Thursday 21 April 2011

Matanari

MATANARI PAKPAK
PEGAGAN
Batak Pakpak-Dairi
Suku Batak Pakpak
berasal dari keturunan
imigran bangsa atau suku
dari India Selatan
(kerajaan Colamandala)
yang pernah menyerang
dan menahlukkan
kerajaan Sriwijaya (di
Palembang) hingga raja Sri
Sangramawijaya
Tunggawarman tertawan
(1025 M). Kerajaan
Sriwijaya ini akhirnya
runtuh tahun tahun 1337
M, yang menyebabkan
terjadi penyebaran
manusia sehingga
terbentuk suku Pakpak
suak Pegagan sekitar 600
tahun yang silam. Diduga
manusia pendatang
(imigran) pertama yang
masuk ke tanah Pakpak,
Karo dan Gayo (Alas)
adalah sama nenek-
moyangnya, karena kata
menyebutkan air
(kebutuhan utama
manusia) adalah hampir
sama. Air bahasa pakpak
adalah Lae, bahasa Karo
adalah Lau dan bahasa
Gayo (Alas) adalah Lawe.
Kemiripan kata-kata
dalam bahasa Pakpak
dengan bahasa Karo
adalah relatip besar. Jika
di Tanah Karo terkenal
Marga Silima, di Tanah
Pakpak terkenal Pakpak
Lima Suak (sama-sama
kata lima).
Batak Pakpak-Dairi terdiri
dari lima (5) suak yang
menempati wilayah (hak
wilayat) masing-masing,
yakni:
1. Pakpak suak Boang, di
daerah Boang, Singkil,
Sbullusalam, daerah Aceh
dan sekitarnya.
2. Pakpak suak Klassan, di
derah Parlilitan, Pakkat
dan sekitarnya, misalnya
marga di daerah Urang
julu (disebut: daerah
Sionem Koden) adalah
Simbuyak-mbuyak (tidak
berketurunan), Turuten,
Pinayungen, Maharaja,
Tinambunen, Tumangger
dan Anak Ampun (artinya
anak bungsu, sering
disebut Nahampun) dan
didaerah pakat marga
Meka dan lain lain,
3. Pakpak suak Simsim,
didaerah kecamatan
Kerajaan, Salak dan
sekitarnya, misalnya
marga Kabeaken, Brutu
(Sinaga..?), Padang
(Situmorang..?), Padang
Batanghari (keturunan
Parrube Haji …?), Sitakar,
Tinendung, dan lain lain.
4. Pakpak suak Keppas,
misalnya keturunan si
Naga Jambe yang mulanya
berasal dari daerah
Sicikeh-cikeh dan
kemudian berkembang
didaerah Sidikalang yakni
ada 7 marga yaitu, Raja
Udjung, Raja Angkat, Raja
Bintang, Raja Capah, Raja
Gajah Manik, Raja Kudadiri
dan Raja Sinamo.
5. Pakpak Pegagan, di
daerah Pegagan (meliputi
daerah Balna Sibabeng-
kabeng, Lae Rias, Lae
Pondom, Sumbul, Juma
Rambah, Kuta Manik,
Kuta Usang dan
sekitarnya, hanya ada tiga
(3) marga, yaitu (1) Raja
Matanari, (2) Raja Manik,
dan (3) Raja Lingga.
Marga (Raja) Matanari,
Manik dan Lingga adalah
keturunan Papak Suak
Pegagan (disebut si Raja
Gagan ataupun si Raja
Api). Si Raja Api adalah
salah seorang dari Pitu (7)
Guru Pakpak Sindalanen
(yakni keturunan
Perbuahaji) . yang cukup
terkenal ilmu
kebatinannya (dukun yang
disegani , ditakuti dan
tempat belajar atau
berguru ilmu kebatinan)
diketahui melalui legenda
yang cukup terkenal di
daerah Pakpak, Karo
Simalem dan mungkin
juga di Gayo ..? (Alas).
