Thursday 21 April 2011

Adakah hubungan pertalian darah (Gen) antara Matanari (Pakpak Pegagan) dengan leluhur Jajuli Padang Batang Hari (Pakpak Simsim) ?

ADAKAH HUBUNGAN TALIAN DARAH (GEN) ANTARA MATANARI (PAKPAK PEGAGAN)
DENGAN
KETURUNAN LELUHUR DJAULI PADANG BATANGHARI (PAKPAK SIMSIM).......?
Oleh: Jawaller Matanari, Ir.MS

Kata Pengantar:
Lebih dahulu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, jikalau tulisan ini tidak berkenan bagi pihak terkait (marga Matanari, Padang Batanghari dan keturunan Raja Silalahisabungan) 
Tulisan ini adalah berdasarkan analisis terhadap beberapa tulisan yang ada dari (oleh) pihak terkait (marga Matanari, Padang Batanghari dan keturunan Raja Silalahisabungan). 
Tulisan ini dibuat untuk tujuan mencari kebenaran secara menyeluruh (tanpa sepihak), dan semoga menjadi alat pemersatu bagi pihak yang telah bertikai (berbeda pendapat) selama ini 
Tulisan ini tidak menyangkutkan semua yang bermarga Padang Batanghari, melainkan hanya melibatkan keturunan Leluhur Djauli Padang Batanghari yang mengakui leluhur mereka sampai generasi ke-8 bertempat tinggal di Balna Sikabengkabeng dan namboru mereka Pinggan Matio Matanari Pakpak Pegagan Pemegang Hak Adat Sulang Silima di Sekitar Wilayah Balna Sikabengkabeng-Kuta Gugung Pakpak dibedakan atas lima (5) suak (wilayah raja kuta) yaitu Pakpak Pegagan, Pakpak Keppas, Pakpak Simsim, Pakpak Kellasen dan Pakpak Boang. Raja Kuta masing- masing wilayah (daerah) adalah pemegang hak Adat “Sulang Silima” atau “Silima Sulang”. Walaupun pada satu wilayah (daerah atau kuta) terdapat beberapa marga (Pakpak atau Toba), namun pemegang hak Adat “ Sulang Silima” hanyalah satu marga saja, yaitu marga pamukka huta pendiri kampung). 
Marga lain boleh menjadi unsur dari “Sulang Silima” yaitu hanya sebagai unsur “ Anak berru”  Sulang Silima” dalah terdiri dari 5 unsur, yaitu (1) Prisang-isang (anak paling tua), (2) Pertulan Tengah (anak pertengahan), (3) Prekor- ekor (anak paling kecil/ termuda), (4) Anak Bberru, dan (5) Puncaniadep (saudara semarga yang dituakan ataupun kula-kula …  tergantung kuta/daerahnya masing- masing). 
Contoh fungsi Sulang Silima: jika keluarga marga Padang berencana melaksanakan pesta adat (suka dan duka) di wilayah Balna Sikabeng-kabeng-Kuta Gugung, maka pesta tersebut dapat dilaksanakan setelah lebih
dahulu menghormati “ penetua Sulang Silima” (Matanari dekket Berru na). Yakni menyediakan makanan dengan satu ekor babi sebagai lauk dan 5 helai oles (ulos) kepada penetua Sulang Silima 
Akan tetapi lambat laun ketentuan ini semakin diperkecil (diperringan secara ekonomi), …………mungkin diraskan, terlampau berat bagi masyarakat/penduduk Daerah wilayah Pakpak Pegagan adalah dahulu disebut kecamatan Sumbul Pegagan (sekarang telah dimekarkan menjadi beberapa kecamatan antara lain Sumbul Pegagan, dan Silalahi) hingga ke Tigalingga- Tanah Pinem. Wilayah Pakpak Pegagan berbatasan dengan; sebelah Timur adalah wilayah Tao Silalahi (danau Toba) dan daerah Sipitu Huta (Merek) serta Tanah Karo, sebelah Selatan adalah wilayah Tele dan Pusuk Buhit, sebelah Barat adalah wilayah Pakpak Keppas (terdiri dari marga Ujung, Angkat, Bintang, Kudadiri, Capah, Sinamo dan Gajah Manik) yang dibatasi oleh aliran sungai Lae Renun, dan sebelah Utara adalah wilayah kecamatan Tigalingga, Tanah Pinem dan daerah Alas (Aceh).
