Thursday 28 April 2011

Jadi Saksi Meringankan Antasari, Susno Duadji Serang Balik Polri?

Januari 8, 2010
tags: antasari azhar, nasrudin zulkarnaen, Susno Duadji
oleh nusantaraku



“Mulai malam ini, detik ini, semua sopir, ajudan, dan pengawal yang selama ini nempel pada saya ditarik. Hebatkan polisi reformis….
Dalam hal ini, saya siap menerima risiko apa pun untuk memperbaiki Polri. Nyawa sekali pun siap”
– Komjen Pol. Susno Duadji — [1]

Kehadiran Komjen Susno Duadji (SD) sebagai saksi meringankan Antasari Azhar dalam persidangan di PN Jakarta Selatan pada 7 Januari 2010 berbuntut panjang. Dalam kesaksiannya, SD mengatakan bahwa sebagai Kabareskrim dirinya tak dilibatkan dalam tim yang menangani kasus Antasari. Kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen ditangani oleh Wakabareskrim Irjen Hadiatmoko, yang langsung langsung bertanggungjawab di bawah Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD). [2]

Padahal sebagai orang tertinggi dalam menangani kasus kriminal seperti pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen (NZ), SD mestinya mendapat laporan dan selanjutnya menindaklanjuti setiap proses yang membutuhkan ‘bimbingannya’. Namun, kasus ini langsung dibawah kendali staf ahli Kapolri yang menjadi Wakilnya Susno yakni Irjen Hadiatmoko. Kesaksian SD membuka sedikit benang merah apa yang telah disampaikan oleh Kombes Pol. Wiliardi Wizar (WW) pada 10 November 2009 silam. Dalam kesaksian kasus Antasari Azhar, Kombes WW menyebut Kapolri BHD masuk dalam bagian rekayasa kriminalisasi mantan Ketua KPK Antasari Azhar.

“Ini perintah pimpinan jenderal bintang II (Wakabareskrim Irjen Hadiatmoko), ya kalau di atasnya (adalah) Kapolri lah….. Irjen Hadiatmoko meminta saya untuk mengikuti saja (mengaku dirinya sebagai pembunuh Nasruddin) agar bisa menaikkan berkas (Antasari) menjadi P21″
-Kombes Pol Wiliardi Wizar, kesaksian dalam persidangan- [3]

Dalam persidangan 10 Nov 2009 silam, WW mengaku mengikuti saja apa yang diperintahkan Wakabareskrim Polri karena dirinya dijamin oleh pimpinan Polri (Mabes Polri). WW mengutip kembali isi pembicaraannya ketika Wakabareskrim mendatanginya ketika ia berada di tahanan Mabes Polri. “Saya (Irjen Hadiatmoko) minta kamu ngomong saja. Kamu dijamin pimpinan, kamu tidak akan ditahan,” begitulah perkataan Hadiatmoko kepada WW untuk meyakinkan rekayasa pembunuhan NZ.

Kesaksian SD yang mengejutkan ini langsung direspon oleh pihak Mabes Polri. Pihak Mabes Polri berang dengan tindakan SD yang memberi kesaksian di pengadilan kasus Antasari tanpa sepengetahuan pimpinan a.k.a Kapolri BHD. Akibat perbuatannya ini, SD terancam dipecat dari kepolisian. Itulah yang disampaikan Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang (EA) menanggapi perbuatan SD yang secara tidak langsung ‘menyerang’ Mabes Polri.

“Tergantung nanti konteks pemeriksaaanya. Kemungkinan akan berdampak sanksi seperti didemosi, PDH (pemberhentian dengan hormat) atau PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) kenapa tidak, kalau proses menyatakan itu,”
- Irjen Pol Edward Aritonang- [4]




“Trm ksh, 30 mnt lagi saya bersaksi di PN Jaksel ttg Kasus Antasari apakah ada grand strategy atau tidak? Dan kenapa SD dikucilkan dlm pemeriksaan terkait pejabat KPK? Sedikit semi sedikit saya buka.”
–Isi SMS SD kepada Neta S Pane, 30 menit sebelum tiba di PN Jaksel– [5]
Demi Apa Susno Duadji Bertindak?

