Monday 16 May 2011

Sipayung Oke Juga - Silalahi adalah marga turunan dari Silalahi Nabolak

SILALAHI (MARGA)
INDENTITAS
KETURUNAN DARI
SILALAHI NABOLAK
Sipayung Hoga By ©
9-2001
Diaspora Silalahi
Nabolak
Prakata
Ada sisi baik dan ada
sisi buruk,
demikianlah yang
terjadi saat ini ketika
belakangan adanya
perbedaan pendapat
maupun persepsi
mengenai struktur
garis keturunan
berdasarkan marga-
marga dalam suku
Toba. Semakin rumit
persoalannya jika
mereka yang berbeda
pendapat sama-sama
bersikukuh dan tidak
mau mencari jalan
tengah mencari
solusinya.
Mungkin memang
sampai saat ini belum
ada manuscrift yang
mampu mengarahkan
bias-bias legenda
yang umumya
berlaku di kalangan
suku Toba, secara
khusus garis
keturunan Raja Silahi
Sabungan, maupun
Batak secara umum.
Seorang arkelog
Belanda, Bickmore,
sendiri
mengungkapkan
dalam catatannya
bahwa ia belum
menenmukan
keberadaan suku
Batak sangat tidak
jelas. Meski memang
peradaban juga yang
akan
menggambarkan
bagaimana proses
demi proses alamiah
dapat mengubah
kultur dan kebiasaan
manusia.
Marco Polo dan
Bickmore sempat
mengungkapkan
bahwa peradaban
suku Batak adalah
golongan barbar atau
kanibalisme.
Bickmore
menguraikan rincian
lebih khusus, yaitu :
Kulit Coklat
kehitaman, rambut
keriting, tinggi 5 Feet
( ± 150 cm ). Sepintas
kita pasti teringat
akan gambaran sosok
aborigin / negroid
yang memang
umumnya mendiami
negeri asia-pasifik.
Hal lain adalah
keberadan orang-
orang suku Batak
yang hampir bisa
dipastikan semakin
terdesak ke
pedalaman
(pengunungan)
karena derasnya arus
migrasi ke Sumatera.
Saya menduga pada
dekade inilah terjadi
pengelompkan suku
Batak menjadi 2
kelompok besar, yaitu
golongan yang
terbuka dan berbaur
dengan peradaban
baru bersama dengan
para imigran dan
kelompok suku Batak
yang tertutup yang
memilih berdiam di
gunung-gunung
dengan pola
kehidupan barbar/
kanibal dan orisinal.
Hal ini terliahat
dengan keberadaan
etnis suku
Simalungun , Karo,
Mandailing yang
dominan lebih dahulu
berperadaban maju.
Hal ini dapat dilihat
dari struktus sosial
yang ada. Kerajaaan-
kerajaan di tanah
Simalungun dan karo
telah mengadop
system monarkhi
modern, sebagai
mana kerajaan Hindu-
Budha terdahulu
perbah ada di
Sumatera. Seperti
Sriwijaya atau
Majapahit. Batu
tertulis yang ditemui
di Padang Lawas ,
Pamatang Bandar
Simalungun salah satu
bukti adanya
peradaban Hindu /
Budha disana.
Fase kedua ialah
masuknya era Islam
ke Nusantara. Sebagai
akibatnya , Raja-raja
dan penguasa
Simalungun, Karo dan
Mandailing telah
memeluk Islam,
terlebih lagi setelah
kerajaan Samudera
Pasai menaklukkan
negeri Simalungun,
Karo dan Mandailing
sebagai kerajaan
satelit / taklukannya.
Fenomena diata
sangat jelas
membedakan jika
dibandingkan dengan
peradaban etnis suku
Toba yang mendiami
pengunangan (Bukit
Barisan) di daerah
Toba Holbung.
Beberapa contoh
analisa dibawah ini :
1) RAJA.
Di Tanah Karo ,
Simalungun,
Madailing, pengertian
RAJA secara umum
modern adalah
penguasa atau
pemimpin yang
berkuasa atas rakyat
dan bumi. Yang
memiliki tahta dan
diwariskan secara
tutun temurun
kepada keturunannya.
