjukkan Raja
Matanari melalui Ilmu
Hitamnya. Raja Matanari
keturunan Raja Api
Pakpak Pegagan, dikenal
dan ditakuti dengan Ilmu
Hitamnya, sedangkan Raja
Silalahisabungan terkenal
sebagai Datu Pangubati
(dukun mengobati orang
sakit).
Setelah barisan arak-
arakan keturunan Raja
Matanari sampai di
jembatan sungai Binanga
Simaila pada 29
Nopember 2008, suasana
atau keadaan berubah
secara tiba-tiba (sangat
cepat). Penulis
memandang ke arah kiri
barisan, yaitu arah bukit
hutan Lae Pondom.
Penulis melihat awan
warna gelap di atas bukit
itu, dan kemudian
keadaan cuara cerah,
cepat berubah menjadi
sangat mendung dan
seterusnya turun hujan
gerimis. Suasana atau
keadaan mendung diiringi
hujan gerimis adalah
symbol Tangisan (air
mata) kesedihan buat
sebagian besar orang dan
mungkin juga bagi Arwah
Pinggan Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren berru Matanari
yang merasa sangat sedih,
karena kehadiran kula-
kula mereka tidak
diinginkan sebagian
keturunan anak yang
mereka lahirkan dari
rahimnya.
Peserta rombongan
barisan arak-arakan
keturunan Raja Matanari
juga umumnya mengalami
perubahan perasaan
masing-masing. Perasaan
gembira berubah menjadi
perasaan was-was, takut
basah kuyup oleh air
hujan, takut ponselnya
terkena air hujan,
perasaan sedikit malu
atau grogi dan sedih
dipandangi bernuansa
mengejek dari sebahagian
masyarakat yang tampak
kurang simpati atas
kehadiran rombongan
kula-kula marga Matanari
di Silalahi Nabolak.
Perasaan sedih makin
besar, karena selain
diguyur hujan gerimis
barisan arak-arakan
rombongan keturunan
Raja Matanari tidak
diizinkan berjalan dari
jalan raya yang tersedia.
Melainkan rombongan
harus menempuh sekitar
100 meter jalan setapak
yang agak sulit untuk
dijalani (setelah beberapa
ratus meter dari jembatan
sungai Binanga Simaila
menuju lokasi
dilaksanakan pesta).
Padahal sebenanya ada
jalan raya menuju lokasi
pesta yang pantas dilalui
tamu yang hina dina
sekalipun. Jalan umum
yang dapat dilalui semua
bangsa Indonesia di huta
Silalahi Nabolak tidak
diizinkan dilalui barisan
arak-arakan marga
Matanari kula-kula yang
diakui Sihaloho kelompok
Saing Sihaloho keturunan
Raja Silalahisabungan.
Kenyataan pahit (terhina)
yang harus dialami
rombongan keturunan
Raja Matanari harus
terjadi (suatu kenyataan).
Kenyataan pahit (hinaan)
ini mungkin adalah suatu
symbol kejadian yang
pantas (harus) diterima
keturunan Raja Matanari,
sebagai ganjaran
(hukuman) atas segala
dosa-dosa atau kesalahan
masa lampau dan
sekarang dari keturunan
Raja Matanari kepada
pihak berru-berre
keturunan Raja
Silalahisabungan-Pinggan
Matio. Harus diakui bahwa
sangat besar dosa-dosa
atau kekurangan kita
keturunan Raja Matanari
kepada pihak anak berru
keturunan Raja
Sillahisabungan pada
masa lampau dan
sekarang. Hukuman
(hinaan) ini masih jauh
lebih kecil dibanding dosa-
dosa/kesalahan yang telah
diperbuat kita keturunan
Raja Matanari.. Semoga
dengan hinaan (hukuman)
ini, maka dosa-dosa dan
kesalahan keturunan Raja
Matanari menjadi
terhapus (diampuni),
sehingga mendapat berkat
dan rahmat kurnia Tuhan
yang besar pada masa
depan.