Pemegang hak Adat Pakpak “Sulang Silima” di wilayah Pakpak Pegagan adalah marga Matanari di wilayah Balna Sikabeng- kabeng Kuta Gugung, marga Manik diwilayah Kuta Manik dan Kuta Usang, dan marga Lingga di wilayah Kuta Raja dan Kuta Posong. Tidak ada kuta di wilayah/daerah Pakpak Pegagan yang unsur-unsur “Sulang Silima” nya marga Padang Batanghari……kenapa..? 
Rumah Adat Pakpak yang hanya dapat dimiliki Raja Kuta (pemegang hak Wilayat) diantaranya dijumpai di Balna Sikabeng-kabeng, yakni dinamai “Rumah Sipitu Ruang Kurang Dua Lima Puluh ” dan didepan rumah tersebut terdapat Bale Adat Pakpak dinamai “ Bale Silendung Bulan” 
Rumah dan Bale Adat Pakpak ini hancur dikarenakan Angin Topan dan simakan usia pada tahun 1984  Marga Manik dan Lingga mengakui abang mereka (paling tua) adalah pemilik wilayah Balna Sikabeng-  kabeng Kuta Gugung yaitu marga MATANARI Pakpak Pegagan 
Tidak diberikan izin membangun Rumah Adat Pakpak di segala dusun/ desa. Misalnya, dusun Sikonihan dekat kota Sumbul adalah dusun perantauan (pengembangan) marga Matanari. Didusun/desa ini dahulu tidak diijinkan didirikan Rumah Adat Pakpak, walaupun kuta (kampung) marga Matanari juga. Rumah adat Pakpak dahulu ada di Balna Sikabengkabeng dan Kuta Gugung. Rumah Adat Pakpak yang di Kuta Gugung dahulu dibakar saat perang saudara, sedangkan Rumah adat Pakpak yang di Balna Sikabeng-kabeng hancur akibat Angin Topan 1984 dan lapuk termakan usia 
Wilayah Pakpak Keppas
diawali yang dari daerah
Sicikeh-cikeh (daerah
Parawitasa=Hutan
Lindung) hinga meluas ke
daerah Sitinjo (marga
Capah) ke Simpang Tolu
(marga Kudadiri), daerah
Sisikalang (marga Ujung),
Sidiangkat (marga Angkat)
wilayah Bintang-Pancuran
(marga Bintang). Marga
Sinamo dan Gajah Manik
pergi dan tinggal ke
wilayah Pakpak Simsim.
Wilayah Pakpak Simsim
adalah kabupaten Pakpak
Bharat (dahulu hanya
terdiri dari kecamatan
Kerajaan dan kecamatan
Salak). Marga-marga
Pakpak Simsim antara lain
adalah Solin, Padang,
Bancin, Banurea, Barasa
(Brasa), Brutu, Manik
Kecupak, Gajah,
Kabeakan, Lembeng,
Sitakar, Tinendung,
maupun PADANG
BATANGHARI.
Wilayah Pakpak Kelasen
adalah daerah Parlilitan
dan sekitarnya terdiri dari
beberapa marga antara
lain Tinanbunan,
Tumangger, Maharaja,
Turutan, Pinayungan,
Anak Ampun
(Nahampun). Meka,
Mahulae, Buaton,
Kesugihen. Siketang, dan
lain lain. Sedangkan
Pakpak Boang adalah di
daerah Boang, Singkil dan
daerah Aceh.