Fenomena struktur ,
kesenjangan antara
golongan RAJA dan
HAMBA (feodalisme)
sangat tercermin dan
berdampak dalam
kehidupan sosial
sehari-hari.
Berbeda halnya
dengan suku Toba.
Raja adalah pemimpin
keluarga dan
kelompok
keturunannya. Tidak
ada struktur Tuan
dan Hamba dan tidak
ada makna monarkhi
feodalisme.
2) NAMA DAN
MARGA.
Pada suku Karo,
Simalungun, Karo,
umumnya marga
tidak dimulai dengan
lafal Si. Artinya
sebutan nama dan
marga adalah sakral
mengingat status
mereka masing-
masing awalnya
memiliki status sosial
yang terhormat
sebagai Raja di negeri
masing-masing.
Berbeda pada suku
Toba yang
memberikan nama
sesuai perangai , sifat
fisik atau kebiasaan
sang individu. Sebut
saja : Si (m)Bolon , Si
Tambun, Si Bagot , Si
Ahaan , Si Raja
Batak , Si Raja
Lontung, dan lain-
lain..
Banyak lagi
fenomena-fenomena
yang sebetulnya tidak
terjadi begitu saja. Jika
dianalisa maka semua
akan dapat diurai dan
dapat kita pahami
keberadaannya.
Bukan berarti kita
fokus menelaah sisi
negatifnya saja ,
namun kita melihat
segi positifnya untuk
kita jadikan sebagai
dasar perbaikan dan
perbaikan lagi.
Artinya, kita
mengambil sikap
terbuka dan tidak
responsif berlebihan.
Kita tidak perlu
menjadi tertutup dan
menghakimi
perbedaan pendapat.
Baiklah kita saling
memagari dengan
menghormati
pengertian orang lain.
Fenomena alam jelas-
jelas membentuk
siklus perubahan
peradaban. Sebagai
contoh , kita tentu
sama-sama
mengetahui
keterbelekangan
saudara kita diaspora
Samosir. Kenapa ?
Fenomena Alam !
Keterbelakangan
peradaban ,
komunikasi,
informasi ... ini terjadi
terus menerus..sejak
dahulu ! Hal ini juga
otomatis membangun
karakter dan cara
berfikir individunya,
kegerasi ke generasi....
Ini realita, sama
seperti saudara kita di
Mentawai , Siberut ,
Rote, dan lainya.
Paling tidak , dengan
pemahaman yang
positif, generasi
pomparan Raja Silahi
Sabungan saat ini
dapat mencerna dan
menyikapi berbagai
upaya dan maksud-
maksud tertentu,
yang berupaya
memperkeruh kondisi
dan menghancurkan
eksistensi tarombo
Raja Silahi Sabungan,
Poda Sagu-sagu
Marlangan,
sebagaimana telah
diajarkan dan
diwariskan oleh
leluhur / orangtua
kita terdahulu.
Sebagaimana
dikatakan :
" kesombongan
akan mendatangkan
kehancuran
sedangkan jiwa
besar akan
mendatangkan
nama baik dan
penghormatan ”
RAJA SILAHI
SABUNGAN DI
SILALAHI NABOLAK.
Dalam rangka
pembangunan Tugu
Raja Silahi Sabungan
di Silalahi Nabolak,
maka diadakan
Musyawarah besar
yang mengundang
seluruh tokoh-tokoh
yang mewakili seluruh
8 ketrunan Raja Silahi
Sabungan di seluruh
Indonesia. Dalam
MUBES Raja Silahi
Sabungan di Silalahi
Nabolak 1968,
kelompok marga
Silalahi dari Pematang
Siantar yang
mengatasnamakan
utusan dari Tolping
dan Pangururan
menolak Tarombo
Raja Silahi Sabungan
dengan 2 Istri dan 8
Anak. Kelompok ini
bersikukuh bahwa
istri Raja Silahi
Sabungan adalah 3
dan mereka marga
SILALAHI dari
Tolping/Pangururan
adalah keturunannya
yang sulung ( buha
baju ) dari istri Raja
Silahi Sabungan dari
Boru Simbolon.