Apabila Pitu Guru Pakpak
Sindelanan bersatu, maka
dianggap sudah
lengkaplah ilmu kebatinan
yang dipelajari orang pada
zaman dahulu, yakni
meliputi:
1. Raja Api (Raja Gagan) di
daerah Pakpak Suak
Pegagan, adalah dukun
(datu) yang mempunyai
ilmu kebatinan Aliran Ilmu
Tenaga Dalam, yang
menyerupai tenaga Api
(misalnya disebut: Gayung
Api, apabila kena
pukulanya akan terbakar
atau gosong, Tinju
Marulak, yakni justru
orang yang memukulnya
yang mengalami efek
pukulan, dan lain lain),
Ilmu kebatinan yang
dikuasai dan
dikembangkan si Raja Api
dan keturunnya berkaitan
dengan pembelaan diri,
berkelahi, dan berperang
melawan musuh.
2. Raja Angin di daerah
Pakpak Suak Keppas,
adalah dukun yang
mempunyai ilmu
kebatinan sperti tenaga
angin. Kalau angin kuat
berhembus (topan) dapat
merobohkan yang kuat
dan besar. Kalau angin
berhembus lambat, tidak
akan terasa dan tidak
dapat dilihat, tetapi
mereka ada. Jadi dapat
tiba-tiba si Dukun (yang
mempunyai ilmu ini) tiba-
tiba ada di depan mata
kita.
3. Raja Tawar pergi ke
Tanah Karo Simalem,
adalah dukun yang
mempunyai ilmu
kebatinan berkaitan
dengan obat-obatan
ramuan tradisional.
Terbukti di daerah tanah
Karo Simalem
berkembang ilmu
pengobatan Ramuan
Tradisional, pengobatan
Patah Tulang, luka
terbakar dan lain lain,
yang kadang kala lebih
hebat dari pengobatan
ilmu medis (kedokteran).
4. Raja Lae atau Lau atau
Lawe yang pergi ke daerah
Tanah Karo Simalem atau
daerah Gayo-Alas. Lae =
lau = lawe berarti air
(bahasa suku Toba
disebut aek). Raja Lae
adalah dukun yang
mempunyai ilmu
kebatinan yang dapat
mendtangkan hujan,
mencegah turun hujan di
suatu tempat atau
mengalihkan hujan dari
satu tempat ke tempat
lain (disebut Pawang
Hujan).
5. Raja Aji di daerah
Pakpak Suak Simsim
sekitar kecamatan
Kerajaan, Salak dan
sekitarnya. Raja Aji adalah
dukun yang mempunyai
aliran ilmu Membuat dan
Pengobatan penyakit Aji-
ajian (Guna-guna,
misalnya Aji Turtur,
Gadam,Racun, dan lain
lain).
6. Raja Besi di daerah
Pakpak Suak Kellasen,
adalah dukun yang
mempunyai ilmu
kebatinan yang
berhubungan alat-alat
terbuat dari besi. Misalnya
ilmu tahan (kebal) ditikam
dengan pisau, kebal
digergaji, terhindar dari
atau kebal peluru senjata
api, dan lain lain.
7. Raja Bisa di daerah
Pakpak Suak Boang,
adalah dukun yang
mempunyai ilmu
kebatinan yang
berhubungan dengan
pembuatan dan
Pengobatan yang
ditimbulkan oleh Bisa,
missal bisa ular,
kalajengking, lipan, laba-
laba, dll
Setelah si Raja Api
mempunyai keturunan 3
orang anak laki-laki, maka
salah seorang putranya
diberi nama Raja Matanari
(berasal dari arti
Matahari). Si Raja Api
menginginkan ilmu/tenaga
kebatinan yang dimiliki
putranya harus melebihi
tenga Api seperti yang
telah dimilikinya.
Keinginan si Raja Api,
putranya harus
mempunyai ilmu
kebatinan/tenaga dalam
menyerupai tenaga
(kekuatan) Matahari.
Pada mulanya Pakpak
Pegagan (si Raja Api),
bapa dan kakeknya
adalah manusia Nomade
(mendapat makanan dari
alam, hanya memanen
hasil hutan dan hasil
berburu binatang,
menangkap ikan dan
tinggal berpindah-pindah).