Perang Saudara dan
Melarikan Diri
Menurut ceritra dari
mulut-ke mulut, bahwa
mpung (para leluhur)
marga Matanari di
willayah Balna Sikabeng-
kabeng sering terjadi
perang saudara. Akibat
perang saudara tersebut,
selain korban nyawa
berjatuhan (meninggal)
juga banyak keturunan
Matanari yang terpaksa
melarikan diri ke daerah
lain yang relatip jauh dan
umumnya tidak kembali
lagi serta sebagian mereka
merobah marganya.
Misalnya di daerah Tanah
Karo dan Tigalingga-
Tanah Pinem (kabupaten
Dairi) keturunan Matanari
menjadi marga Sitepu,
Sinulingga, Karo-karo,
Surbakti, dan lain lain. Ke
daerah Alas keturunan
Matanari menghilangkan
marganya atau menjadi
marga …………? (belum ada
informasi yang jelas). Ke
daerah Boang dan
Subulussalam (Aceh)
keturunan Matanari
menghilangkan marganya
tetapi masih ada yang
mengaku sebagai
keturunan marga
Matanari..atau menjadi
marga ………..? (belum ada
informasi yang jelas). Ke
daerah wilayah Pakpak
Simsim keturunan Raja
Matanari menjadi
marga …………?. (belum ada
yang mengaku secara jelas
dan tegas).
Menurut Pengakuan Djauli
Padang Batanghari
(pelaksana Asisten
Wedana atau Camat)
sekitar tahun 1960 dan
putranya Pendeta
Abednego Padang
Batanghari, bahwa mpung
(lelulur) mereka sampai
generasi ke-8 bertempat
tinggal di Balna Sikabeng-
kabeng. Akibat terjadi
“ graha” (perang) maka
mpung (leluhur) mereka
terusir dan pergi atau
kembali ke SILEUH
(wilayah Pakpak Simsim)
…… mendapat tanah dari
mertuanya dari marga
SOLIN. Apakah marga
Padang Batanghari tidak
mempunyai hak
pemegang (sebagai) Raja
Adat Sulang Silima di
kampungnya (kecamatan
Kerajaan) …..? (belum
diperoleh penulis
informasi).
Djauli Padang Batanghari
mengaku (didepan seksi
Tarombo keturunan
Silalahisabungan) bahwa
maraga Padang
Batanghari adalah
keturunan marga
Pasaribu …….. Akan tetapi
Pendeta Abednego
mengaku (dalam
tulisannya) bahwa marga
Padang Batanghari adalah
keturunan Pakpak yang
berasal dari seribuan
(SEU) manusia yang
berasal dari daerah India
yang masuk dari daerah
Barus … hubungan kepada
marga Pasaribu hanyalah
hungan perpadanan (ikrar
satu keturunan).
Djauli Padang Batanghari
dan putranya Pendeta
Abednego, selain
mengaku mpung (leluhur)
mereka sampai gegerasi
ke-8 di Balna Sikebeng-
kabeng juga mempunyai
namboru bernama Pingga
Matio istri Raja
Silalahisabungan.
Demikian halnya marga
Matanari mengaku
mempunyai namboru
Pinggan Matio istri Raja
Silalahisabungan,
Ranimbani istri Loho Raja,
Rumintang istri Raja
Onggu Ruma Sondi dan
Siberru Taren instri Raja
Manungkun Pintu Batu.
Kenapa ada dua marga
yang berbeda (Matanari
dan keturunan leluhur
Djauli Padang Batanghari)
mengaku ada namboru
mereka bernama Pinggan
Matio istri Raja
Silalahisabungan.? Sama-
sama benarkah kedua
pihak yang mengaku
tersebut..? Juga Djauli
Padang Batanghari dan
putranya Pendeta
Abednego mengakui
bahwa leluhur mereka
sampai generasi ke-8
bertempat tinggal di Balna
Sikabeng-kabeng.