Namun demikian dengan
berdasarkan perasaan
sedih, berbesar hati dan
kerinduan menjenguk
keluarga berru, maka
rombongan marga
Matanari sampai juga di
halaman rumah
(sibaganding tua) Sihaloho
di Huta Sihaloho di Silalahi
Nabolak diiringi mendung
dan hujan gerimis sebagai
symbol perasaan sedih
dan tangisan orang
umumnya serta mungkin
juga bagi Arwah Pinggan
Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren berru Matanari ,
karena kula-kula mereka
dihina atau ditolak oleh
sebahagian keturunan
anak yang lahir dari
rahimnya. Semoga
tindakan ini tidak
menimbulkan kerugian
bagi semua keturunan
Raja Silalahisabungan ke
masa depan. Pesan
"manat mardongan tubu"
berarti " ikut serta manat
dan menghormati hula-
hula ni dongan tubu" juga
bukan....?
Rombongan keturunan
Raja Matanari disambut
dengan perasaan gembira
dan terharu dari
keturunan Raja Sihaloho
yang dipinpin Maruba
Sihaloho, SE (selaku Ketua
Panitia Pesta) beserta
nyonya boru Sitanggang,
yang disemangati oleh
nyonya Saing Sihaloho,
MA boru Purba yang juga
sudah dimargakan sebagai
boru Matanari serta
semua pendukung
pelaksanaan pesta,
mereka telah menunggu
didepan halaman rumah
di huta Sihaloho di Silalahi
Nabolak. Rombongan
kula-kula marga Matanari
yang diiringi genderang
suku Pakpak mulai dari
kuta Pernantiin hingga
didepan rumah Sihaloho,
kemudian disambut
dengan gendang
(gondang) suku Toba,
sebagai symbol anak
berru menghormati dan
menyambut kula-kula.
Pada saat ini suasana atau
keadaan sedikit berubah
dari keadaan mendung
diiringi hujan gerimis,
berubah menjadi keadaan
cuaca agak cerah diiringi
hujan gerimis. Keadaan ini
dapat menyimbolkan
bahwa hadirin dan
mungkin juga Arwah
Pinggan Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren berru Matanari
dalam suasana menangis
dalam kegembiraan.
Semua hadirin baik pihak
berru (Sihaloho) maupun
pihak kula-kula (Matanari)
dalam keadaan/ perasaan
terharu atau menangis
dalam kegembiraan.
Keadaan cuaca agak cerah
diiringi hujan gerimis
(symbol dari menangis
dalam kegembiraan) dan
cuaca agak cerah tanpa
hujan (symbol dari
kegembiraan) terjadi
secara silih-berganti
selama proses adat
berlangsung. Proses adat
yang dilaksanakan adalah
adat suku Batak Pakpak
dan adat suku Batak Toba
yang dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Suara gendang
(genderang) suku Pakpak
di depan gerbang kuta,
sebagai tanda
pemberitahuan
(mengetuk pintu rumah/
gerbang kuta) kepada
anak berru (Sihaloho)
oleh kula-kula (Matanari),
yang diikuti tarian Pakpak
dari gadis-gadis berru
Matanari beserta orang
tuanya ataupun semua
hadirin.
2. Suara gendang
(gondang) suku Toba
dihalaman rumah
Sihaloho, sebagai tanda
penerimaan (dengan rasa
hormat) kedatangan
rombongan kula-kula
marga Matanari, yang
diiringi tarian (tortor
somba) dari pihak boru
Sihaloho dan tarian
(tortor pasu-pasu) dari
hula-hula (kula-kula)
Matanari.
3. Ucapan Njuah-Njuah
(selamat) dari marga
Matanari (pihak kula-kula)
kepada pihak Sihaloho
(anak berru) yang
disampaikan oleh Ketua
Sulang Silima Pegagan
Julu-IV Djos M (mpung
Kristiani) Matanari.
4. Ucapan Horas (selamat)
atas kedatangan kula-kula
Matanari menjumpai anak
berru (Sihaloho) di Huta
Sihaloho di Silalahi
Nabolak, yang
disampaikan Ketua Panitia
Pesta Maruba Sihaloho,
SE.
