oleh  Apul Rudolf Silalahi  pada 09  Agustus 2010  jam 21 :17 MARSIADAPARI DI- HAUMA PARTAGA- HAMBINGAN (gambaran sederhana tentang seia sekata dalam sebuah  pekerjaan)
I. PENGERTIAN   MARSIADAPARI adalah sebuah budaya masyarakat batak  tradisonal berbentuk arisan  gotong royong  dalammelaksanakan  pengerjaaan lahan untuk  bercocok tanam, mulai dari  mencangkul (ombak balik),  menanam (marsuan),  menyiangi (marbabo), sampai  dengan memanen (manggotil) . Arisan gotong royong  tersebut adalah berupa  tenaga dan pengerahannya,  dimana secara bergiliran  antara peserta akan saling  bahu membahu mengerjakan  lahan secara bergiliran, tanpa diupah bagi yang mengerjakan dan tanpa mengupah bagi  yang empunya pekerjaan,  dimana sebagai ganti dari  upah dan pengupahan,  mereka hanya mengandalkan  pengerahan tenaga sebagai  bentuk pembayarannya;   HAUMA adalah lahan yang  senantiasa diairi (dialiri  perairan) yang dimanfaatkan  untuk pekerjaan cocok tanam  melalui menanam padi. Atau  dalam bahasa Indonesianya  disebut sawah;   PARTAGA-HAMBINGAN adalah istilah yang jamak digunakan  untuk menggambarkan lahan  persawahan yang berada pada lereng pegunungan. Lahan  tersebut memiliki tingkat- tingkat sedemikian rupa, yang mana sesuai dengan tekstur  lereng pegunungan maka  lahan yang tercipta memiliki  keunikan antara lain : Memiliki banyak pematang  pembatas (batange); Ketinggian pematang  pembatas antar tingkat,  semakin turun kebawah  semakin pendek dan rendah,  namun semakin panjang; Demikian juga dengan luas  area per-pematangnya, pada  tingkat atas cenderung sempit dan pendek, semakin turun ke tingkat bawah semakin luas  dan semakin panjang;   Keseluruhan hal yang  diuraikan diatas, sangat  mudah dipahami bagi orang- orang yang pernah  mengerjakan atau bekerja  sebagai seorang petani ( partani). Namun penulis yakin, meskipun bagi mereka yang  tidak pernah memegang  cangkul (panggu) selama  hidupnya, pasti secara  harafiah dapat  membayangkannya sehingga  mengerti dan memahami apa  yang dimaksudkan dengan :  MARSIADAPARI DI-HAUMA  PARTAGA-HAMBINGAN.   Sebagai seorang anak yang  tumbuh kembang (magodang) di-kampung halaman, penulis  sangatlah kental dan melekat dengan budaya tradisional  masyarakat batak toba,  termasuk salah satunya apa  yang dinyatakan sebagai judul tulisan. Terlebih lagi, kampung halaman penulis (dusun  bagashuta - desa silalahi  dolok - kecamatan balige –  tobasa), berada tepat dilereng sebuah gunung yang bernama Dolok Silalahi (bagian dari  pegunungan Bukit Barisan).  Dan menjadi sempurna,  karena kakek penulis ( ompung doli) L. OMPU  PAUTAN SILALAHI gelar  KOPOROL memiliki areal  persawahan yang dikerjakan  sebagaimana gambaran yang  diterangkan diatas seutuhnya.  Areal persawahan tersebut  secara rincinya memiliki  jumlah pematang sebanyak  27 ( dua puluh tujuh) bidang,  mulai dari tingkat paling atas  yang berukuran panjang,  lebar dan luas kurang lebih 2 , 5  x 2  = 5 m2 ( lima meter  persegi) dan tingkat paling  bawah kurang lebih 20  x 4 ,5  = 90 m2 ( sembilan puluh meter  persegi). Sekaligus juga  penulis telah menyaksikan  pengerjaan lahan tersebut  saat remaja (1985  – 1988)  dan melakukan pengerjaannya langsung saat duduk dibangku SMA (1989  – 1991) melalui  apa yang jadi topik penulisan,  yaitu MARSIADAPARI,  meskipun terbatas pada  pengerjaan penyiapan lahan  dengan mencangkul,  mendinding dan menembok  pematang (mangombak –  manasapi - mamatange) saja.   