Karena penolakan
dan argumentasi
kelompok dianggap
ngawur, kelompok
utusan TOLPING dan
PANGURURAN ini
kemudian melakukan
aksi walk-out dari
MUBES Silalahi
Nabolak. Kelompok
ini meyatakan tidak
menyetujui kesepakan
MUBES di Slalahi
Nabolak. Alhasil,
sampai sekarang
mereka kemudian
eksis menamai marga
mereka Silalahi Raja
atau Silalahi Tolping
dan sampai saat ini
tetap menolak
eksistensi tarombo
Raja Silahi Sabungan
di Silalahi Nabolak.
Meski demikian,
secara defacto
keturunan Raja
Silahisabungan di
Silalahi Nabolak tetap
menganggap
kelompok Silalahi
Raja / Silalahi Tolping
sebagai keturunan
Raja Silahi Sabungan
namun bukan anak
sulung , melainkan
keturunan Sihalaho
dan Ompu
Lahisabungan alias
Bursok Raja bin
Debang Raja.
MUBES di Silalahi
Nabolak berlanjut
dengan tetap
mengacu pada
Tarombo Raja Silahi
Sabungan di Silalahi
Nabolak bahwa Raja
Silahi Sabungan
hanya memiliki 2
(dua) Istri dan 8
(delapan)
Keturunanannya.
Fakta ini didukung
dengan fakta
keberadaan 8
(delapan) wilayah
BIUS / ULAYAT yang
diwariskan Raja Silahi
Sabungan kepada
keturunannya. Selain
itu, sesuai dengan
PODA SAGU-SAGU
MARLANGAN yang
mendukung
keberadaan 8
(delapan) anak-anak
Raja Silahi
Sabungan. Atas dasar
fakta dan realita
tersebut diatas , maka
Panitia Pembangunan
Tugu Raja Silahi
Sabungan di Silalahi
Nabolak terus bekerja
tanpa pamrih dan
akhirnya dapat
mewujudkan TUGU
RAJA SILAHI
SABUNGAN di bona
pasogit SILALAHi
NABOLAK.
(1) Pertama.
Sejak awal , Silalahi
Nabolak adalah satu-
satunya bius / bona
pasogit keturunan
Raja Silahi Sabungan
dikenal khalayak
disekitar Pakpak Dairi,
Angkola Mandailing,
Samosir , Karo dan
Simalungun. Jauh
sejak awal, ketika
keturunan Raja Silahi
Sabungan merantau
keluar dari Silalahi
Nabolak, mereka
sering dipanggil sesuai
negeri asalnya yang
lebih dikenal familiar,
yaitu Silalahi. Alhasil ,
dalam proses waktu
dan administrasi
maka pemakaian
nama Silalahi
berkembang menjadi
marga, terutama di
negeri perantauan
Simalungun, Dairi,
Karo dan Samosir. Itu
sebabnya, beberapa
marga keturunan Raja
Silahi Sabungan dari
Silalahi Nabolak,
seperti : Sihaloho,
Situngkir, Sidebang,
Pintu Batu, dan
lainya, diperantauan
banyak kemudian
menjadikan Silalahi
sebagai marga secata
administrasi
kependudukan. Dan
ada semacam
konsensus internal
antar sesame
keturunan Raja Silahi
Sabungan , bahwa
akhirnya semua
keturunan Raja Silahi
Sabungan berhak
memakai marga
Silalahi, sesuai nama
tanah asal mereka,
yaitu Silalahi Nabolak.
Atau umumnya,
keturunan Raja Silahi
Sabungan dari Silalahi
Nabolak mengakuisisi
bahwa Silalahi
sebagai MARGA
PARSADAAN
keturunana Silahi
Sabungan di
perantauan , sampai
saat ini.