5. Penyerahan Pakaian
Adat Pakpak kepada
Sihaloho dan istrinya
(pihak berru) oleh pihak
kula-kula (Matanari).
Pakaian adat pakpak
dikenakan kepada
Sihaloho, meliputi;
pakaian, topi kehormatan,
ulos selempang dan
pengikat pinggang, dan
pisau untuk berperang
(bekerja keras) yang
dikenakan kepada Maruba
Sihaloho, SE. Juga istri
Sihaloho (Nyonya Maruba
Sihaloho, SE boru
Sitanggang) dikenakan
pakaian dan topi (tudung)
suku Pakpak.
6. Penyerahan luah (oleh-
oleh) seekor lembu
jantan, untuk berru
(Sihaloho) dari kula-kula
(Matanari).
7. Penyerahan Pelleng
(nasi pedas yang diberi
kunyit dan daging yang
pedas karena kandungan
cabenya relatip banyak),
terutama untuk memicu
anak berru (Sihaloho)
untuk siap dan berani
berperang (bekerja keras),
penyerahan dari kula-kula
(Matanari) kepada anak
berru (SIhaloho).
8. Penyerahan Daging
Manok Mersendihi (daging
ayam masakan khas suku
Pakpak) kepada berru
(Sihaloho dan istrinya/
keluarganya) agar kuat
menghadapi rintangan,
penyerahan dari kula-kula
(Matanari) kepada anak
berru (SIhaloho)..
9. Penyerahan Nditak
Gabur ( kue dari tepung
beras) agar sehat
menghadapi tantangan,
dimana makanan ini dapat
berguna menetralkan
cabe dalam sistim
pencernaan (usus perut)
yang relatip banyak
dikandung Pelleng yang
dimakan sebelumnya.
Dinasehatkan, agar semua
keluarga anak berru
mencicipi Nditak Gabur
agar semua sehat-sehat.,
penyerahan dari kula-kula
(Matanari) kepada anak
berru (SIhaloho).
10. Penyerahan Pinahpah
( suku Toba
menyebutnya; Sinaok,
Tipa-tipa) yaitu padi yang
baru dipanen, digongseng
dan ditumbuk pakai
lumpang dan alu,
sehingga berbentuk pipih,
menunjukan bahwa
mereka (kula-kula) baru
panen padi, penyerahan
dari kula-kula (Matanari)
kepada anak berru
(Sihaloho).
11. Penyerahan Baka
Kambal yaitu sejenis tikar
produk anyaman secara
tradisional, penyerahan
dari kula-kula (Matanari)
kepada anak berru
(Sihaloho).
12. Penyerahan ayam
hidup untuk dipelihara
anak berru, penyerahan
dari kula-kula (Matanari)
kepada anak berru
(Sihaloho).
13. Penyerahan Page
(Benih Padi), untuk
ditanam di ladang atau
sawah, agar hasil panen
bagus atau berlimpah-
ruah, penyerahan dari
kula-kula (Matanari)
kepada anak berru
(Sihaloho).
14. Penyerahan Bibit
Pohon Beringin yang
dikembangkan (dibiakkan)
dari pohon beringin yang
ditanam Pinggan Matio
(disebut; eks tongkat
Pinggan Matio) atau
disebut juga Pohon
Beringin (Jabi-Jabi)
Sembahan si Raja Onggu
Ruma Sondi- si Rumintang
berru Matanari) di kuta
Balna Sikabeng-kabeng,
untuk ditanam anak berru
(Sihaloho) sebagai pohon
perteduhan, atau symbol
kehormatan, penyerahan
dari kula-kula (Matanari)
kepada anak berru
(Sihaloho).
15. Ucapan Mauliate
(Terimakasih) dari
Sihaloho kepada kula-kula
(Matanari) atas semua
luah (oleh-oleh) dan
kerjasama yang baik
selama waktu silam dan
waktu yang akan datang,
disampaikan Maruba
Sihaloho, SE.. Walaupun
keadan cuaca mendung
diiringi hujan gerimis,
namun tidak menyurutkan
semangat dan kasih
sayang antara kula-kula
dengan anak berru.