Diduga mereka pertama
sekali tinggal sekitar hutan
Lae Rias dan Lae Pondom,
sehingga perkampungan
mereka yang pertama
diyakini adalah di sekitar
Lae Rias di hulu (takal)
sungai Lae Patuk, yakni
daerah di atas daerah
Silalahi. Kuburan si Raja
Api dan orangtuanya serta
beberapa keturunannya
Raja Matanari diduga
disekitar hutan Lae Rias,
yang menurut Legenda
disebut daerah Sembahan
(keramat)
SIMERGERAHGAH,
Simergerahgah adalah
mpung si Perbuahaji (yang
memperanakkan si Raja
Api = Pakpak Pegagan)
keturunan orang/suku
Imigran dari India yang
masuk dari daerah Barus.
Sesuai perkembangan
zaman dan kebudayaan,
keturunan Pakpak
Pegagan tersebut di atas
mengalami perubahan
dari budaya Nomade
menjadi Petani Berpindah-
pindah. Mereka
berpindah-pindah mencari
lahan yang lebih subur,
dan setelah agak tandus
kemudian ditinggalkan.
Sistim pertanian
berpindah-pindah ini
mengarahkan mereka dan
keturunanya bergerak ke
arah Balna Sikabeng-
kabeng, Kuta Gugung,
Kuta Manik, Kuta Raja,
Kuta Singa, Kuta Posong,
Sumbul Pegagan,
Batangari (Batanghari),
Juma Rambah,
Simanduma, sampai
daerah Tigalingga.
Pakpak Suak Pegagan
hanya ada tiga (3) marga
yaitu Raja Matanari, Raja
Manik dan Raja Lingga.
Sesuai dengan
perkembangan
kebudayaan, zaman dan
sejarah akhirnya masing-
masing keturunan 3 putra
si Raja Api Pakpak suak
Pegagan menempati
daerah Balna Sikaben-
kabeng dan Kuta
Gugungserta sekitarnya
(keturunan Raja
Matanari), daerah Kuta
Manik dan Kuta Raja serta
sekitarnya (Raja
Manik).dan daerah Kuta
Singa dan Kuta Posong
serta sekitarnya (Raja
Lingga). Kuta (kampung)
yang lain adalah
perkembangan
(pertambahan) pada
generasi berikutnya.
Apabila ada marga lain
mengaku pernah menjadi
raja (berkuasa) di daerah
pegagan (misalnya disebut
Pendeta Abednego putra
Djauili Padang Batanghari
sampai 8 generasi mpung
mereka tinggal di Balna
Sikabeng-kabeng) adalah
“ pernyataan yang salah”,
karena hanya 3 marga
keturunan suku Batak
Pakpak suak Pegagan
(Lihat :semua Dokumen
Budaya Pakpak). Padang
Batanghari adalah suku
Pakpak Suak Simsim di
daerah kecamatan
Kerajan dan Salak dan
sekitarnya bukan..?
Pendeta Abednego dan
orang tuanya Djauili
Padang Batanghari
mengaku bahwa Pinggan
Matio adalah berru dari
nenek-moyang (mpung)
mereka Paroltep (si
Lantak Padang
Batanghari) dan
keturunannya sampai 8
generasi tinggal di Balna
Sikabeng-kabeng;
Kemudian terjadi perang
(graha) menyebabkan
mereka (Padang
Batanghari) terusir dan
kembali ke kampung
asalnya yaitu Sileuh di
kecamatan Kerajaan.
Adakah marga Manik dan
atau Lingga (Pakpak suak
Pegagan selain marga
Matanari) yang
membenarkan pernyatan
tersebut di
atas …..?..........atau marga
Pakpak suak
Keppas …?............ atau
marga Pakpak suak
Simsim …….?, ……. Siapakah
keturunan saudara si
Lantak (si Sebar Padang
Batang Batanghari yang di
Sileuh …?) yang dapat
membenarkan pernyataan
di atas …….? Kami mohon
tolonglah dibuktikan
segera kebenaran
pernyataan itu.