Hal ini kemudian
terbukti dengan
adanya marga Silalahi
keturunan Sihaloho,
Situngkir, atau
lainnnya. Artinya,
masing-masing
mengerti dan
memahami kejelasan
asal-muasal turpuk
marga mereka. Hal ini
sangat diperlukan dan
akan penting ketika
terkait hubungan
Tutur (pangggilan
antar keturunan /
kekerabatan) maupun
dalam hubungan
adat.
Ini bukanlah masalah
inkonsistensi dalam
hal pemakaian marga
keturunan. Pemakaian
marga Silalahi sama
sekali tidak menjadi
masalah bagi 8
(delapan) keturunan
Raja Silahi Sabungan.
Tidak ada alasan
untuk membatasi
pemakain marga
silalahi bagi
keturunan Raja Silahi
Sabungan. Justru
pemakaian marga
Silalahi juga
mempertegas
bahwa seseorang itu
adalah salah satu
keturunan dari
tanah (bius) Silalahi
Nabolak.
(2) Kedua.
Pada perkembangan
regenerasi ,
keturunan Rumasondi
dari Silalahi Nabolak
dibawa kembali ke
tanah leluhur Silahi
Sabungan, di Balige,
Toba Holung.
Sibagotni Pohan
menitahkan anaknya ,
Tuan Sihubil, untuk
bernegoisasi dengan
Raja Silahi Sabungan
terkait sesuatu hal
yang terjadi di
Lumban Gorat Balige.
Namun Raja Silahi
Sabungan menolak.
Tidak ingin pulang ke
Balige dengan tangan
kosong, Tuan Sihubil
kemudian membawa
paksa 3 orang (cucu)
keturunan Raja Silahi
Sabungan ke Balige.
Ketika melewati Tano
Ponggol Pangururan,
2 orang dari mereka
berhasil melarikan diri
ke atas bukit, di
belantara
Pangururan,
sedangkan satu orang
lainnya berhasil
dibawa Tuan Sihubil
sampai ke Balige,
yaitu Siraja Bunga-
bunga, keturunan
Rumasondi.
Sesampainya di
Balige, Siraja Bunga-
bunga kemudian
dinobatkan sebagai
keluarga Sibagotni
Pohan. Siraja Bunga-
bunga kemudian
digelari Raja
Parmahan degan
marga SILALAHI.
Tentu hal ini terkait
dengan asal
muasalnya yang
berasal dari tanah /
negeri Silalahi
Nabolak. Kedua
keturunan Raja Silahi
Sabungan yang
berhasil meloloskan
diri di Tano Ponggol
Pangururan sangat
diduga menjadi cikal
bakal keberadaan
keturunan dengan
marga Silalahi di
Pangururan dan
Tolping, yaitu
keturunan Si Bursok
Raja, yang memakai
nama Lahi Sabungan
dan keturunannya
bernama Raja Partada
yang memakai marga
Silalahi.
SILALAHI DI TOBA
HOLBUNG ,
HINALANG PAGAR
BATU , BALIGE.
Keturunan Raja
Parmahan Silalahi
kemudian
berkembang di Huta
Silalahi, Hinalang,
Balige. Di negeri yang
asing baginya, Raja
Parmahan Silalahi
sangat rindu akan
orang tua dan
keluarganya di Silalahi
Nabolak. Tentulah
Raja Parmahan
mengira mengira
bahwa ia telah
dibawa jauh terpisah
dengan orangtua
maupun sanak
keluarganya. Raja
Parmahan Silalahi di
Hinalang Balige
kemudian menikah
dan memiliki 4
(empat) anak yang
masing-masing diberi
nama Sihaloho,
Sinabutar, Sinabang
dan Sinagiro.
Penamaan ini mirip
dengan nama-nama
keturunan Raja Silahi
Sabungan di Silalahi
Nabolak , sekaligus
sebagai pengobat
rasa rindu dan
harapannya kelak ,
para keturunannya
akan bisa bertemu
kembali dengan
sudara-saudaranya
dari Silalahi Nabolak.