16. Ucapan Nasehat dan
Lias Ate (terimakasih) dari
kula-kula (Matanari)
kepada anak berru
(Sihaloho), disampaikan
oleh Djos M (mpung
Kristiani) Matanari. Beliau
nampak menunjukkan
perasaan sedikit kecewa
kepada sebagian
keturunan Raja
Silalahisabungan yang
belum menerima Matanari
sebagai hula-hulanya. Jika
pernyataan beliau kurang
berkenan buat anak berru
(Sihaloho), mohon maaf
dan harap maklum beliau
sudah sangat lelah
mengatur rombongan
barisan keturunan Raja
Matanari.
17. Makan Siang Bersama
(kula-kula dan anak berru
dan undangan) yang
dijamu oleh anak berru
(Sihaloho) dengan
makanan kehormatan
sesuai dengan adat suku
Batak Toba (yaitu makan
diikuti acara penyerahan
Tudu-tudu ni sipanganon
juhut ni horbo nabolon
jala natabo, diserahkan
kepada hula-hula
(Matanari).
18. Acara Selingan berupa
Hiburan, yaitu nyanyian
dengan judul
"Marsinggang Ho Inang"
dan "Berngin en lang ter
peddem mata ngku,
merninget ko sambaing
turang" yang dibawakan
salah seorang boru
Sihaloho, dan pakpak
tentang ibu dengan calon
menantu perempuannya
(parumaen), yang
dibawakan penyanyi duet
yaitu berru Matanari
bersama marga
Simanjorang (berre
Matanari). Wah............
cantik juga itu berru
Matanari.....?.jika ada
paribannya berminat
datanglah ke kuta tulang.
19. Acara Penyerahan
Ulos, (sesuai adat suku
Toba) dari hula-hula
(Matanari) kepada boru
(Sihaloho). Adat suku
Pakpak justru kula-kula
(hula-hula) yang
mendapat ulos dan emas
dari anak berru.
Penyerahan ulos dari kula-
kula kepada anak berru
pada pesta ini adalah
adapt suku Batak Toba.
Dengan demikian dalam
acara pesta ini terjadi
toleransi saling
menghargai
(melaksanakan) adapt
budaya Batak Pakpak dan
Batak Toba. Penyerahan
ulos (symbol pasu-pasu/
berkat dari Tuhan)
dilakukan kula-kula
kepada anak berru, yang
diikuti tarian (tortor) dan
diiringi alunan suara
gendang (Gengerang
Pakpak dan Gondang
Toba). Acara ini
berlangsung dalam
suasana gembira, yang
membutuhkan waktu
cukup lama, karena cukup
banyak pihak boru yang
harus diulosi.
20. Penyampaian luah
(oleh-oleh Baka Kambal
dan Ayam Hidup) dari
keturunan Raja (marga)
Bintang (Pakpak Keppas)
kepada keturunan Raja
Sihaloho.. Ranimbani
berru Matanari (istri Raja
Sihaloho) mempunyai 2
orang adik perempuan
(pariban) yaitu yang kawin
ke marga (Raja) Bintang
dan marga (Raja) Maha.
Selain hubungan
marpariban (istri
bersaudara), terdapat
hubungan khusus (tidak
boleh kawin antar
keturunan mereka,
disebut marpadan) antara
Raja Sihaloho dan Raja
Bintang, karena mereka
saling menolong dalam
perang melawan musuh
pada zaman dahulu.
21. Ucapan Horas
Mauliate (Terimakasih)
dari Nyonya Saing
Sihaloho, MA boru Purba-
Matanari, yang sangat
mulia, rendah hati,
menyejukkan perasaan,
menimbulkan perasaan
terharu, atas ucapan dan
perbuatan nyata beliau
dan keluarganya, dalam
mewujutkan
terlaksananya pesta ini.