II. PEMIKIRAN, PERTIMBANGAN, KEPUTUSAN   Berikut penulis mencoba  memaparkan situasi  berdasarkan pengalaman  yang pernah penulis lihat dan  alami dari apa yang disebut  dengan : “marsiadapari di- hauma partaga-hambingan”,  yang sarat makna dan sangat  sesuai dengan gambaran  aspek kehidupan berkeluarga,  berlingkungan dan  bermasyarakat pada tingkat  sosial dalam peradaban  masyarakat suku batak yang  tak pernah lepas dari adat  dan budaya disetiap  kesehariannya dan disetiap  aktivitas hidupnya. Termasuk  juga didalamnya hubungan  kekerabatan antara personal  atau kelompok yang  bermuasal dari satu leluhur,  yang dalam kamus istilah  dinyatakan dengan ; “silsilah  kekeluargaan turun temurun ( tarombo pomparan na sian  sa-ompu)”.Dikarenakan  keunikan dari aktivitas  marsiadapari dan juga  keunikan dari lahan hauma  partaga-hambingan ( sebagaimana pengertian yang telah dijelaskan), maka  tercipta pula sebuah situasi  yang unik setiap kali  melakukan kegiatan : “ marsiadapari di-hauma  partaga-hambingan”  dimaksud. Hal ini terjadi  akibat korelasi antara pelaku  dan pekerjaan (subject and- or-with object) menerapkan  metode, sistem dan  mekanisme pengerjaan itu  sendiri, bagaimana  seharusnya dan dengan  pertimbangan apa, demi  tujuan yang sudah pasti yaitu  menyelesaikannya dengan  sempurna.   Ada empat metode dan sistem pengerjaan yang penulis  ketahui, yaitu :   A. MEMULAI DARI TINGKAT  PALING ATAS   Suatu waktu dimana saat  penulis masih sebatas  menyaksikannya, pernah adik  dari bapak penulis ( amanguda/bapauda bernama  SUTAN AMANI NOVA SILALAHI) beserta grup-nya yang terdiri  dari 5 ( lima) orang, mereka  menerapkan metoda dan  sistem pengerjaan dengan  memulai dari tingkat paling  atas lalu berurutan ketingkat  bawahnya. Hal sedemikian  dilakukan dengan  pertimbangan pemikiran  bahwa : 1 .  Memulai dengan  menyelesaikan yang luas  pematangnya lebih sempit  yang secara otomatis akan  lebih cepat selesainya jumlah  hitungan per-pematang; 2 .  Tidak terlihat adanya  perbedaan kekuatan, teknik  dan pengalaman antar pelaku, termasuk juga peralatan yang  digunakan. Tertutupi oleh  kebersamaan dan irama  hentakan, dimana nilai lebih  salah seorang anggota tim  mampu menutupi kekurangan  rekan setimnya, yang dalam  istilah ekonomi sekarang  disebut dengan subsidi silang; 3 .  Tidak ada rasa jenuh, karena  semua dapat saling  berinteraksi dan  berkomunikasi. Sambil  mengayunkan cangkul,  masing-masing  berkesempatan bercerita  tentang pengalaman, sesekali disertai candaan dan tak  jarang tertawa secara  bersamaan; 4 .  Saat tiba waktunya berhenti  dikarenakan datangnya senja  (botari), seberapa banyak  jumlah pematang yang sudah  selesai lebih banyak dari yang belum, dan dapat lebih  diperhitungkan untuk  melanjutkan pada keesokan  harinya, dan; 5 .  Jalan menuju pulang sedikit  mudah dan singkat karena  telah turun dari saat awal  memulainya; Keesokan hari saat  melanjutkannya, mereka  konsisten dengan metode dan sistem yang sama, sampai  akhirnya selesai dalam waktu  3 ( tiga) hari;   B. MEMULAI DARI TINGKAT  PALING BAWAH   Saat duduk dibangku SMA  kelas 1 , kegiatan marsiadapari penulis lakoni sendiri dengan  secara langsung mewarisi dari kelompok sebelumnya.  