Jelas, disini Silalahi
( Toba Holbung ,
Balige ) merupakan
marga manjae dari
Rumasondi.
Dari dua kondisi
diatas, beberapa
individu mungkin
tidak bisa menerima
uraian seperti ini.
Terutama beberapa
keturunan Silalahi
Toping maupun
Pangururan yang
tetap bersikeras
dengan pemahan
mereka.
Semua orang
mengetahui bahwa
tanah yang dimiliki
oleh Raja Silahi
Sabungan adalah
(hanya) Silalahi
Nabolak. Dari sinilah
kemudian awal
pelafalan SILALAHI
sebagai panggilan
bagi orang-orang
yang berasal dari
Silalahi Nabolak
sampai kemudian
berkembang sebagai
marga.
Dalam konteks
ULAON ( pesta ) adat,
keturunan Raja Silahi
Sabungan selalu
ditegaskan dengan 8
(delapan) keturunan
yang menjadi sebutan
PARJAMBARAN
sebagai SI SADA
ANAK NANG SI SDA
BORU. Yang mana ,
seluruh keturunan
Raja Silahi Sabungan
menjungjung norma-
norma PODA SAGU-
SAGU MARLANGAN.
Prinsip tidak nikah-
menikahi diantara 8
keturunannya masih
sangat terjagai sampai
sekarang ini. Demikian
halnya dalam
perkumpulan
POMPARAN RAJA
SILAHI SABUNGAN
dimanapaun berada,
selalu berdasarkan
kepada 8 (depalan)
keturunan diatas.
Bukan maksud untuk
menghilangkan
keberadaan
istilah Silalahi
Tolping , Silalahi
Pangururan atau
Silalahi Raja, sebagai
bagian dari keturunan
Raja Silahi Sabungan,
mereka tetap
merupakan bagian
yang tidak mungin
di disposisikan
sebagai turunan Raja
Silahi Sabungan. Pada
prisipnya, Keturunan
Raja Silahi Sabungan
( khususnya di Silalahi
Nabolak sampai saat
ini ) tetap
menginginkan supaya
Silalahi Tolping /
Pangururan termasuk
didalam 8 (depalan )
keturunan Raja Silahi
Sabungan , sesuai
dengan PODA SAGU-
SAGU MARLANGAN
dari Raja Silahi
Sabungan.
BIUS TOLPING
AMBARITA ,
SAMOSIR
Dari komposisi
marga-marga yang
secara sah mendiami
tanah Tolping
diketahui pula bahwa
mereka adalah
marga-marga
pendahulu yang
mendiami negeri
tersebut. Itu sebabnya
mereka disebut
dengan SIPUKKA
HUTA dalam satu
BIUS. Kelompok BIUS
adalah pemangku sah
akan tanah-tanah di
seluruh bius (negeri)
tersebut. Dan ini
bukam sembarang ,
karena pembentukan
satu BIUS dilakukan
dengan hati-hati dan
terhormat.
Komposi marga-
marga SUHUT di
ranah [golat]
TOLPING , negeri
AMBARITA , Samosir,
dikuasai oleh
campuran berbagai
marga, di antaranya :
Raja Bona ni Ari,
dipangku marga
Sihaloho
Raja Pande Nabolon,
dipangku marga
Silalahi
Raja Panuturi,
dipangku marga
Silalahi
Raja Panullang,
dipangku marga
Sigiro
Raja Bulangan,
dipangku Marga
Sidabutar (Nai
Ambaton )
Raja Pangkombari,
dipangku marga
Siallagan
Asal mula
marga Silalahi di
Tolping diawali
dari Siraja Tolping ,
yaitu keturunan
Toguraja Sihaloho
dan keturunan Raja
Partada dari
Pangururan. Raja
Partada ialah anak
dari Debang Raja
yang meninggalkan
Silalahi Nabolak dan
merantau ke
Panguruan dan
menamai dirinya
Ompu Sinabang alias
Ompu Lahisabungan.
