Thursday 21 April 2011

Wawancara dgn Pdt Abednego Padang Batang Hari

Laporan Khusus Tabloid
“ Tano Batak”
Wawancara dengan Pdt.
Abednego Padang
Batanghari :
“ Huta Balna Didirikan
Marga Padang Batanghari”
BAGAIMANA SEJARAH
PADANG BATANGHARI ?
“ Di Pakpak ada lima sub
suku yakni : Simsim,
Klasim, Puang, Kepak dan
Pagagan. Sub Suku Simsim
ada tiga yakni : Sitakkar,
Silindung dan Padang
Batanghari. ”
KABARNYA ADA KAITAN
DENGAN NAI MARATA ?
“ Hubungan secara
Genetika tidak ada.
Hubungan Padang
Batanghari dengan
Hebeahan dan Limbong
karma Padan (Perjanjian).
Awal kisahnya ketika
perkampungan kami
Pemulon Sileuh
kedatangan wangkah
merante atau babiat
sitelpang (harimau) yang
meresahkan penduduk.
Ompung kami meminta
pertolongan sama
Habeahan dengan
perjanjian kalau Habeahan
mampu membunuh
wangkah merante maka
‘sisada ma hita’ baik di
paradatan maupun
kehidupan diantara
keduanya, Hebeahan
gagal. Kemudian
Habeahan memanggil
Limbong dengan padan
yang sama. Limbong
berhasil kalahkan
wangkah merante. Itulah
pertalian antara Padang
Batanghari dengan
Habeahan dan Limbong
yang berlaku hingga saat
ini. Jadi Padang Batanghari
bukan bagian Nai
Marata. ”
MENURUT TURI-TURIAN
(KISAH), SIAPA PENDIRI
PERKAMPUNGAN BALNA,
DAIRI ?
“ Huta Balna Didirikan oleh
keturunan Padang
Batanghari, belum ada
marga lain. ”
BAGAIMANA
TERJALINNYA HUBUNGAN
ANTARA PADANG
BATANGHARI DENGAN
RAJA SILAHISABUNGAN ?
“ Begini sejarahnya. Kami
berasal dari Pamulon
Sileuh. Kemudian
berkembang ke Balna.
Mengapa sampai ke Balna
berawal kisah namboru
kami bernama Si Bunga
Pancur. Paras wajahnya
sangat elok. Sangkin
cantiknya, banyak orang
berusaha merebutnya,
termasuk juga seorang
yang disebut ‘jolma so
jolma begu so
begu ’ (manusia bukan,
roh bukan). Si Bunga
Pancur diculik di Sileuh.
Masih ada jejaknya.
Kemudian Parultop atau
Silantak, merebut kembali
itonya si Bunga Pancur.
Tapi jolma so jolma begu
so begu ini terus menerus
mengganggu.
Lantas Parultop/Peroltep
berkata pada adiknya
Sisebar : begini saja, aku
bawalah Si Bunga Pancur.
Berangkatlah Pereltep
menuju Kebincaren,
sementara Sisebar tetap di
Sileuh. Didaerah tersebut
berketurunanlah si Raja
PArultop. Untuk
mengenang peristiwa tadi
maka daerah tersebut
diberi nama ‘Balna’ yang
artinya ‘mbala sikebeng-
kebeng’. Bala adalah begu
atau hantu, kebeng-
kebeng adalah pergi.
Balna sebagai symbol
peringatan, menghindari
begu (hantu). Disanalah
lahir namboru Si Pinggan
Matio putrid dari Raja
Parultop ”.
BAGAIMANA SAMPAI
TERJADI PERTEMUAN
ANTARA RAJA PARULTOP
PADANG BATANGHARI
DENGAN RAJA
SILAHISABUNGAN ?
“Ompung kami Si Raja
Parultop punya keahlian
berburu dengan
menggunakan ‘ultop’ atau
sumpit. Suatu ketika Raja
Parultop berburu burung
simanuk-manuk. Setiap
diultop (disumpit) seakan-
akan kena. Ompung
kamipun terus
mengejarnya. Tanpa
terasa perjalanannya
semakin jauh dari Balna
dan mendekati tepian
Danua Toba (sekarang
dikenal dengan nama
Silalahi Nabolak –red).