Sekitar generasi ke 6 dan
ke 7 keturunan Raja
Matanari telah
membangun Rumah Adat
Pakpak di Balna Sikabeng-
kabeng yaitu zaman
kehidupan si Raja Onggu
(keturunan Raja
Silalahisabungan) yang
kawin dengan Rumintang
berru Matanari (generasi
ke-7). Rumah adat ini
dibangun oleh ahli
pertukangan (arsitek) dari
Batak Pakpak dan Toba
(terutama dari Silalahi)
yang relatip banyak
jumlahnya.
Pertanyaan…….di mana
pada zaman tersebut
Padang Batanghari ….?.
Pohon Beringin (jabi-jabi)
yang ditanam Pinggan
Matio berru Matanari
(disebut; eks tongkat
Pinggan Matio). diyakini
dihuni oleh arwah ( sahala
ni = begu ni) si Raja
Onggu + Rumintang berru
Matanari (karena
kematian mereka tidak
normal, si Raja Onggu
dihukum mati karena
menghina suku Pakpak,
dan Rumintang mati
gantung diri atas kematian
suaminya), walaupun
kuburan mereka berdua
ini ada di Silalahi.
Menurut Ir Ramses Silalahi
(di Jakarta) via SMS dan
beberapa Sihaloho dari
Pematang Siantar
(menurut Antony
Matanari), menyatakan
bahwa ada di Silencer
marga Matanari
( mungkinkah ….? si Umar
Matanari, si Arden
Matanari, dkk) mengaku
ada talian darah dengan
Pendeta Abednego putra
Djauili Padang
Batanghari), adalah bukti
yang mendukung
pernyataan Pendeta
Abednego dan orang
tuanya Djauili Padang
Batanghari, yakni bahwa
marga Padang Batanghari
pernah tinggal di Balna
Sikabeng-kabeng, yang
kemudian karena terjadi
perang, mereka sebagian
terusir dan kembali ke
Sileuh, sedangkan
sebahagian lagi tertawan
dan kemudian merobah
marganya menjadi marga
Matanari. Tidak masuk
akal sehat (logika) ceritra
atau pendapat tersebut di
atas bukan..?. Tawanan
(Padang Batanghari)
merobah marga menjadi
marga Matanari supaya
tidak terusir atau dibunuh
musuh (penyerang),
adalah alasan yang tidak
logis. Apakah tujuan
perang tersebut untuk
menambah orang
bermarga Matanari …?.
Selayaknya, jika tawanan
tidak dibunuh penyerang
maka kemudian mereka
akan melarikan diri atau
pindah ke daerah lain.
Kenapa Padang
Batanghari (yang terusir)
harus kembali ke
Sileuh …?, di zaman itu
masih banyak lahan
kosong di daerah Pegagan
bukan …?, atau kenapa
tidak pergi ke Silalahi
(kuta anak berru …?) jika
benar Pinggan Matio
adalah berru Padang
Batanghari …?. Atau ke
daerah wilayah Pakpak
Suak Keppas (sekitar
Sidikalang) yang masih
jauh lebih dekat dari
Sileuh,,.? Berapa orang
(keluarga) yang terusir
dan kembali ke Sileuh…?.,
dan berapa orang
(keluarga) yang tertawan
yang merobah marga
menjadi Matanari (siapa
namanya) …?. Tidak logis
keluarga Padang
Batanghari (suami + istri +
anak-anak) yang terusir
dari Balna Sikabeng-
kabeng kembali ke Sileuh
karena jarak ini relatip
jauh dan sangat luas
lahan kosong yang harus
dilewati pada zaman itu
bukan …?.
Jika benar si Umar
Matanari dan Arden
Matanari, dkk mengaku
adalah keturunan Padang
Batanghari (menjadi
marga Matanari), maka
mereka telah
membeberkan aibnya
sendiri bukan ….?. Akibat
pernyataan mereka, kami
Matanari dapat mengikuti
apa keinginan mereka
yang sebenarnya.