Walaupun beliau harus
memakai Kursi Roda,
namun beliau dipapah
untuk berdiri untuk
mengucapkan pernyataan
"Horas dan Mauliate
Kepada Hula-hula
Matanari" dan "Rasa dan
Ucapan Syukur kepada
Tuhan Maha Kuasa" atas
terselenggaranya pesta
tersebut.
22. Acara Penyampaikan
Ucapan Berkat Tuhan
(Pasu-Pasu), dari pihak
hula- hula Matanari yang
didukung lagu berpesan
Nasehat, yang dibawakan
oleh Kismer Matanari,
dengan Vokal suara yang
merdu dan berenergi,
sehingg memimbulkan
kesan dan pesan yang
bagus kepada semua
orang, terlebih-lebih
kepada pihak berru
(Sihaloho) tersampaikan
pesan "Jangan Melupakan
Ibu" dan "Bapa" selaku
orang tua. Perasaan
Terharu yang timbul pada
setiap orang akibat lagu
yang dibawakan Kismer
Matanari, membuat
banyak orang
menyumbang, baik dari
pihak Matanari maupun
Sihaloho. Pemberian uang
oleh keluarga (pihak)
Sihaloho umumnya
dilakukan dengan
perasaan hormat, terharu,
menangis sambil
manortor somba (menari
memberi hormat kepada
pihak hula-hula Matanari),
adalah suatu kejadian
yang tidak terlintas dalam
pikiran waktu sebelumnya.
23. Acara Penyampaian
Ulos dan Parsituak
Natonggi tu Hula-hula
Matanari (mengikuti Adat
Pakpak) dari anak berru
(Sihaloho), yang dipimpin
Maruba Sihaloho, SE.
24. Acara Penyampaian
Silua (oleh-oleh) Dekke
Jair tu hula-hula Matanari,
dari boru (Sihaloho) tu
hula-hula (Matanari), yang
penyerahannya diikuti
oleh tarian dan gondang
Toba.
25. Gondang Sitio-tio,
adalah gendang
(gondang) Penutupan
Acara, yang ditutup
ucapan kata HORAS/
NJUAH-NJUAH tiga (3)
kali,dipinpin Maruba
Sihaloho, SE (Ketua
Panitia Pesta).
Sejak acara poin nomor 19
di atas dilangsungkan
sampai acara pesta
selesai, keadaan cuaca
dan suasana mulai
berubah secara bertahap,
pelan tapi pasti, yaitu
cuaca berubah menjadi
cerah dan hujan gerimis
pun berhenti. Bahkan
selama kula-kula maraga
Matanari diperjalan
pulang dari huta Sihaloho
di Silalahi Nabolak,
keadaan hujan berhenti
dan cuaca cerah..
Keadaan cuaca cerah
tanpa hujan merupakan
symbol harapan masa
depan yang cerah {sejalan
dengan munculnya
perasaan terharu dan
gembira baik pada pihak
kula-kula (Matanari)
maupun pihak berru
(Sihaloho) serta mungkin
juga Arwah Pinggan Matio,
Ranimbani, Rumintang
dan Siberru Taren berru
Matanari, Raja Matanari
beserta keturunannya}.
Semoga Harapan ini di
Rhidoi Tuhan.
Pesta Silima Tali di
Sumbul Pegagan dan di
Balna Sikabeng- Kabeng
Kuta Gugung, adalah
Momen Kuat Penyebab
sebahagian marga
Matanari Pakpak Pegagan
mengaku dan menarik
Tarombo anak Op
Sanggapulo Martua Tinggi
anak Op. Borsak Sihotang
Pardabuan Uruk,.... dan
selanjutnya menjadi awal
penyebab Pinggan Matio,
Ranimbani, Rumintang
dan Siberru Taren berru
Matanari di lupakan
keturunan anak yang lahir
dari rahimnya........,,,,,,,,,,,,?
dan juga dilupakan kula-
kulanya marga
Matanari..............?,
Apakah arwah mereka
menangis dan tersenyum
menyambut kedatangan
kula-kula "Keturunan Raja
Matanari Menggohon-
gohoni Pomparan Raja
Sihaloho di huta Sihaloho
di Silalahi Nabolak",.......
setelah sekian lama tidak
lagi berlangsung .....?