Mungkinkah leluhur Djauli
Padang Batanghari adalah
bagian dari keturunan
Raja Matanari yang terusir
(pergi) akibat perang
saudara …?. Djauli Padang
Batanghari dan Pendeta
Abednego mengakui
bahwa ada marga
Matanari yang ada
disekitar Balna Sikabeng-
kabeng mempunyai talian
darah (keturunan) dengan
mereka Adakah hubungan
keturunan (talian darah =
gen) antara Raja Matanari
dengan mpung (leluhur)
Djauli Padang
Batanghari…..??.
Adakah Talian Darah
(Gen) …?
Mungkinkah mpung
(leluhur) Djauli Padang
Batanghari adalah
keturunan Raja Matanari
yang melarikan diri (pergi)
ke daerah lain (Sileuh)
akibat Perang Saudara
yang sering terjadi di
Balna Sikabeng-
kabeng ……?........mungkin
hal ini perlu dibicarakan
dari hati ke hati (pihak
Matanari, Djauli Padang
Batanghari dan keturunan
Raja Silalahisabungan)
tanpa ada perasaan
dilecehkan dan sebaliknya
merasa sombong (benar).
Hal ini didasarkan pada
alasan bahwa ada
keturunan Raja
Silalahisabungan mengaku
bahwa Pinggan Matio
adalah baru Matanari dan
ada juga yang mengaku
boru Padang Batanghari.
Kedua kelompok ini
masing-masing membuat
pesta dan mengundang
hula-hula (kula-kula)
masing-masing (marga
Matanari dari Balna
Sikabeng-kabeng
kecamatan Sumbul
Pegagan dan keturunan
leluhur Djauli Padang
Batanghari dari Sileuh
kecamatan kerajaan
kabupaten Pakpak
Bharat). Ternyata kedua
pihak keturunan Raja
Silalahisabungan sama-
sama berhasil baik (sehat-
sehat) melaksanakan
pesta menghormati hula-
hulanya, demikian juga
pihak hula-hula selamat
(sehat) pergi-pulang dari
huta Silalahi ……..
kenapa……? Penulis
menduga bahwa sama-
sama benar ada
hubungan talian darah
(gen = penentu sifat
keturunan) antara Pinggan
Matio dengan, baik marga
Matanari dari Balna
Sikabeng-kabeng maupun
keturunan leluhur
(mpung) dari Djauli
Padang Batanghari dari
Sileuh kabupaten Pakpak
Bharat………… Untuk itu
perlu pembicaraan antar
tokoh-tokoh adat yang
terkait.
Selain yang telah
diuraikan di atas, dibawah
ini ada beberapa hal yang
mungkin ada saling
terkait:
1. Kampung dari leluhur
Djauli Padang Batanghari
adalah Sileuh (kecamatan
Kerajaan kabupaten
Pakpak Bharat) sebagai
Rading Berru dari marga
Solin …?, tidak jauh dari
kuta Balna Sikabeng-
kabeng (kecamatan
Sumbul Pegagan) ada
desa Sileuh-leuh …..
adakah hubungannya….?.
2. Leluhur Djauli Padang
Batanghari bernama
Silantak (Paroltep)
mempunyai 7 putri dan
yang paling bungsu
bernama Pinggan Matio
(istri Raja
Silalahisabungan…?). > < Raja Matanari mempunyai dua orang hulubalang mempunyai alat tradisional oltep pergi dan berjumpa tak sengaja dengan Raja Silalahisabungan (saat mencari obat tradisional untuk obat istri Raja Matanari yang sedang sakit). Hulubalang pada jaman tersebut diduga adalah anggota keluarga/ putra raja. Raja Matanari mempunyai satu orang putri yaitu Pinggan Matio yang cacat matanya, tetapi pada saat penyerahan putrinya (manaruhon bru) ke Silalahi, Raja Matanari menggunakan ilmu hitam menguji kemapuan Raja Silalahisabungan dengan cara menyuruh Raja Silalahisabungan memilih salah seorang putri dari 7 gadis yang diperlihatkan melalui ilmu hitam (7 gadis terdiri dari seorang manusia dan 6 lagi adalah siluman) …………..adakah persamaan atau perbedaannya ….?. 3. Matanari adalah Pakpak pegagan > < sedangkan
Djauli Padang Batanghari
mengaku Pakpak Simsim.