Bersama dengan abang  penulis (Daniel Amani Grace  Silalahi) dan lima teman  lainnya, kami membentuk satu grup marsiadapari sehingga  dengan demikian total  keanggotaan kelompok  sebanyak 7  orang.   Berbeda dari metode dan  sistem sebelumnya, pada saat itu kami bersepakat untuk  memulai pengerjaan dari  tingkat paling bawah untuk  selanjutnya secara teratur  naik per-tingkat ke atas, dan  itu disepakati dengan  pertimbangan : 1 .  Mendahulukan yang lebih luas dan lebih butuh waktu dan  konsentrasi, dengan demikian  semakin ketingkat atas waktu  dan luas lahan yang akan  dikerjakan lebih cepat  hitungan per-pematangnya; 2 .  Pada tahap awal-awal  pengerjaan biasanya  semangat dan etos kerja  masih tinggi, sehingga sangat  tepat diarahkan untuk  pengerjaan yang cenderung  menggunakan waktu lebih  lama; 3 .  Semakin naik ke-pematang  tingkat atas, semangat  semakin bertambah  dikarenakan pengerjaan per- pematang semakin cepat dan  singkat, ada tumbuh keinginan untuk segera  menyelesaikannya; 4 .  Sama situasinya dengan  metoda memulai dari atas,  tidak ada rasa jenuh, karena  semua dapat saling  berinteraksi dan  berkomunikasi. Sambil  mengayunkan cangkul,  masing-masing  berkesempatan bercerita  tentang pengalaman, sesekali disertai candaan dan tak  jarang secara bersamaan  tertawa; 5 .  Dan keesokan hari saat  melanjutkannya, perhitungan  waktu pengerjaan lebih akurat dan waktu yang dimiliki lebih  dapat diatur sedemikian rupa, dapat diperoleh selingan  tambahan sesi berisitirahat, ( sebelumnya satu kali pada  kisaran pukul 3 , menjadi 2  kali atau lebih sesuai akurasi  perkiraan); Lahan tersebutpun  terselesaikan dalam waktu 2 ( hari) hari saja.   C. MEMULAI DARI TINGKAT  TENGAH-TENGAH   Pernah juga terpikirkan untuk  mencoba variasi dan alternatif lain selain kedua metode  sebelumnya, yaitu berupa  memulai pengerjaan dari  tengah-tengah keseluruhan  jumlah pematang. Namun hal  ini tidak pernah jadi dilakukan karena pertimbangan : 1 .  Tidak dapat dipastikan titik  tengah dari lahan berada  pada pematang yang mana; 2 .  Tidak memiliki keteraturan  dan akan cenderung  melemahkan semangat dan  niat bekerja; 3 .  Tidak memiliki akurasi  perkiraan waktu yang tepat  dalam penyelesaian; 4 .  Akan menciptakan kesimpang- siuran pemikiran dan  pemahaman, apakah tim  harus dibagi dua dalam  kelanjutannya, dengan  ketentuan separuh dari tim  melanjut keatas dan  separuhnya melanjut  kebawah, dan hal in jelas  akan menimbulkan saling  bantah, saling tuding dan  yang pasti akan  menampakkan perbedaan  kekuatan, teknik dan  pengalaman antar pelaku,  termasuk juga peralatan yang  digunakan. 5 .  Kelanjutan selanjutnya tidak  bisa dibayangkan, ada yang  akan merasa superior  sehingga merasa memiliki hak untuk dituruti, dan ada yang  akan menutupi rasa  inferiornya melalui cara-cara  yang tidak terpuji,  sebagaimana sifat asli  invidual orang batak (halak  hita). Dengan alasan dan kejadian  yang sangat memungkinkan  untuk terjadi sebagaimana  dinyatakan tersebut, maka  metode seperti ini tidak  pernah kami lakukan. Dan  saya yakin karena alasan  yang sama, generasi sebelum- sebelumnya juga tidak pernah melakukan hal yang sama.   