=========================================
=========
Hubungan kekerabatan
(persaudaran yang erat)
yang sudah lama terjalin
baik antara marga
Sihotang, Matanari,
Manik, Lingga dan Berru/
Boru, dan semakin kuat
setelah dilaksanakan Pesta
Silima Tali di Sumbul
Pegagan (sekitar tahun
1957) dan Pesta Silima Tali
di Balna Sikabeng-kabeng
Kuta Gugung (sekitar
tahun 1960). Silima Tali
adalah ikatan kesatuan 5
unsur di Pegagan, yakni
(1) Sihotang, (2) Matanari,
(3) Manik, (4) Lingga dan
(5) Berru-Berre dari 4
marga tersebut di atas.
Ikatan Silima Tali dibentuk
untuk tujuan mulia, yakni
ikatan kesatuan (SADA)
antara 4 marga tersebut
beserta berru-berre dari 4
marga tersebut, bertujuan
untuk memperkecil terjadi
perselisihan, memperkuat
pengaruh (eksistensi) dari
4 marga dan anak
berrunya terhadap
gangguan atau serangan
marga lain yang masuk ke
daerah Pegagan. Ikatan
Silima Tali makin kuat
eksistensinya karena
menyerupai (mirip)
dengan Struktur Adat
Pakapak yang dikenal
dengan nama Silima
Sulang, yakni terdiri dari 5
kelompok yaitu (1)
Perisang-isang (anak/
keturunan putra tertua),
(2) Pertulan Tengah
(anak/keturunan putra
tengah), (3) Perekur-ekur
(anak/keturunan putra si
bungsu), (4) Puncani Adop
(anak.keturunan saudara
se marga/ kakek/bapak
kakak-beradik), dan (5)
anak berru-berre.
Silima Tali dapat diartikan
5 (lima) kelompok diikat
dalam satu kesatuan yakni
4 marga kula-kula (hula-
hula) dan satu kelompok
Berru-Berre dari 4 marga
tersebut. Pada mulanya
Silima Tali adalah sebatas
kesatuan (SADA) 4 marga
di Pegagan yang terdiri
dari 3 suku Pakpak
Pegagan (Matanari, Manik
dan Lingga) dan satu suku
Batak Toba (Sihotang)
beserta Berru-Berre dari 4
marga tersebut, tetapi
lambat laun terjadi
perubahan dari kata satu
kesatuan (Sada) menjadi
Anak (Keturunan).
Kenapa demikian....?,
adakah faktor
penyebabnya....?
Dasar kepentingan
(alasan) dibentuk ikatan
dan dilaksanakan pesta
SILIMA TALI di Sumbul
Pegagan adalah
Kepentingan Saling
Menguntungkan antara
Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik dan
Lingga) dengan Sihotang
(Batak Toba) yakni antara
lain adalah:
Upaya memperkuat
eksistensi Sihotang di
Tanah Pakpak Pegagan
dan sekitarnya, menjaga
hal-hal/kejadian buruk
yang dapat terjadi
dikemudian hari (perang
antar suku, seperti yang
pernah terjadi di daerah
lain, pada waktu
sebelumnya).
Mengantisipasi {agar tidak
terjadi pengingkaran janji
atas pemberian tanah dari
suku Pakpak Pegagan
kepada marga Sihotang,
misalnya marga Sihotang
telah mendapat tanah
dan kuta di sekitar Balna
Sikabeng-kabeng dari
marga Matanari (disebut
huta Sihotang)}.
Pada waktu itu, Pusat
Pemerintahan Daerah
adalah di Tarutung
(daerah suku Batak Toba).