Mungkinkah,, ……? mereka
adalah keturunan orang
pendatang menjadi anak
angkat keturunan Raja
Matanari:? Mpung kami
keturunan Raja Matanari
sangat merindukan marga
Matanari banyak
jumlahnya, demikian juga
kami sekarang. Ada
semboyan mpung kami
keturunan Raja Matanari,
“ sedangkan batang pohon
pisang ni gana (kita pahat
berbentuk) manusia agar
ada teman, apalagi dia
manusia ”. Semboyan
inilah yang menyebabkan
tanah wilayat raja
Matanari mudah
(gampang) diberikannya
kepada orang pendatang,
yang umumnya adalah
suku Batak Toba.
Kejadian mengakui anak
angkat menjadi
keturunannya, adalah hal
yang umum (biasa) terjadi
pada marga-marga lain
(tidak hanya pada marga
Matanari). Akan tetapi,
walaupun posisi anak
angkat, selama ini mereka
tetap kami hargai dan
memasukkan mereka
dalam Trombo Matanari
sebagai keturunan
ompung kami, kecuali
mereka mau meminta
nama mereka dihapus dari
Trombo Matanari, dengan
tanpa rasa menyesal akan
kami kabulkan. Bagi kami
anak kandung dan anak
angkat sama harkat
kemanusiaannya, sehingga
tidak pernah kami beda-
bedakan.
Menurut kami Matanari,
lebih gentelemenlah si
Umar Matanari dan si
Arden Matanari, dkk
mengganti marganya dan
kembali ke si Leuh
(kecamatan Kerajaan)
serta membawa tulang-
belulang orangtuanya
bukan …?. Agar mereka
kembali menjadi marga
Padang Batanghari.
Kasihan mereka bukan …?,
marganyapun sudah dijual
(ganti) menjadi Matanari
hanya demi dapat tinggal
di kampung kita …?.
Bakune mo ke kaltu….?.
Mella kami mendokken,
sedaroh mo kita, oda i
bedaken kami anak
kandung dekket anak
angkat..Tapi mella i
dokken ke, ke oda marga
Matanari be, bagi
Matanari oda lot masalah
kaltu, tadingken ke saja
mo kuta ntai asa sloh bai
nene ulang pailailaken
mendahi Pagang
Batanghari, laos mo ke mi
Sileuh, mi kuta ni Padang
Batanghari. Njuah-njuah
kita karina. ( Artinya,
bagaimana kalian ini
kawan …?. Kalau kami
menganggap, kita tetap
satu kesatuan, tidak kami
bedakan anak kandung
dengan anak angkat.
Akan tetapi kalau kalian
katakan, bahwa kalian
bukan Matanari, bagi kami
Matanari bukan masalah,
tinggalkan sajalah
kampung kita itu, pergilah
ke Sileuh, ke kampung
marga Padang
Batanghari….. Salam buat
kita semua).
Raja Matanari, selain
mempunyai keturunan
anak laki-laki yang telah
mencapai sekitar 18-19
generasi sampai sekarang,
juga mempunyai putri
(berru). Keturunan
sebagian anak perempuan
(berru) kemungkinan
sudah melebihi 19
generasi. Laju generasi
marga Matanari adalah
relatip terlambat dan
jumlahnya relatip sedikit
sekali. Mungkin hal ini
terjadi akibat mpung kami
keturunan Raja Matanari
banyak yang mengikuti
aliran ilmu hitam
(animisme). Beberapa
generasi keturunan Raja
Matanari hanya
mempunyai satu anak
yang berikutnya
mempunyai keturunan
dan ada tidak
berketurunan. Generasi
ke-8 keturunan Raja
Matanari j hanya 6 (enam)
orang yang berketurunan,
yang lainnya tidak
berketurunan, atau pergi
merantau..?. Penyusunan
Trombo secara tertulis
dimulai sejak sekitar tahun
1970 adalah berdasarkan
ceritra dari keturunan
masing-masing, siapa-
siapa nama mpung
mereka. Jadi kalau ada
yang tidak berketurunan,
ataupun pergi merantau
dan tidak kembali
ataupun tidak memberi
kabar maka nama mpung
mereka otomatis tidak
tercatat dalam Trombo
Matanari.