D. KOMBINASI MEMULAI DARI  TINGKAT PALING ATAS DAN  TINGKAT PALING BAWAH   Dalam kebiasaan pertanian di daerah TOBA HOLBUNG ( penulis tidak tahu persis  apakah didaerah lain juga  berlaku), terutama pada  masa-masa sebelum  dikenalnya istilah  ekstensifikasi dan intensifikasi  pertanian (proyek  swasembada pangan masa  pemerintahan presiden  SOEHARTO), pengerjaan dan  pengaturan masa tanam  sampai dengan masa panen  hanya berlaku sekali dalam  setahun. Namun demikian,  didaerah saya bertumbuh  kembang, ada juga yang  melakukan pengerjaan  tersebut untuk masa dua kali  panen dengan ketentuan :  bahwa yang pokok adalah  masa tanam awal tahun dan  masa panen pertengahan  tahun, ditambah lagi ( meskipun tidak harus selalu,  namun sering juga dilakukan)  selingan berupa masa tanam  pertengahan tahun untuk  masa panen akhir tahun.  Dalam bahasa daerah saya,  hal tersebut dinyatakan  dengan istilah “ MARSITALOLO” yang secara  harafiah dalam bahasa  Indonesia dapat diartikan :  mencari keuntungan  tambahan memanfaatkan  masa luang yang tersedia. Hal ini dilakukan karena  kebiasaan orang kampung  merayakan “ari pesta”, yaitu  saat Natal dan Tahun Baru.  Dimana pada saat-saat  tersebut, telah membudaya  tradisi serba baru, mulai dari  kaos kaki dan sepatu sampai  dengan celana dan baju, tak  lupa juga bagi tiap keluarga  dan rumah tangga  mempersiapkan penganan  berupa dodol dan kombang  loyang, untuk disuguhkan  pada setiap tamu. Ari Pesta ( Natal & Tahun Baru)  memanglah saat bagi  masyarakat BATAK untuk  saling mengunjungi dan  menjaga tali silaturahmi  antara tetangga (dongan  sahuta) dan antara sanak  family (sisolhot manang  tondong), hal ini sudah  menjadi semacam konsensus  tak tertulis yang tetap lestari  hingga saat ini, bahkan  kebiasaan ini terbawa-bawa  sampai kedaerah perantauan  yang jauh diluar kampung  asal (tano parserahan).   Pada tahun 1990 , penulis atas izin dan dukungan dari  orangtua, ditambah keinginan merayakan ari pesta dengan  sedikit meriah, membentuk  satu grup marsiadapari yang  tetap terdiri dari 7  orang,  yang memiliki keinginan yang  sama sebagaimana yang  penulis uraikan sebelumnya.  Dikarenakan situasi bukan  seperti biasanya, ditambah  dorongan jiwa muda yang  penuh keinginan mencoba  menemukan variasi dan  metode yang baru serta  berbeda dari yang sudah ada,  maka kami memutuskan  untuk melakukan pengerjaan  lahan melalui pemecahan  grup menjadi dua kelompok,  yang mana kelompok I terdiri  dari 4  orang (amani grace  salah satunya) disepakati  untuk memulai pengerjaan  dari tingkat paling bawah; dan kelompok II terdiri dari 3  orang (termasuk penulis  didalamnya) memulai  pengerjaan dari tingkat paling atas.   Belum lagi datang santapan  siang, persoalan sudah mulai  mengemuka. Dimulai  omongan kecil dari salah  seorang anggota kelompok II ( freddy silalahi yang memiliki  keunggulan tenaga dari  seluruh peserta, saat ini  kabarnya berdomisili di minas  – riau), yang berceloteh kecil  mengatakan : “kita sudah  selesai tiga tingkat pematang, sementara mereka  sepertiganya pun belum ada!” Meskipun omongan itu tidak  digubris anggota lainnya,  namun telah menciptakan  suasana yang kurang nyaman.   Saat santapan untuk makan  siang tiba, dengan lantang dia berteriak kepada yang  membawanya : “bawa keatas  sini saja makanannya, biar  mereka yang naik!” Padahal  sebenarnya, jalan menuju  hauma partaga hambingan  tersebut “berpintu masuk”  dari tingkat paling bawah. Dan tak bisa menahan dorongan  hatinya, saat makan dia  dengan ketus berkata : “sudah kayak bebek kalian yang  dibawah itu, kami dengan ber- tiga sudahpun menyelesaikan  empat tingkatan pematang,  sementara kalian sudahpun  ber-empat tapi masih hanya  menyelesaikan sepertiga dari  satu pematang!”