Dengan demikian untuk
berbagai kepentingan
oknum Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik dan
Lingga) dalam berbagai
urusan, terutama yang
berkaitan dengan
Pemerintah, maka mereka
mencari marga suku Toba
yang dapat sebagai
saudara yakni marga
Sihotang yang mempunyai
ikatan luas dalam marga
Batak Toba (yakni
Sihotang berkaitan
dengan semua keturunan
Siraja Oloan, marpadan
dengan marga Marbun
dan mempunyai bere na
burju Simanjuntak Sitolu
Sada Ina)
Peranan dan pengaruh
marga Sihotang adalah
sangat besar dan kuat
terhadap Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik dan
Linga) dan demikian juga
pada Pakpak Keppas (Raja
Udjung, Raja Angkat, Raja
Raja Bintang, Raja Capah,
Raja Raja Gajah Manik,
Raja Kudadiri, dan Raja
Sinamo). Pada umumnya
semua marga di atas
mengaku satu (SADA)
dengan marga Sihotang.
Pada mulanya mereka
hanya sebatas memiliki
perasaan satu kesatuan
(sada), tetapi lebih lanjut
ada marga yang menarik
Tarombo nya sebagai
keturunan Sihotang, yakni
misalnya sebahagian
marga Matanari mengaku
dan menarik Tarombonya
dari keturunan
Op..Sanggapulo Martua
Tinggi, anak Op Borsak
Sihotang Pardabuan Uruk
(generasi ke-5 dari
Sihotang atau generasi
ke-6 dari Siraja Oloan).
Sebenarnya marga
Matanari adalah
keturunan Pakpak
Pegagan atau Raja Gagan
atau disebut si Raja Api.,
karena memiliki ilmu
kebatinan yang
menyerupai nyala api,
yang dapat terbang atau i-
kabeng-kabeng ken
(artinya diterbang-
terbangkan) dan
membakar atau
membunuh musuh.
Kesalahan menarik
Tarombo Matanari akibat
pengaruh Pesta Silima Tali
tersebut di atas,
menyebabkan marga
Matanari disebut
keturunan Sihotang. Hal
ini akhirnya menyebabkan
keturunan Raja
Silalahisabungan
memutuskan Pinggan
Matio bukan marga
Matanari (sebab marga ini
adalah marga keturunan
suku Toba yakni Siraja
Oloan adek dari Raja
Silalahisabungan), dan
Pinggan Matio adalah
putri suku Batak Pakpak.
Kenyataan ini
menyebabkan seolah-olah
tidak ada lagi Pinggan
Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren berru Matanari.
Keempat (4) tokoh berru
ini adalah putri Raja
Matanari dan
keturunannya generasi
ke-2, ke-3 dan ke-4 marga
Matanari.
Harus diakui marga
Matanari mau kembali
menggali sejarah yang
benar setelah sejarah
hubungan parboruon
dengan Raja
Silalahisabungan dan
keturunanya berhenti
sejak tahun 1981, yakni
setelah marga Matanari
diundang dan kemudian
diusir dari Pesta Peresmian
Tugu Silalahisabungan
tahun 1981.
Kemungkinan, juga Arwah
berru Matanari (Pinggan
Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren) ikut serta
mengingatkan marga
Matanari untuk bergerak
memperbaiki
Tarombonya, agar berru
yang mereka sayangi
jangan dilupakan. Hal ini
terjadi melalui upaya
keturunan Raja Sihaloho
menelusuri dan mencari
(patotahon) marga tulang
dan hula-hulanya yang
sebenarnya, yakni
dipromotori oleh Saing
Sihaloho, MA.
Hasil upaya dan kerja
keras keturunan Raja
Sihaloho tersebut di atas,
akhirnya melalui proses
dan jalan yang pajang
penuh liku-liku, marga
Matanari tergerak hatinya
untuk kembali dapat
menjalin hubungan batin
dengan keturunan Raja
Silalahisabungan- Pinggan
Matio berru Matanari,
keturunan Raja Sihaloho-
Ranimbani berru Matanari,
akan tetapi belum dapat
menjalin hubungan baik
seperti masa lampau
dengan keturunan Raja
Onggu Rumah Sondi-
Rumintang berru Matanari
dan keturunan Raja
Manungkun Batu Raja-
Siberru Taren berru
Matanari. Kenyataan ini
menyebabkan terjadi
tangisan (karena belum
lengkap) dan kegembiraan
(karena sudah ada
permulaan kembali ke
sejarah lama hubungan
baik dan saling
mengunjungi antara kula-
kula dengan anak berru)
antara Matanari dengan
Sihaloho keturunan Raja
Silalahisabungan.