Masuknya ajaran agama
Islam ataupun agama
Kristen ke daerah Balna
Sikabeng-kabeng dan
sekitarnya lebih terlambat
dibanding di daerah lain.
Orang Pakpak cukup
terkenal memakan daging
manusia (musuhnya)
bahkan tengkorak
manusia tersebut
digantungkan di Bale
(Jambur) sebagai bukti
kehebatan penghuni
kampung. Jadi dosa
kesalahan orang Pakpak
(terutama Matanari) pada
zaman dahulu dan
mungkin sampai sekarang
adalah sangat besar.
Untuk itu kami mewakili
keturunan Raja Matanari,
memohon maaf yang
sebesarbesarnya, kepada
orang-orang yang pernah
dirugikan atau teraniaya
ataupun kepada
keturunannya, terlebih
kepada Tuhan Maha
Pengasih dan Penyayang.
Anak perempuan (berru)
dari Raja Matanari dan
dari keturunannya yang
cukup terkenal (tokoh
berru) adalah sebagai
berikut:
1. Pinggan Matio berru
Matanari istri Raja
Silalahisabungan (sebagai
Upah Raja
Silalahisabungan karena
telah berhasil mengobati
penyakit istri Raja
Matanari).
2. Ranimbani berru
Matanari istri Raja
Sihaloho putra Raja
Silalahisabungan.
3. Adek si Ranimbani
berru Matanari istri Raja
Bintang
4. Adek si Ranimbani
berru Matanari istri Raja
Maha.
5. Rumintang berru
Matanari istri si Raja
Onggu keturunan Ruma
Sondi (Pohon Beringin
yang ditanam si Pinggan
Matio di Balna Sikabeng-
kabeng diyakini
masyarakat sebagai
tempat keramat, disebut
Sembahan si Raja Onggu-
Rumintang berru
Matanari).
6. Siberru Taren berru
Matanari istri Raja
Manungkun keturunan
Batu Raja., yang
mendapat tanah Rading
Berru di Tamberro.
Kami Matanari mengakui,
bahwa sesama kami
keturunan Raja Matahari
sering berkelahi bahkan
berperang, akibatnya ada
sebahagian mereka
keturunan mpung kami
pergi merantau. Mereka
sebagian belum kami
ketahui kabarnya, apakah
mereka tetap marga
Matanari atau telah
merobah marganya
menjadi marga lain juga
belum kami ketahui.
Mungkinkah keturunan
hulubalang Raja Matanari
(Paroltep) adalah anak
keturunan Raja Matanari
menjadi marga lain …?
Kami sangat merindukan
mereka, kami
menginginkan marga
Matanari lebih besar
jumlahnya, makin kuat
eksistensinya, sehingga
tidak terjadi lagi
diperantauan penggantian
marga Matanari menjadi
marga Sihotang, Karo-
Karo, Sinulingga, Sitepu
dan lain lain.
Sebahagian keturunan
Raja Matanari mengaku
dirinya keturunan Oppu
Saggapulo putra Oppu
Borsak Sihotang
Pardabuan Uruk adalah
pengaruh ikatan (Pesta)
SILIMA TALI di Sumbul
Pegagan sekitar tahun
1957. Ikatan dan Pesta
Silima Tali diadakan
adalah berdasarkan pada
kepentingan yang saling
menguntungkan antara
suku Pakpak suak
Pegagan (Matanari, Manik
dan Lingga) dengan suku
Batak Toba (marga
Sihotang). Orang Pakpak
suak Pegagan ingin
mempermudah segala
urusan (kepentingan)
yang berkaitan dengan
berbagai urusan terutama
bidang pemerintahan yang
pada zaman tersebut
berpusat di Tarutung.
Demikian juga Sihotang
ingin memperkuat
eksistensinya di daerah
Pakpak suak Pegagan
maupun suak Keppas.
Matanari memberikan
tanah dan parhutaan
kepada marga Sihotang,
disebut huta Sihotang
dekat Balna Sikabeng-
kabeng.
Ikatan (Pesta) Silima Tali
terdiri dari 5 unsur yaitu
(1) Sihotang, (2) Matanari,
(3) Manik, (4) Lingga dan
(5) marga-marga Berru-
Berre dari 4
margatersebut di atas.