Antara Wilayah Pegagan
dengan Wilayah Pakpak
Simsim terdapat wilayah
yang relatip sangat luas
yaitu Wilayah Pakpak
Keppas. Kenapa tidak ada
keturunan leluhur Djauli
Padang Batanghari di
wilayah Balna Sikabeng-
kabeng dan sekitar
kecamatan Sumbul
Pegagan …..?. Wilayah
tempat tinggal Raja
Matanari adalah daerah
Lae Pondom hingga ke
Lae Renun,,, kenapa tidak
ada keturunan leluhur
Djauli Padang Batanghari
diwilayah tersebut
maupun sekitarnya si
wilayah Pakpak Keppas…?.
4. Apakah penyebab
leluhur Djauli Padang
Batanghari pada generasi
ke-8 terusir dari Balna
Sikabeng-kabeng hingga
pergi atau kembali ke
Sileuh…..?........mungkinkah
akibat perang saudara,,,,
hingga yang terusir
merobah marganya jadi
marga lain …?.
5. Jarak Balna Sikabeng-
kabeng ke Sileuh sekitar
50 kilo meter …..kenapa
jarak pelarian ini begitu
jauh …..?. Pada zaman
tersebut masih luas lahan
kosong yang subur di
wilkayah Pakpak Pegagan
ataupun Pakpak
Keppas ……kenapa harus
dilewati menuju Sileuh..?
(bandingkan tingkat
kesuburan l;ahannya)..
Mungkinkah yang terjasi
asalah perang saudara
yang begitu menyakitkan
hati sehingga muncul
keinginan pergi sangat
jauh dan tidak ada
sedikitpun niat kembali ke
kampung asal …?
6. Adakah kaitan nama
kampun Batanghari yang
ada di sekitar Sumbul
Pegagan dengan marga
keturunan leluhur Djauli
Padang Batanghari ….?.
7. Jika mungkin benar,
leluhur dari Djauli Padang
Batanghari adalah
keturunan Raja Matanari
dari Balna Sikabeng-
kabeng ….wajar dan pantas
marga Matanari dan
keturunan leluhur Djauli
Padang Batanghari sama-
sama mengetahui
turiturian namboru
mereka (legenda Pinggan
Matio istri Raja
Silalahisabungan
walaupun tempat tinggal
mereka berjarak jauh
yakni sekitar 50
km ……..mungkinkah….???.
Ada pihak keturunan Raja
Silalahisabungan yang
menolak Pinggan Matio
dan Ranimbani adalah
berru Matanari, melainkan
adalah berru Padang
Batanghari. Untuk hal ini
kami memberikan
tanggapan dan
permintaan sebagai
berikut: “ Kami marga
Matanari tidak
mempermasalahkan sikap
(pernyataan) sebahagian
keturunan Raja
Silalahisabungan tersebut
di atas, akan tetapi
mohon dikabulkan
permintaan kami berikut,
yakni al ”:
1. Jangan dikatakan
kampung hula-hula
(mertua) Raja
Silalahisabungan di kuta
Balna Sikabengkabeng,
karena kampung itu
adalah kampunya marga
Matanari Pakpak Pegagan.
2. Tulisan yang
menyatakan Pinggan
Matio dan Ranimbani
berru Padang Batanghari
dari kuta Balna Sikabeng-
kabeng (Pakpak Pegagan …
kabupaten Dairi) harus
dirobah menjadi dari
Sileuh (Pakpak Simsim …
kabupatem Pakpak
Bharat).