. Tiba-tiba  semua menjadi hening dan  membisu seketika. Hilang  sudah indahnya interaksi  melalui percakapan sekaligus  kesempatan bercerita tentang pengalaman, sesekali disertai  candaan dan tak jarang  tertawa secara bersamaan.   Sementara dia masih saja  mengomel dan berkeluh  kesah, tak tahan amani grace  mengomentarinya dengan  berkata : “sekarang begini  saja kawan, gantianlah kami  yang dari tingkat paling atas,  supaya kau paham  perbedaannya, supaya kau  tahu bahwa sebenarnya sama  hasil yang telah kita kerjakan, jangan cuma pandang dari  sisimu saja, itu tidak adil!”Tak  tahu bagaimana prosesnya  dan tak pasti siapa yang  memulai, yang terjadi  berikutnya adalah adu fisik  antara mereka berdua ( kebetulan seumuran atau  sebaya). Nasi beserta lauk  pauknya yang seharusnya  menjadi santapan tak lagi bisa dibedakan dengan percikan  lumpur yang berhamburan  akibat mereka berusaha saling menjatuhkan ( marsiranggutan). Dan pada  akhirnya semua meninggalkan pekerjaan dan pulang  kerumah dengan hati,  perasaan dan pikiran yang tak karuan.Pekerjaan menjadi  terhenti dan lahan menjadi  terbengkalai (tarulang),  secara otomatis “marsitalolo”  pun batal demi adat. Efek  selanjutnya, “ari pesta” akan  diisi dan diikuti dengan  memakai barang yang lama.  Lebih kedepannya lagi “ marsiadapari” menjadi  momok yang menakutkan  bagi grup kami yang tadinya  sangat serasi, saling  mendukung, saling  melengkapi dan saling  memenuhi. Sungguh sesuatu  yang sangat disesalkan.   Semenjak kejadian itu sampai  dengan saat ini, penulis tidak  lagi pernah melakukan  kegiatan : “marsiadapari di- hauma partaga-hambingan”!   III. PENUTUP   Meskipun saat ini sudah  memasuki zaman peralihan ke teknologi modern dan  mutakhir, dimana untuk  urusan pengerjaan lahan  berupa “mangombak balik”  sudah dilakukan dengan  memakai mesin pengolah  bernama “quick-boxer 1000” ( taraktor kata orang kampung) , namun tetap saja ada hal- hal yang tidak dapat  dikerjakan oleh mesin  tercanggih sekalipun, yang  masih harus memakai metode konvensional dan tradisional,  salah satunya adalah : “ hauma dipartaga-hambingan”. Karena keunikan yang  dimilikinya, tidak dapat  dikerjakan menggunakan  kecanggihan peralatan,  dimana : “jumlah tingkat -  tinggi tingkat – luas  sempitnya pematang –  panjang banyaknya  pematang” tidak  memungkinkan bagi “ taraktor” untuk  mengerjakannya.   Hidup seiring perjalanannya  adalah sebuah PILIHAN, dan  pilihan yang dihadapkan kerap merupakan sesuatu yang tidak diinginkan. Secara individual  dan pribadi, manusia dengan  keberagaman sifat, sikap dan  prinsipnya cenderung memiliki perbedaan dalam  menentukan pilihan akan  sebuah situasi dan kejadian  yang ada. Jalan yang paling  mudah dan yang pasti paling  “murah” adalah memilih  APATIS atau tidak perduli dan  tidak mau tahu. Namun perlu  disadari dan dipahami, bahwa  hidup dalam perjalanannya  selalu menghadapi  PERUBAHAN. Perubahan tidak  akan pernah bisa DIHINDARI  atau DIALIHKAN, dia hanya  bisa DITENTANG atau  DITERIMA, bagi mereka yang  mencoba menghindari tidak  akan beroleh tempat untuk  berdiri dan tak akan  mendapatkan apapun untuk  dinikmati. Maka dari itu  teguhkan hati mantapkan diri  mohon pertolongan ILAHI  untuk menetapkan pilihan " MENENTANG" atau " MENERIMA!"   