Pesta (Ikatan) Silima Tali,
menjalin ikrar bahwa 4
marga tersebut di atas
dinyatakan Sisada Anak
dan Sisada Berru. Pada
waktu selanjutnya,
pengaruh Pesta (ikatan)
Silima Tali menjadi lebih
besar pada marga
Matanari. Yaitu
menyebabkan marga
Matanari sebahagian
melupakan ikrar sisada
anak sisada berru, yakni
berubah menjadi
mengakui bahwa marga
Matanari adalah anak
(keturunan) Oppu
Saggapulo putra Oppu
Borsak Sihotang
Pardabuan Uruk
Kenyataan ini terjadi tidak
lepas dari akibat jumlah
keturunan marga Raja
Matanari sangat sedikit
dan pendidikan masih
terbelakang, sebaliknya
marga Sihotang jumlah
keturunannya banyak dan
berpendidikan lebih maju,.
Selain marga Matanari,
juga marga Manik dan
sebahagian marga Lingga
mengaku keturunan
marga Sihotang. Hal ini
terjadi dengan alas an
yang hamper sama
dengan yang telah
diuraikan diatas
(kepentingan yang saling
menguntungkan).
Demikian halnya,
pengaruh marga Sihotang
berpengaruh besar sampai
pada marga marga
Pakpak Kepas (Raja
Udjung, Raja Angkat, Raja
Bintang, Raja Capah, Raja
Gajah Manik, Raja Kudadiri
dan Raja Sinamo), ke
tanah karo Simalem
marga Sitepu dan semua
marga Karo-karo
umumnya, di daerah
Simalungun marga Sitopu,
Semua marga-marga
tersebut di atas, terutama
di daerah perantauan
merasa (mengaku) satu
dengan marga Sihotang.
Sehingga ada beberapa
orang menyebutkan istilah
“ Sihali Mas” (singkatan
dari: Sihotang, Hasugian,
Lingga, Manik, Matanari,
Sitepu, Sitopu dan Semua
yang termasuk Karo-Karo
Mergana), yang artinya
adalah Pengali Emas atau
Penggali Emas. Harus
diakui bahwa marga
Sihotang cukup hebat
menjalin persaudaraan
dalam suku Batak Toba,
Pakpak, Karo dan
Simalungun.
Horas ….Njuah-
njuah….Mejuah-juah buat
yang kami hormati
Oppung/ Bapa/ Abang/
Adek/ Anak/ Cucu marga
Sihotang di mana pun
mereka berada..
Demikian disampaikan
untuk diketahui semua
halayak, dan dengan
demikian diharapkan
bahwa:
1. Tidak ada lagi
keturunan raja (marga)
Padang Batanghari yang
mengakupernah tinggal di
Balna Sikabeng-kabeng
(mulai si Lantak sampai
keturunannya generasi
ke-8) kemudian terusir
dan kembali ke Sileuh
akibat perang.
2. Marga Matanari dengan
Sihotang adalah Sisada
Anak Sisada Berru
berdasarkan Pesta (ikatan)
Silima Tali sekitar tahun
1957 di Sumbul Pegagan,
jadi marga Matanari
bukanlah keturunan
(anak) Oppu Saggapulo
putra Oppu Borsak
Sihotang Pardabuan Uruk,
melainkan Matanari,
Manik dan Lingga adalah
anak (keturunan) Pakpak
Suak Pegagan.
Jikalau ada kata-kata yang
kurang berkenan, penulis
mohon maaf, dan dengan
senang hati dapat
menerima semua kritik
demi penyempurnaan
catatan sejarah penting
buat kita yang
memerlukannya sekarang
dan waktu kelak.
Njuah-Njuah…..Mejuah-
juah……Horas
Salam dan hormat saya
Penulis
Ir. Jawaller Matanari, MS
Putra Pendeta Ds. Josep
(mpung Sich Jerry)
Matanari. Kuta Gerat
Pegagan.
Ketua PERMANA Medan
dan Sekitarnya.
Mobile: 081361149346

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.