3. Tulisan yang
menyatakan, “Pertanda
kula-kula (hula-hula)
datang adalah
menyalakan api di atas
bukit (dolok) ni huta
Silalahi, kemudian dibalas
dengan menyalakan api di
huta Silalahi sebagai
pertanda siap menerima
kedatangan hula-
hula ”…………mohon ditarik
(diralat)……Karena kondisi
seperti ini tidak mungkin
terjadi zaman dahulu
(yakni marga Padang
Batanghari dari Sileuh-
daerah Simsim datang ke
Silalahi kemudian
menyalakan api di atas
tanah wilayah milik Raja
Matanari),
… .mungkinkah..?.....apa
peran Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik Lingga)
… ..?.....sangat mustahil
bisa terjadi zaman dahulu
bukan …?
4. Padang Batanghari yang
menyatakan bahwa “
mpung (leluhur) mereka
sampai generasi ke-8
berada di Balna Sikabeng-
kabeng, tetapi akibat
terjadi geraha (perang)
maka leleuhur mereka
melarikan diri (terusir)
pergi/kembali ke Sileuh,
dan sebahagian dari
keturunan leluhur mereka
yang tertawan merobah
marga menjadi Matanari
(pihak penyerang/pengusir
marga Padang Batanghari)
…… Pernyataan/tulisan ini
mohon ditarik atau
diralat.
5. Pernyataan yang terkait
point 1, 2, 3 dan 4 di atas
harus ditarik (diralat dan
ditiadakan), karena marga
Matanari beranggapan:
ada maksud tertentu
dalam tulisan tersebut,
misalnya maksud
penguasaan wilayah dan
pengambilalihan hak
pemegang Adat Sulang
Silima di wilayah Balna
Sikabeng-kabeng – Kuta
Gugung dari marga
Matanari.
6. Selanjutnya pihak
Padang Batanghari
(Pakpak Simsim)
memohon maaf kepada
marga Matanari dan
marga-marga yang ada di
Pakpak pegagan
(terutama marga Manik
dan Lingga).
7. Atau …..keturunan
leluhur Djauli Padang
Batanghari menunjukkan
kepada marga Matanari,
surat pernyataan dari
Penetua Pakpak Pegagan,
Penetua Pakpak Keppas
dan Penetua Pakpak
Silima Suak yang
mendukung
(membenarkan)
pernyataan mereka (yang
menyatakan leluhur
mereka sampai generasi
ke-8 bertempat tinggal di
Balna Sikabengkabeng
kemudian diserang/diusir
oleh marga Matanari).
Banyak orang suku
Pakpak mudah mengganti
marganya atau
menghilangkan
marganya …….?. Kenapa
demikian……..???
Pada umumnya akibat
jumlahnya yang relatip
sedikit yakni terutama si
daerah perantauan (salah
satu faktor) penyebab
suku Pakpak
mendekatkan diri ke suku
Batak Toba, mengkait-
kaitkan marganya dengan
marga suku Toba dan
akhirnya mengkui
marganya anak dari
marga Batak Toba.
Misalnya, Tinambunan,
Tumangger, Maharaja,
Pinayungan dan Anak
ampun mengaku anak
Simbolon (Naiambaton),
Banurea dan Barasa
mengaku keturunan
Naiambaton (tetapi akhir-
akhir ini ada juga marga
Barasa tidak mengaku
keturunan dari
Naiambaton….karena
ternyata dapat juga kawin
antara marga Barasa
dengan Tinambunan atau
Tumangger), sedangkan
marga Ujung, Angkat,
Bintang, Kudadiri, Capah,
Sinamo dan Gajah Manik
(7 marga) dan marga
Bako mengaku anak
Naibaho, harga Padang
mengaku Situmorang,
marga Padang Batanghari
mengaku Pasaribu, Solin
mengaku Pandiangan,
juga Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik dan
Lingga) mengaku
Sihotang.