Dan “hauma dipartaga- hambingan” yang diuraikan  pada tulisan ini, masih  membentang disana, yang  oleh “ompung doli” penulis  diwariskan kepada adik  perempuan dari ayahanda ( namboru Flores nai Linggom  na marhamulian tu marga  Lumbantoruan sian Lintong  Nihuta)   .……………………………………………………………………….   Engkau akan menjadi sangat  lelah, baik engkau baik  bangsa yang beserta engkau  ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya  seorang diri saja.(Keluaran 18 : 18)   ……………………………………………………………………….   Lippo Cikarang, 10  Agustus  2010   Apul Rudolf Silalahi (Amani  Indy) Suka  ·   ·  Bagikan Rizal Silalahi ,  Anton Haloho ,  Raja Niantan Silalahi  dan  17  lainnya  menyukai ini. Jhon Sihaloho   mantap do  bah, lam malo do uda na di  jakarta i ate. nga boi dikirim  on tu majalah nang koran 09  Agustus 2010  jam 21 :45   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Huntal Tambunan   Bah  poang,salut do au manjaha  tulisan mu on,mudah2 an  tetap boi berkarya melalui  tulisan2  untuk menuangkan  pemikiran demi kemajuan  Bangsa dan Negara khususnya ke pomparan ni  SILAHISABUNGAN. 09  Agustus 2010  jam 21 :48   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Apul Rudolf Silalahi   jhon..,  dia ma dalan ni partondian na lam tu denggan-na.., dia ma  sibahenon asa parpunguan  lam tu ture-na.., ido na ikkon  niula.., DA-I-DO abang..? sai tu aha marsigosaan sai hira  naung jago.., hape na ro  maoto.., ha..ha..ha.., nga boi  manucci piring borutta i..?  ummahon jo sian ahu da..! 09  Agustus 2010  jam 21 :49  ·  Suka Bp Alden Sihaloho   Perkelahian kerap kali terjadi  karena salah pengertian atau  tidak saling memahami satu  sama lain, Kalau saja kedua  group itu mau bertukar  tempat pekerjaan nya perkelahian pasti tidak akan  terjadi. Bisa jadi lahan yang  di bawah tanah nya l .. . Lihat Selengkapnya 09  Agustus 2010  jam 22 :30  ·  Suka  ·    Demson Sihaloho   Mauliate  di tulisanmon anggia! Gabe tarsunggul tu rohangku  na MARSIADAPARI ( MARSIDAPARI) hami di tano  parserahan (pangarantoan)  uju i dihami sesama batak! 09  Agustus 2010  jam 22 :33   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Freddy Tambunan  LumbanPea   holan jempol ma sian au ate... 09  Agustus 2010  jam 23 :21   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Sampe Silalahi   Sian au pe  jempol ma bah! 09  Agustus 2010  jam 23 :27   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Tommy Hansen Silalahi   gabe masihol tu sidempuan " mardege" ... jempol 2  sian  tano pangarattoan bah!!!... sai horas di hita saluhutna...  amen.. 10  Agustus 2010  jam 0 :15  ·  Suka  ·    Maudinsinurat Batumamak   Mantaff...nang pe so hea ni  ulahon..nga boi niantusan  sude..Horasma.. 10  Agustus 2010  jam 1 :14  ·  Suka  ·    Anton Tambun   Aha ma  naeng hu komen?mandok  mauliate ma iba,amang...nga  di kupas secara tajam..hea do  au mambege songon on,alai  dang pola tangkas jala hurang tajam kupasan na..saonari nga binoto be...mauliate ma sahali na i.Horas jala gabe.. 10  Agustus 2010  jam 7 :37   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Nagosituel Dalan Tu Mual   lelengngai dope ra passiun  lakkam ate amang ni indy?  asa ho na manjaga mual on  muse! otikkan nai nama huida hahuranganmu, pajagahu!  