Ketika buruannya lepas,
burung itu justru dengan
mudah ditangkap Si Raja
Silahisabungan. Disinilah
asal mula pertemuan
antara Raja Parultop
dengan Raja
Silahisabungan. Pada relief
seperti lae sudah lihat
sendiri, bagaimana
hubungan selanjutnya
dengan jelas dilukiskan ”.
KENAPA ADA KERAGUAN
PINGGAN MATIO “BORU”
PADANG BATANGHARI
DARI BALNA ?
“ Padang Batanghari
berada di Balna kalau
dihitung dari Si Raja
Parultop ada sembilan
generasi. Terjadilah
perang. Ada yang ke
Aceh, Kabanjahe ada yang
ke Alas dan sebagainya.
Pokoknya tersebarlah
semua keturunan Padang
Batanghari. Tetapi ada
pula yang tinggal karena
tertangkap.
Ciri-ciri keturunan Padang
Batanghari yang
tertangkap di Balna
dikenal “partangga
dua” (jaman dulu anak
tangga berjumlah genap
digolongkan sebagai
hatoban atau budak).
Mereka pakai marga
setempat padahal
sebenarnya Padang
Batanghari. Merekalah
yang tersisa di Balna. ”
SEPENGETAHUAN LAE
SEJAK KAPAN ADA
UPAYA DARI
KETURUNAN RAJA
SILAHISABUNGAN
MENCARI SIAPA ‘HULA-
HULA’NYA ?
“seingatku tahun 1960-an.
Sewaktu itu bapakku
(orangtua Pdt. Abednego
Padang Batanghari –red)
asisten wedana di Sumbul.
Menurut bapakku, waktu
itu keturunan Raja
Silahisabungan kasak
kusuk mencari kebenaran
siapa hula-hulanya.
Bahkan keturunannya
melakukan sejumlah
pertemuan dan seminar.
Hasilnya, mereka
memutuskan bahwa
Padang Batanghari adalah
hula-hula Raja
Silahisabungan”.
ADA BUKTI LAIN
MENURUT PADANG
BATANGHARI SENDIRI ?
“ Sebenarnya bagi kami
bukan hanya hasil logika
semata saja menilai
keputusan tersebut. Ada
‘ Hahomion’ (misteri
kesakralan –red)
tersendiri.
Tahun 1920, ompung saya
membangun rumah di
Sileuh. Tanpa
sepengetahuan,
mendadak dua orang
marga Silalahi dari Silalahi
Nabolak dating guna
membantu pembangunan
rumah itu. Tentunya
Ompungku heran, namun
mereka menceritakan
bahwa kedatangan
mereka karena disuruh
untuk membantu rumah
itu berdasarkan mimpi.
Menurut keterangan
keduanya bertempat
tinggal di Silalahi Nabolak
tapi punya mimpi yang
sama. Dalam mimpi,
mereka diperintahkan
untuk pergi ke Sileuh
guna membantu
membangun rumah
ompung kami dan
mereka. ‘Kalian semua,
ompung kalian, hula-hula
kalian sedang
membangun rumah,
pergilah kalian kesana,
bantulah ’. Selama enam
bulan mereka ikut
membantu membangun
rumah ompung kami
tanpa meminta satu sen
upahnya. Setelah rumah
itu selesai, mereka
diberangkatkan pulang ke
Silalahi Nabolak dengan
adapt Pakpak.
Rumah itu masih ada
sekarang. Rumah ompung
kami yang dibangun
kedua marga Silalahi
memiliki tipe yang sama
dengan bentuk rumah di
Silalahi Nabolak. Misalnya
‘ tit’ (tiang) dirumah kami
sama dengan ‘titi’ di
Silalahi Nabolak. Kalau di
Silalahi Nabolak dibuat
tiang rumah dengan
maksud untuk
mengantisipasi angina
kencang, rumah kamipun
dibuat dengan konsep anti
gempa.
‘ Hahomion kedua’ adalah
sewaktu dilakukan
peletakan batu pertama
pembangunan makam
dan tugu Raja
Silahisabungan di Silalahi
Nabolak. Beberapa marga