Mendung diiringi hujan
gerimis, cuaca terang
diiringi hujan gerimis, dan
cuaca cerah tanpa hujan
berturut-turut adalah
symbol air mata
kesedihan, air mata
kegembiaan dan
kegembiraan kula-kula
(Matanari) dan anak berru
(Sihaloho) serta mungkin
juga Arwah Pinggan Matio,
Ranimbani, Rumintang
dan Siberru Taren berru
Matanari, yang
berlangsung silih berganti
selama Pesta Keturunan
Raja Matanari Mengohon-
gohoni Pomparan Raja
Sihaloho di Huta Sihaloho
di Silalahi Nabolak, Sabtu
29 Nopember 2008,
Maaf dari penulis, bahwa
tulisan ini bernuasan
batin, Roh, dengan alasan:
Kehidupan dan Kematian
Manusia adalah Misteri.
Manusia Hidup
mempunyai Tubuh
(Daging) dan Roh,
Eksistensi Tubuh
ditentukan oleh keadaan
(jenis) Roh yang
mendiaminya, misalnya
ada manusia dapat
memakan atau
mengunyah api, kaca,
paku, makan dedak, dll,
karena berubah (berganti)
Roh yang mendiami
tubuhnya.
Jika Tubuh secara biology
sudah mati, maka Roh
akan pergi(keluar dari
tubuh)
Manusia kemudian setelah
meninggal akan kembali
menjadi tanah, tetapi
dalam dunia Roh, dia
mempunyai Arwah
Ada hubungan manusia
hidup dengan manusia
yang telah meningal dunia
melalui hubungan batin,
iman atau kepercayaan.
Jadi ada hubungan arwah
Pinggan Matio, Ranimbani,
Rumintang dan Siberru
Taren berru Matanari
dengan keturunan anak
yang lahir dari rahim
mereka, dan juga dengan
pihak Matanari selaku
kula-kula mereka .
Jangan lupakan mereka.
Jangan buat arwah
mereka bersedih......!!!
Jika ada dalam tulisan ini
yang tidak berkenan dan
tidak tepat, untuk itu
penulis mohon maaf, dan
penulis dengan senang
hati menunggu kritik yang
terutama bersifat
membangun demi
penegakan sejarah yang
benar sebagaimana
mestinya.
NJUAH-
NJUAH ..........HORAS
Salam dan hormat dari
Penulis
Jawaller Matanari, Ir. MS.
Ketua PERMANA
(Perpulungen Matanari-
Berru-Berre Kodya Medan
dan Sekitarnya).
Putra Pendeta Ds Josep
(mpung Sich Jerry)
Matanari, Kuta Gerat
Pegagan
Bagikan
Julianus Silalahi
Mengapa Situngkir, Sondi
Raja, Debang Raja,
Dabutar Raja, Dabariba
Raja dan batu Raja tidak
ikut serta ??? Berbedakah
ibunda mereka ???
Benarkah Raja bunga
bunga adalah anak Sondi
Raja ?? Mengapa Raja
Onggu Ruma Sondi
Dilupakan ??
11 Agustus 2010 jam 22:14
Dugem Jelex GeMbel's
Bengkoelou hm..
14 Agustus 2010 jam 21:55
melalui Facebook Seluler
Pandapotan Silalahi
hmmm
15 Agustus 2010 jam 10:29
Chandra Silalahi tulisan
yang sangat membuka
pikiran dari pihak
matanari sendiri
(independen pastinya).
04 Januari jam 1:44
Akun
Catatan Julianus
Catatan Tentang
Julianus
Catatan Teman
Catatan
Halaman
Catatan Saya
Draf Saya
Catatan tentang
Saya
Catatan Julianus
Silalahi
Suka
Suka

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.