Sampai saat ini,
makam /
tambak Ompu
Lahisabungan ada
di Dolok Parmasan
( tanah pebukitan
khusus tempat
pekuburan ) di
Pangururan , Samosir.
Keturunan Raja
Partada kemudian
memakai Silalahi.
BIUS
PANGURURAN ,
BIUS SITOLU HAE
Demikian halnya di
Pangururan.
Kelompok BIUS di
Pangururan Samosir,
keberadaan
marga Silalahi termasuk
dalam kategori marga
pendatang. Hal ini
terlihat jelas dari
posisi marga Silalahi
sebagai Raja Boru
diantara marga Raja
Tanah (Partano
Golat) atau marga
Suhut ni huta di
negeri Bius
Pangururan yang
disebut Sitolu Hae
Horbo , yaitu :
Marga Naibaho
Marga Sitanggang
Marga Simbolon
Dari marga tanah
( suhut ni huta ) inilah
kemudian terbentuk
Raja Partali dari
cabang tiap – tiap
marga atau marga
pendatang yang
menjadi bagian marga
Suhut ni huta ,
misalnya :
Dari marga Naibaho,
dibentuk Raja Partali
Naibaho Siahaan,
Hutaparik,
Sitangkaran,
Sidauruk, dan Siagian.
Dari Marga
Sitanggang, dibentuk
Raja Partali
Sitanggang,
Sigalingging, Malau,
dan Sinurat.
Dari Marga simbolon,
dibentuk Raja Partali
Simbolon, Tamba,
Nadeak, dan Silalahi.
Fakta
hubungan sosial marga
Silalahi dengan marga
Simbolon di Bius
Pangururan juga
mempo
isikan rendahnya
tingkat marga Silalahi
di Bius Pangururan,
hal ini karena marga
Silalahi adalah
pendatang di Bius
Pangururan da
kemudian menjadi
Boru dari
Simbolontuan saja, ini
artinya tidak semua
marga
Simbolon memiliki
hubungan
kekerabatan (tutur)
Boru kepada marga
Silalahi di Pangururan.
Jelaslah sudah , ini
adalah dasar
pernyataan
bahwa Raja Silahi
Sabungan tidak
pernah berdiam
atau tinggal di
Pangururan Samosir
atau di Tolping
Ambarita. Keberadaan
marga silalahi di
kedua negeri ini
adalah dimulai oleh
keturunan Raja Silahi
Sabungan dari Silalahi
Nabolak. Sebahagian
besar keturunan Raja
Silahi Sabungan di
Tolping / Pangururan
bukan kalangan ini.
Mereka tetap
mengakui TAROMBO
RAJA SILAHI
SABUNGAN
sebagaimana di
Silalahi Nabolak.
Horas Jala Gabe
Suka · Komentari ·
Bagikan
Henry Raja Situngkir
Sibagasan , Sipayung
Oke Juga dan 2 orang
lainnya menyukai ini.
Sipayung Oke Juga :)
> http://
www.silalahinabolak
mulana.com/ < ....
he..he... sattabi
diangka na hurang-
lobi...
13 September 2010
jam 8:33 · Suka ·
Henry Raja
Situngkir Sibagasan
hehehe mantap do
nian........
13 September 2010
jam 8:46 · Suka ·
Sipayung Oke Juga :)
bah...baen atog
jempaol nai
Abang...he...he... horas
13 September 2010
jam 8:56 · Suka
Henry Raja
Situngkir Sibagasan
molo boi bahen uda
jo tu tarombo silalahi
asa djaha angka
naposo ta uda
13 September 2010
jam 9:01 · Suka
Hugo Young :) Bagus
Uda.
Boleh Aku copy/paste
untuk discuss di
Tumpuan sipayung ya,
Uda. Salam sukses ,
Uda.
13 September 2010
jam 16:52 · Suka
Akun
Catatan
Sipayung
Catatan
Tentang
Sipayung
Catatan
Teman
Catatan
Halaman
Catatan Saya
Draf Saya
Catatan
tentang Saya
Catatan
Sipayung Oke
Juga
Suka
1
orang
1
orang
F

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.