lain sewaktu
menempelkan semen
adukan ke batu pertama
itu tidak lengket dan
jatuh. Ketika giliran kami
dari Padang Batanghari,
adukan tadi langsung
melekat dan bagus.
Secara mendadak,
matahari yang tadinya
ditutupi awan, bersinar
terang sekali. Kejadian ini
sekitar tahun 1970-an.
‘ Hahomion ketiga’, jelang
acara peresmian makam
dan tugu, Saing Silalahi,
Walikota Jakarta Timur
sebagai ketua panitia
melakukan acara ritual
untuk memastikan siapa
sebenarnya hula-hula dari
Raja Silahisabungan
melalui
‘ pasorophon’ (pemanggilan
arwah). Namboru Pinggan
Matio langsung dating dan
masuk kepada seorang
perempuan belia kelahiran
perantauan yang sama
sekali tak tahu bahasa
Batak. Dengan bahasa
Batak Kuno, namboru
kami Pinggan Matio
menjelaskan bahwa hula-
hula Si Raja
Silahisabungan adalah
Padang Batanghari.
Sementara kepada kami
paraman (keponakan) nya
diberi pesan kalau dating
ke Silalahi Nabolak jangan
lupa membawa ‘tipa-
topa’ (penganan yang
terbuat dari beras lepes
dan dikeringkan –red).
Setiap kami diundang,
penganan tipa-tipa
tersebut tidak pernah
ketinggalan atau lupa
kami bawakan untuk
keturunan namboru kami
Raja Silahisabungan.
Uniknya dalam ‘Hahomion
keempat’, bahwa kami
baru mengetahui adanya
napak tilas ompung kami
sendiri seperti sumur atau
gua dari seorang marga
Tambunan yang
kebetulan sebagai Kepala
Dinas Perdagangan
Kabupaten Dairi.
Tentunya ini suatu hal
yang aneh dan sudah
kami melihat langsung
sumur dan gua itu.
Dari kejadian tersebut
merupakan suatu bukti
bahwa keakraban
hubungan marhula-hula
dan marboru antara Raja
Parultop dan Raja
Silahisabungan.”
BAGAIMANA HUBUNGAN
‘ MARHULA-HULA DAN
MARBORU’ ANTARA
PADANG BATANGHARI
DENGAN RAJA
SILAHISABUNGAN ?
“ Kami sebagai Padang
Batanghari, selaku hula-
hula Raja Silahisabungan
senantiasa berdoa dari
hati dan pikiran jernih
supaya keluarga namboru
kami semakin berkibar.
Setiap kegiatan adat
bagaimanapun, kami
selalu hadir sesuai adapt
kami.
Terbukti keluarga besar
Raja Silahisabungan kian
ahri semakin banyak
keturunannya dan mereka
dilimpahi berkat yang
bagus. Kalau kami hitung,
ada 100 kali lipat
banyaknya keturunan Raja
Silahisabungan
dibandingkan kami hula-
hulanya sendiri.
Kami juga sudah memberi
‘ rading berru’ atau ‘tano
pauseang’ kepada mereka
di Sileuh. Hanya saja,
tanah tersebut jadi lahan
kosong. Sangat indah,
kalau keluarga Raja
Silahisabungan mau
menggarapnya atau
mendirikan semacam situs
atau pertanda sejarah
hubungan Padang
Batanghari dengan Raja
Silahisabungan. Tujuannya
lebih mempererat
hubungan tadi. Tidak
hanya sekedar
berdasarkan kegiatan adat
saja tapi juga dalam
kehidupan sehari-hari. ”
sekitar 2 minggu yang lalu
· Laporkan
PINGGAN MATIO BORU
BATANGHARI
Kembali ke Tarombo
Silahisabungan
Akun
Faceboo

No comments:

Post a Comment

Jika mau memberi tanggapan/komentar, di mohon dengan tulisan dan bahasa yang sopan dengan identitas yang jelas, jika identitas tidak jelas tidak akan ditanggapi.