jolma nuaeng dang olo be  mamakke tibba, langsung  nama didok rohana pakke  tao2 i dapotan aek diduddung  dohot tanganna! 10  Agustus 2010  jam 9 :06  ·  Suka  ·    Horas Tambunan   Musuh  sekalipun akan diam2  mengakui manfaat tulisan ini.. .. 10  Agustus 2010  jam 10 :24   melalui  Facebook Seluler  ·  Suka  ·    Nagosituel Dalan Tu Mual   dang piga songon hamu na  boi maddadap na nimaksudna ale amang horas najogi! 10  Agustus 2010  jam 10 :27  ·  Suka Sipayung Oke Juga   :) ... " bukan abu-abu"... ya  amanguda .  untuk dapat  berdiri harus katakan "ya"  atau "tidak"..... bagas nai.... ah tahe.... 10  Agustus 2010  jam 11 :54  ·  Suka  ·    Sihaloho Muda   Sabungan di  hata, sabungan di panuratan,  na busuk jala na boi inganan  panungkunan ni angka  poparanna sude. Ima  amanguda niba pop ni Raja i  Raja Parmahan.. mauliate ma. . 10  Agustus 2010  jam 17 :58  ·  Suka  ·    Ramses Tambun   Mauliate  ma abang,  gabe taringot iba  disihadakdanahon dohot  parngoluan na ujui di huta.  Saonari "marsiadapari" di  angka holong dohot tangiang  nama hita sian luatta be.  Horas ma sai Tuhanta ma  namandongani jala masu- masu hitadi ganup inganan  dohot ulaonta be. Horas...!!! 11  Agustus 2010  jam 5 :54  ·  Suka  ·    Sigop M. Tambunan   Mauliate bah abang di tulisan  mu i, au pe gabe taringot uju  i naparsidapari di hutangku  Sigotom-Pangaribuan. Jala  tradisi si songoni do hulala na membentuk karakterhu..molo  boi nian, namarsidapari on ma nian mangingani bangso  naung marsahit .. . Lihat Selengkapnya 12  Agustus 2010  jam 8 :37  ·  Suka  ·    Raja Niantan Silalahi   saudara-saudaraku Pomparan  Raja Silahisabungan sekalian,  menyimak dan menganalisa  catatan saudaraku Apul Rudolf Silalahi ini, sangat  mengesankan! ayo kita tentukan bersama,  memulainya dari atas dari  bawah secara bersama-sama!  pasti pekerjaan .. . Lihat Selengkapnya 12  Agustus 2010  jam 22 :38  ·  Suka  ·    Jesben Rikey Leonard  Silalahi   @apul , bagus sekali paparannya  , mudah2 an  tulisan ini memberikan  inspirasi bagi kita khususnya  pomparan silahi sabungan ,  untuk tetap bisa menjaga  ikatan persaudaraan ,  bagaimana bersosialiasi dan  lainnya  dan tahapan ini juga  untuk membentuk  karakter  seseorang ketika dia sdh  melalui tahapan ini , Really I  Like this, tq brother 20  Agustus 2010  jam 17 :52  ·  Suka  ·    Marlin Tambunan   Mantapnai karyani Abangon sai  anggiatma nian unang sala  mangantusi hita asa unang sai lalap di hauma  partagahambingan luhut  Popparan ni Opputta  Silahisabungan alai tatelusuri  ma liat portibion bahkan molo boi tu luar angkasa .Hehehe...  asa molo menurut au  tumagonma marsiranggut asa unang lalap di hauma  partagahambingan i. Horas  jala mauliate. 10  September 2010  jam 21 :39 ·  Suka  ·    Edward Silalahi   keren notes- nya....terimakasih sudah me- tag...appara....:) 23  Maret jam 12 :09  ·  Suka Marihot Silalahi   Banyak  makna yg kusuka dr tulisan  diatas,, hikmah dr perkelahian tersebut banyak hal yg kita  ambil,, terkadang memang,  kita memandang pola pikir  natua tua najolo, kolot, tdk  efesien, tp itulah biasanya yg  terbaik,, horasss, thanx amang 23  Maret jam 23 :39  ·  Suka 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 2 orang 1 orang 1 orang 1 orang Ekron Silalahi 4 Garama Parraya 1 Joe Frizer Sipayung

 
 
No comments:
Post a Comment
Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.