Selain alasan faktor
tersebut di atas, pada
umumnya marga-marga
Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik dan
Lingga) akibat letak
daerahnya sangat dekat
dengan wilayah tanah
Karo, Simalungun dan
Samosir dan Humbang
maka sudah beberapa
generasi mereka (Pakpak
Pegagan terutama marga
Matanari) telah kawin
mayoritas dengan suku
Batak Toba. Lambat laun
bahasa yang digunakan
sehari-hari sdslsh bahasa
Batak Toba, dan adat
istiadat dipakai adalah
Adat Batak Toba (karena
hula hula dan Boru
hampir semuanya suku
Batak Toba). Dalam
menjalankan Adat Batak
Toba, marga Matanari
membutuhkan saudara
semarga. Kenyataan ini
menyebabkan marga
Matanari dan Pakpak
Pegagan lainnya (Manik
dan Lingga) telah lama
mengaku keturunan
marga Sihotang. Dan
akhirnya pengaruh marga-
marga keturunan SiRaja
Oloan juga berpengaruh
kuat terhadap marga
Matanari (terutama di
perantauan). Kenyataan
yang sebenarnya adalah
marga Matanarilah yang
memberikan tanah
(parhutaan) kepada
marga Sihotang yaitu huta
Sihotang Nahornop dekat
daerah Balna Sikabeng-
kabeng. …..mungkinkah
anak/cucunya yang
memberikan tanah atau
parhutaan kepada bapak/
ompungnya …?..mustahil
kan..?.
Sebelum kuat pengaruh
Sihotang di wilayah
Pakpak Pegagan
(Matanari, Manik dan
Lingga) dan Naibaho di
wilayah Pakpak Keppas
(Ujung, Angkat, Bintang,
Kudadiri, Capah, Sinamo,
dan Gajah Manik), maka
antar marga-marga suku
Pakpak di atas masih
saling kawin. Misal
Matanari kawin dengan
marga Bintang, atau
Capah ataupun marga
Lingga.
Adek perempuan
Ranimbani boru Matanari
(istri Loho Raja) ada dua
orang, masing-masing
kawin dengan marga
Bintang dan marga Maha.
Marga Maha adalah suku
Pakpak yang mengaku
dirinya marga Silalahi dan
Sembiring Maha di Tanah
Karo
Akibat jumlahnya relatip
sedikit maka pada
umumnya banyak suku
Pakpak merobah
marganya di perantauan.
Misalnya marga Matanari
yang merantau ke Tanah
Karo, Tigalingga dan
Tanah Pinem merobah
marganya menjadi Karo-
karo, Sitepu, Sinulingga,
dan lain lain. Marga
Matanari yang merantau
ke daerah Deli, Riau,
Jambi, Benhgkulu, pulau
Jawa, Irian jaya dan lain
lain ada yang merobah
marganya menjadi marga
Sihotang.
Pengaruh ajaran Agama
yang sangat melarang
(bertentangan dengan)
kebiasaan adat dan
budaya Pakpak,
menyebabkan sebahagian
suku Pakpak lambat laun
mudah lupa
(menghilangkan)
marganya.
Semoga pertanyaan ini
dapat dijawab dengan
kerendahan hati, tanpa
ada perasaan dilecehkan
dan menghilangkan
perasaan sombong
(merasa diri paling benar)
sehinga berguna dalam
pengetahuan seajarah
yang benar dikemudia hari
tanpa ada pihak yang
dirugikan. Jikalau ada
dalam tulisan ini yang
kurang berkenan, maka
penulis lebih dahulu
mohon maaf dan penulis
sangat menunggu kritik/
perbaikan dari semua
pihak.
NJUAH-NJUAH …….HORAS

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.