Kesaksian SD pada 7 Januari silam setidaknya telah membuktikan pernyataan Wiliardi Wizar bahwa Irjen Pol Hadiatmoko sangat intens menangani kasus pembunuhan Nasrudin tanpa banyak melibatkan SD sebagai Kabareskrim Polri. Mantan Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko ini menjadi Ketua Tim Pengawas Penyidikan kasus pembunuhan NZ, sehingga ada celah terjadinya titipan kepentingan di dalamnya. Dan bila dihubungkan dengan pernyaatan SD, maka keterangan Wili yang mengaku diarahkan penyidik dan pejabat polri untuk mengaitkan Antasari dalam kasus pembunuhan Nasrudin sangat mungkin benar adanya. Bila ini benar, maka jelaslah kasus pembunuhan Nasrudin merupakan rekayasa tingkat tinggi yang melibatkan pejabat tinggi pula.

Tindakan memberi kesaksian yang dilakukan oleh pak SD ini patut diacungin jempol. Ia berani mengungkap hal-hal yang mungkin memperburuk citra kepolisian, yang kemudian mendapat perhatian luas agar kepolisian direformasi dengan sebenar-benar dan setuntas-tuntasnya. Namun, ada satu batu sandungan SD bahwa ia dikabarkan tidak memberitahu (minta izin) kepada pimpinan Polri untuk tampil sebagai saksi kasus persidangan pembunuhan NZ. Kehadiran SD lengkap dengan pakaian dinas kepolisian dengan 3 bintang di pundaknya tanpa sepengetahuan pimpinan tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Secara institusi, SD dianggap melanggar kode etik dan disiplin anggota Polri. Sanksinya pun sudah dijelaskan oleh Wakadiv Humas Polri, dari didemosi hingga pemecatan tidak hormat.

Lalu, kita tentu bertanya-tanya, untuk apa Susno Duadji menabrak kedisplinan hanya untuk tampil sebagai saksi yang meringankan Antasari? Bukankah tindakan ini menjadi kontra-produktif dengan kerja yang dilakukan oleh tim kepolisian (yang dipimpin Irjen Pol Hadiatmoko) yang berusaha menjerat pasal pembunuhan kepada Antasari Azhar?

Ada beberapa kemungkinan mengapa SD berani ‘tampil beda’. Datang tanpa pengetahuan Kapolri dan membeberkan pernyataan yang mendiskreditkan kerja tim kepolisian atas kasus pembunuhan NZ merupakan tanda-tanda SD kecewa dengan petinggi Polri, khususnya Kapolri BHD. Dalam salah satu pesan singkatnya kepada Neta S Pane, tampak bahwa SD kecewa dengan institusi polri, khususnya Kapolri. SD merasa dikorbankan dalam beberapa kasus yang menimpa KPK pada khususnya.

Susno mendatangi rumah Kapolri tapi tidak diterima. Setelah dicopot, statusnya tidak jelas. Tidak punya ruangan di Mabes. Sebagai jenderal bintang tiga, wajar dia kecewa.
-Neta S Pane, Presidium Indonesia Police Watch-[5]

Karena sudah terlanjur dipecat dan di’kucil’kan sebagai jenderal berbintang 3, mungkin SD berpikir lebih baik ia menggunakan taktik ‘membongkar’ biang kerok secara perlahan. Tujuannya adalah untuk bargaining position terhadap petinggi Polri, sekaligus berusaha mendapatkan hati dari masyarakat. SMS yang dikirim tersebut jelas menunjukkan ‘ancaman’ kepada petinggi Polri. SD mungkin berpandangan bahwa petinggi Polri akan berpikir-pikir dahulu dua kali untuk setiap tindakan yang ‘menjatuhkan’ SD, karena SD memiliki kartu-kartu truf pimpinan/institusi Polri.

Kemungkinan yang lain adalah pengalihan perhatian publik terhadap kasus Bank Century. Namun, alasan ini kurang begitu beralasan. Berbagai pernyataan SD justru lebih ingin membongkar ‘gangster’ di tubuh kepolisian. Maka, muncullah pernyataan “saya siap menerima risiko apa pun untuk memperbaiki Polri. Nyawa sekali pun siap”. Semoga dibalik misi ‘kurang senang’ SD terhadap pimpinan Polri (Kapolri BHD) adalah untuk memperbaiki Polri. Dan semoga kasus pembunuhan NZ menemukan titik terang.

Salam Nusantaraku,

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.